Chapter 3

19 4 0
                                    

Acara pelantikan dilanjutkan dengan pawai keliling kota dan pada malam harinya dilakukan pesta perayaan kenaikan pangkat pangeran Apollo menjadi putra mahkota. Ken sekarang dengan mengenakan gaun berwarna hitam yang terbuat dari bulu burung pada bagian rok dan tiara berduri membuatnya bangga bisa terlihat seperti seorang penyihir, berbeda seratus delapan puluh derajat dari penampilannya sebelumnya yang membuatnya terlihat seperti gadis feminin dan polos.

Dia berdiri sendirian di pojok, tidak ada niatan bergabung dengan Arzi dan Lei karena kedua pria itu sedang dikerumuni oleh para gadis, jangan ditanyakan dimana Acito, keberadaan pria itu masih menjadi misteri. Sejujurnya ia malas mengikuti pesta ini, dia tidak terlalu suka keramaian, tentu saja pengecualian jika keramaian itu dipenuhi oleh orang-orang terdekatnya. Hadirnya dalam pesta ini bahkan hanya sekedar bentuk dari formalitas dan ajakan paksa dari Hera.

Hera, gadis itu datang menerobos kamarnya dan memaksakannya untuk mengikuti pesta, tapi sekarang malah menghilang. Satu hal yang membuatnya heran, kenapa gadis itu dapat dengan mudah keluar masuk kamarnya yang bernotaben seorang putri? Apa saja yang dilakukan oleh para kesatria di luar kamarnya? Berbagai pertanyaan muncul dibenaknya, dan dari semua pertanyaan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sosok Hera ini dekat dengan sang putri yang asli. Ken tersenyum miring kemudian kembali bersyukur kepada tuhan yang telah memberikan otak cerdas kepadanya.

Selesai dengan lamunannya, ia pun memutuskan untuk memerhatikan sekitar. Sampai pandangnnya terhenti pada sosok pria yang menggunakan baju serba hitam sama sepertinya. Pria itu memiliki iris berwarna biru dengan surai berwarna hitam, perpaduan yang indah menurut Ken. Ia akui bahwa pria itu tidak kalah tampan dengan saudara seayahnya, sang putra mahkota, Apollo. Hanya saja, jika Apollo terkesan hangat dan ramah, pria ini terkesan dingin dan angkuh. Dapat dilihat dari bagaimana cara pria itu menatap sinis ke arah Ken sekarang ini. Ya, mereka saling beratapan, tidak lama karena pria itu yang memalingkan tatapannyaa duluan dan pergi entah kemana.

"pria yang berpakaian serba hitam itu bernama Estevan Owen, putra mahkota dari kekaisaran Fos"

Terkejut mendengar suara yang tiba-tiba terdengar, Ken pun mengarahkan pandangannya ke asal suara. Samy, pemilik suara itu. Entah sejak kapan pria itu ada di sampingnya, tiga detik ia memandang Samy kemudian memutuskan untuk mengabaikan eksistensi pria itu dan kembali memerhatikan sekitar.

"aku juga tau kau tidak berasal dari sini" perkataan Samy sukses merebut seluruh atensi Ken.

"tidak, lebih tepatnya jiwamu yang tidak berasal dari sini" tambahnya sambil terkekeh. Mendengar itu, Ken pun menarik Samy ke lorong sepi yang sangat jauh dari aula istana timur tempat pesta itu berlangsung.

"bagaimana kau bisa tau?" tanya Ken dengan muka menuntut penjelasan setelah melalui perjalanan yang panjang.

"dulu aku juga bertemu dengan orang yang memiliki kasus sama seperti kalian" kata Samy. Mendengar dari penuturan Samy yang menyebutkan kata 'kalian' berarti pria itu tau bahwa Arzi, Acito, dan Lei juga mengalami hal yang sama. Pantas saja tadi dia memberikan senyuman aneh kepada mereka bertiga.

"dulu?"

"ssshhhh, ya dulu. Sekrang dia sudah tidak disini lagi" sambil meringis Samy menjawab.

"dia dulu adalah seorang pelayan di paviliun wisteria" tambah Samy.

"phhtt... meh... aku bahkan tidak tau diamana paviliun wisteria itu. Jadi intinya, apakah kau tau dimana dia sekarang?

"sayangnya tidak" jawab Samy lesu terkesan sedih. Entah sedih karena tidak bisa menjadi orang yang berguna untuk mereka berempat atau karena hal lain, Ken tidak tau.



~o~

Lost in NeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang