IV - Perhatian kecil

8 1 0
                                    

*Fyi, nama tokoh Aksa aku ganti jadi Jule ya, maaf yang udah baca dari awal. Karena udah banyak yang pakai nama Aksa jadi aku ganti. Welcome Jule.*

- Selamat membaca -

Dini hari, saat ibu kota tengah terlelap, Jule melajukan sepeda motornya, membelah jalanan yang sudah remang.

Duk!

Kepala Jule sedikit tersungkur kedepan, helmnya berbenturan dengan helm Caca yang sedari tadi memejamkan matanya. Ia memutuskan untuk menepikan motornya dan menoleh mendapati Caca yang bersandar di punggungnya.

"Ca," panggilnya sambil menggoyangkan kaki Caca.

"Caaa, lah kok nggak bangun?" Jule pasrah.

Ia mengambil tangan Caca lantas melingkarkan pada pinggangnya. Tunggu, ia melirik sekali lagi. Rok putih Caca sedikit tersibak memperlihatkan sedikit paha mulusnya. Seketika Jule membeku. Desiran darah mengalir dengan cepat. Ditambah dengan jantungnya yang berdegup tak karuan.

Jule melepaskan jaket jeansnya dan menaruhnya di pangkuan Caca.

Kenapa gue lakuin? Tanyanya pada diri sendiri.

Jule melihat jemari Caca yang saling bertaut, ditambah satu tangannya masih berdiam di atas tangan Caca. Ia tersenyum tipis.

Dengan hati-hati, ia melajukan motornya hingga sampai di depan rumah Caca. Ya, rumah ber-cat putih dengan banyak tanaman gantung yang menghiasi. Rumah itu tempat yang menjadi saksi bisu hidup Caca, rasa kecewa, senang, sedih, dan terpuruk. Semua terekam di dinding putih yang dingin.

"Ca. Bangun Ca udah sampe." Jule menggoyangkan kaki Caca lagi. Tapi Caca tak berkutik sedikit pun. Sampai akhirnya dengan terpaksa, Jule mencubit lengan Caca.

"Aaa! Aduh."

Dan yap! Berhasil. Caca terbangun dengan helm yang menutupi sebagian matanya yang masih setengah sadar. Beberapa kali Caca menarik tangannya membuat Jule tertawa diam-diam.

"Eh, kok tangan Caca nyangkut sih?" Jule malah membiarkan Caca sejenak dan terlarut dalam tawanya, tanpa suara.

Tak lama, jemari-jemarinya memegang kedua tangan Caca. Rasa dingin yang menempel karena hembusan angin pun tergantikan dengan rasa hangat yang mulai menjalar. Jule melepaskan tautan tangan Caca.

"Eh?" Caca tersadar. Dengan cepat ia turun dan berdiri di samping Jule. Jaket Jule yang jatuh mengalihkan pandangan Caca.

"Eh ini punya kakak?"

Jule mengangguk.

"Hah? Ini-" Caca memberikannya kepada Jule.

"Makasih banyak ya kak."

"Sama-sama. Bisa?" Tanyanya saat melihat Caca yang kesusahan membuka pengait helm. Caca membenarkan helm yang merosot lantas mengangguk mantap.

Jule menarik tangan Caca, mengikis jarak antara mereka berdua. Jemarinya mulai melepas pengait helm dan membebaskannya dari kepala Caca. Sementara Caca, ia terperangah. Napasnya yang terhenti lantas berirama cepat tak bisa membohongi kalau hatinya tengah menari-nari dalam kenyamanan.

"Eh, Caca masuk ya. Makasih!" ucapnya dengan cepat lantas memasuki rumah dengan seribu langkahnya.

Caca.

Nama yang terus terngiang di pikiran. Bahkan, hari ini ia berhasil melenyapkan keberadaan Netta dan rasa kecewa. Apa ini awal untuk lembaran baru?

***

ReleaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang