12. Kapan kau berubah

461 37 1
                                    

Oke, kali ini dia sudah diusir, tapi Beam tak langsung menuruti perkataan sang suami. Dia masih terkejut mendengar bentakan suaminya sendiri.

Singto yang baru selesai berbicara dengan dokter sekaligus menghubungi keluarganya, menginterupsi keributan yang terjadi di dalam kamar.

"Ada apa, P'Forth?"

Forth memejamkan mata, mungkin menahan sakit fisik yang masih terasa.

"Astaga, Ai'Beam…" Singto melihat tangan sang kakak ipar yang infusnya sudah tidak terpasang dengan baik.

"Tunggu sebentar, biar ku panggilkan suster.." Singto pun meninggalkan ruangan.

"TUNGGU APA LAGI.. KEMBALI KE KAMARMU!" Bentak Forth lagi.

Beam akhirnya tak kuasa menahan gejolak dalam hatinya yang terasa teriris melihat suaminya sendiri menolak kehadirannya. Dia pun berusaha menghapus air matanya sendiri.

Jengah menjadi penonton, Phana yang sedari tadi berdiam di pojok sudah tidak tahan dengan kelakuan Forth pada Beam. Istri yang menunggu suaminya sampai jatuh sakit tidak pantas menerima bentakan kasar seperti itu.

"Santai saja Kawan.." Phana berdiri di antara Forth dan Beam.

Mata Forth membulat, tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Phana tahu bukan saat yang tepat muncul di hadapan Forth sekarang, tapi ayolah… mana tahan dia melihat Beam dibentak di hadapannya langsung.

"Pha-Phana…?"

"Jangan kasar terhadap pria yang lemah.." ucap Kris datar.

Bukan hanya Forth, Beam sendiri juga tidak kalah terkejut. Ternyata feelingnya benar, Forth dan Phana sudah saling kenal sebelumnya. Tapi yang Beam bingung kan kenapa Phana tak jujur padanya?

"Ayo, N'Beam. Phi antar ke kamarmu.."

Phana menyabet lengan Beam tanpa izin, bermaksud memapahnya agar pria cantik itu tidak begitu kesulitan.

Seolah terhipnotis, Beam hanya menurut tanpa protes.

***

***

***

Selesai dengan infusnya, Beam memutuskan berbaring sejenak di ranjang ruang rawatnya. Mungkin Forth masih tidak ingin menemuinya, walau bukan seperti itu yang Beam baca di mata pemuda itu. Beam berusaha memaklumi meski dia tidak tahu salah apa.

Dikamar rawat Beam, Phana selalu menjaganya tanpa protes. Dia tahu Beam sedang memikirkan sikap suaminya, meski suaminya bersikap kasar padanya, tapi Dimata Phana tak ada rasa dendam atau marah.. justru yang ada hanya ada cinta disana. Phana semakin dibuat kagum pada kebaikan hati Beam. Tak akan ada pria sebaik dan setabah Beam saat ini.. seharusnya Forth beruntung dicintai Beam yang sangat mencintainya.

***

***

***

Beam termenung sendiri di depan laptop miliknya. Berniat melanjutkan skripsi dengan damai di dalam apartement namun pikirannya mengkhianati dengan melayang pada sang suami. Sudah seminggu sejak Forth sadar dari koma, Beam tidak pernah lagi menemuinya.

Pernikahan YANG terpaksa (ForthBeam)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang