18# Tanpa Kabar

280 56 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Terdengar suara getaran hape, meskipun dengan mode getaran namun ketika suasana hening jelas akan terdengar walaupun tak terlalu jelas. Dan itu sangat mengganggu, mengganggu Ajun yang sedang menyalurkan rasa kerinduannya pada sang kekasih walau setiap hari bertemu.

Jesya menjauhkan wajahnya dari Ajun, kepalanya menunduk malu dengan semburat merah merona di kedua pipi dan telinganya. Tidak seperti Ajun yang berdecak kesal merogoh saku mengeluarkan hapenya lalu mengangkat telpon dengan perasaan gondok, sumpah kalau nggak penting bakal Ajun anjing-anjingin ini orang yang telpon.

"Dimana, setan?" suara Ari yang sewot duluan bikin Ajun ikut menjawab dengan sewot pula.

"Lagi ngapel, bangsat!"

Lalu decakan terdengar jelas, "Ngapel aja kerjaan lu, tau nggak temen lu lagi meraung-raung di rumah sakit?! Cepet sini, jangan bawa Jesya, darurat."

Mendengar ucapan itu Ajun langsung panik, dia langsung kepikiran Bintang yang baru aja moodnya bagus karena Starla-nya udah sadar pas beberapa jam lalu. Ajun aja yang lagi anterin adeknya ke toko buku sampe seneng dengarnya.

"Otw," ucap Ajun langsung mematikan sambungan telpon lalu buru-buru mengantongi hapenya lagi, kini kedua tangannya meraih pipi Jesya dan menariknya agar mendongak. "Ketemunya udah cukup belum?" tanyanya sambil menahan senyum geli melihat wajah memerah padam Jesya yang kentara sedang malu, tapi Ajun lagi nggak mood senyum, otaknya panik.

"Terlalu cukup," jawab Jesya lalu mengulum bibirnya ke dalam, kemudian detik selanjutnya menepis kedua tangan Ajun dan kembali menunduk karena masih malu.

Tapi Ajun maksa raih pipinya lagi lalu menariknya, "Gua pulang dulu ya, besok kalau gua nggak datang sampe jam setengah tujuh berarti berangkat ke sekolah sendiri aja. Gua sama Bintang kok bukan sama cewek lain, oke?" katanya tersenyum manis meyakinkan, Jesya mengangguk menyetujuinya.

"Hati-hati dijalan ya," pesan Jesya ikut tersenyum, tapi senyum yang canggung.

"Ya udah, sekali lagi ciumnya muah-" makin tambah malu aja Jesya keningnya di kecup sebelum berpisah, auto gak bisa tidur sih ini. "Dadah Sayangku." pamitnya sambil menggeser Jesya ke samping agar bisa membuka pintu rumah Jesya yang terhalangi, lalu keluar dengan langkah terburu-buru.

Jesya mengernyit heran, tingkah Ajun agak aneh. Biasa pengennya diliatin sampai motor Ajun jauh, ini mah minta di anterin ke depan pagar aja enggak.

Duh, padahal Ajun barusan bilangnya kan mau pulang, kok Jesya mikirnya itu cuma alasan dan Ajun pergi ke rumah cewek lain alias pacar sembunyi-sembunyinya? Apalagi sebelum pergi barusan Ajun menerima telpon dulu, walau Jesya gak ngeh Ajun ngomong apa pas menerima telponnya karena terlalu sibuk mengendalikan rasa malunya.

Gimana kalau firasat Jesya benar?

Please, tolong dong jangan buat Jesya berpikir berlebihan, baru aja terbang karena abis dicium lama banget. Mana bikin nagih lagi.

Arjuna: Si (bukan) Pencari CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang