Rachel menelan ludahnya gugup saat seluruh atensi orang-orang tertuju padanya. Ia berjalan sendirian sekarang. Yeji buru-buru menuju kamar mandi saat mereka baru sampai, sedangkan Jeno sudah lebih dulu pergi karena klub basket ada sedikit perundingan. Padahal tadi Jeno sudah menawarkan diri untuk mengantarnya sampai di kelas lebih dulu sebelum berkumpul. Tapi ia tak enak hati, dan berakhir menolak tawaran itu.
"Rachel! Rachel, lo darimana aja anjing?! ASTAGA GUE KIRA LO DI CULIK!"
Ya emang di culik, batin Rachel balas berteriak ketika teriakan dengan suara berat itu terdengar. Tanpa menoleh pun ia tahu siapa biangnya.
"Nggak darimana pun, kok, Yut." Ia tersenyum simpul pada Yuta.
Yuta mengelus dada lega, kemudian memegang sisi tubuh Rachel dengan kedua tangan. Meski raut panik langsung terpatri di wajah Rachel, tapi Yuta tetap mengeratkan pegangannya di tubuh perempuan itu. Ia mengamati Rachel dengan seksama.
"Ke— kenapa?" Rachel bertanya dengan tergagap.
"Lo sakit? Oh, atau kemarin lo kehujanan, ya? Duh, sorry, harusnya gue nggak nyuruh lo keluar duluan kemarin." Ucapan Yuta menyiratkan rasa bersalah yang begitu kentara. Rachel jadi tak tega, ia pun menepuk bahu pemuda itu pelan.
"Sans, gue nggak papa kok." Bohong sekali, padahal kepala nya masih sedikit pusing.
"Tapi lo keliatan kaya orang sakit. Ini juga," Yuta menyentuh lengan Rachel yang tertutupi sweater milik Yeji, "ngapain pake turtleneck ginian segala?"
"Hehe, dingin, Yut."
Yuta memicing sejenak. Sedikit tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Rachel. Cuaca sepanas ini dan Rachel kedinginan? Aneh sekali. Yuta bahkan bisa melihat bulir keringat mengalir dari pelipis Rachel. Namun kemudian Yuta menghela napas. Ia meraih bahu Rachel, merangkulnya. Ia bisa merasakan bahu sempit itu tersentak kecil.
"Ayo, gue anter ke kelas." Ujarnya, melangkahkan kaki nya dengan pijakan pasti, tanpa menghiraukan Rachel yang masih terkejut.
"Tapi gue masih penasaran, lo kemana sih kemarin?" Yuta kembali bertanya disela-sela langkah mereka.
Rachel sedikit mendongak untuk menatap Yuta. Pemuda itu memang tampan, baik hati, juga selalu perhatian dengan dirinya. Tak ada yang kurang dari Yuta sebenarnya. Hanya saja, Rachel sendiri masih belum bisa memastikan perasaannya terhadap Yuta. Oh, bukan mau merasa percaya diri atau apa, ya. Tetapi jika dilihat dari gerak-gerik Yuta selama ini, pemuda itu sepertinya memang menyukai nya.
Tiba-tiba, Rachel merasakan dahinya di sentil keras dikala lamunannya itu.
"Malah senyum-senyum lo, ditanyain juga dih,"
Rachel mengulum bibir untuk menyembunyikan senyuman. Ia bahkan tak sadar jika sampai tersenyum-senyum sendiri.
"Nggak kemana-kemana, Yuta."
"Bohong banget. Pas gue ke rumah Yeji aja lo nggak ada. Terus Ayah lo juga sampe telpon ke Yeji," Yuta melirik Rachel, "masih mau ngelak?"
Rachel terdiam, ia mengulum bibirnya sembari berpikir. Apa yang harus ia beri sebagai jawaban?
"Kita semua khawatir, Chel, sama lo. Yeji, Jeno, anak-anak klub," Yuta memberi jeda, ia mengeratkan rangkulannya di bahu Rachel. Perempuan di sampingnya kemudian mendongak. Mereka berdua bersitatap, dengan langkah kaki yang telah terhenti sepenuhnya.
"Gue juga khawatir sama lo, Chel."
Rachel tahu. Wajah rupawan Yuta jelas menyiratkan raut khawatir yang begitu kentara. Laki-laki itu masih menatapnya dengan mata hitam legamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic [ Mark Lee ] (✔)
ФанфикToxic | Mark ver. (complete) Highest rank: #1 in mark at 20 August, 2021 #1 in fanficindo at 20 August, 2021 #2 in marklee at 18 September, 2021 #1 in fanfic at 9 November, 2021 __ "Lo sama Mark bener-bener toxic!" start: at 10 November 2020 finish...