Wafi terbangun. Sebelum waktu menghapusnya, dia mengingat-ingat mimpi indah yang mendatanginya tadi malam. Dipeluk erat perasaan tersebut. Mengisi rongga dadanya dengan semangkuk harapan. Selagi kebahagiaan mampu dicecapnya, tidak masalah meski hanya berupa alam bawah sadar. Siapa tahu itu tak akan datang dalam bentuk nyata nanti? Entahlah..., segala ketakutan yang menyesakkan batin Wafi kian menguat. Tapi ia masih berharap bakal segera lepas dari semua itu.
Hari ini dokter datang memeriksa. Bersama seorang rekannya, mereka berdua berpakaian hazmat lengkap, membawa sekotak perlengkapan medis.
"Kita ambil Tes Swab sekarang, ya, Mbak Wafi?" ucap pria dengan wajah tertutup kacamata pelindung diri beserta masker yang rapat.
Wafi mengikuti instruksi yang diminta. Wanita itu harus menahan sensasi menggelitik saat alat mirip kapas lidi menyentuh rongga nasofarings pada hidungnya. Tak butuh waktu lama pemeriksaan pun selesai. Dokter memperoleh sampel yang diperlukan.
"Kira-kira berapa lama hasilnya keluar, Dok?"
Selain rumit prosesnya dan harga alat yang lebih tinggi, metode Swab-PCR juga memakan waktu lama dalam menyimpulkan hasilnya. Namun tentu lebih akurat dibandingkan rapid test yang mudah didapat orang-orang.
"Berhari-hari, Mbak. Mohon ditunggu, nanti kami informasikan. Pasti baik, kok. Kondisi Mbak sekarang aja, mendingan daripada kemarin."
Wafi hanya mengangguk. Dalam penantian yang ia miliki, wanita lajang tersebut berdoa memohon keselamatan. Semoga negatif.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAMAT
Short Story[SHORT STORY • END] Karena alur cerita yang kamu inginkan sebenarnya ada, keindahan itu benar-benar eksis, hanya saja kamu belum melihatnya.