S

31 12 1
                                    

Tok! Tok! Tok!

"Sebentar," Wafi menyahut. Segera ia menyelesaikan cuci tangannya. Usai memastikan tak ada sabun yang tertinggal di sela-sela jari, dikeringkan tangan tersebut menggunakan handuk kecil.

Wanita dengan rambutnya yang terikat cepol itu berjalan mendekati pintu kamar, membukanya. Sinta, penghuni kamar sebelah, pasien COVID-19 juga, berdiri di hadapan Wafi.

"Hasil PCR-ku sudah keluar, Waf," ucap wanita tersebut. Sinta menjalani karantina lebih awal daripada Wafi, jadi wanita itu lebih dulu mendapat pemeriksaan untuk mengetahui dirinya sudah sembuh atau belum.

"Wah, gimana, Mbak? Negatif dong!"

Sinta menggeleng lemah. Walaupun wajahnya tertutup masker, raut kesedihan bisa terbaca dari sorot matanya yang sendu. "Lanjut karantina aku, Waf."

Kekecewaan yang sama turut dirasakan oleh Wafi, hatinya merasa terpukul. Dia masih ingat pertama kali mereka berjumpa, mencoba berteman karena kamar mereka bersebelahan. Sejak pisah dari keluarga, Wafi merasa kesepian. Tapi karena Sinta, untuk pertama kalinya ia tidak merasa sendirian. Ada seorang teman di sini, di balai karantina ini. Dia tentu sedih mendapat kabar buruk temannya.

"Yah, serius, Mbak? Duh, mau gimana lagi? Jangan patah semangat, ya. Karantina sekali lagi, mudah-mudahan habis itu negatif, Mbak." Wafi mengatakannya tulus.

Sinta mengangguk. "Makasih, Waf. Semoga kamu juga cepet negatif, ya."

TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang