ENAM

1K 173 56
                                    

Keesokan harinya, mereka segera menemui pak Malin untuk mengecek cctv. Mereka harus segera menemukan siapa pelaku yang mencelakai Angkasa.

Dan saat ini mereka sudah ada di ruangan khusus untuk melihat bersama-sama isi cctv. Dengan serius mereka melihat setiap sudut video yang di tampilkan agar bisa melihat petunjuk siapa yang mencelakai Angkasa.

"Stop, pak!" Seru Jepri tiba-tiba.

"Itu bukannya Gevano? Wakil lu kan, Rey?"

"Fuck. Ada masalah apa dia sama gue?"

"Apa lu gak curiga dia iri sama lu? Dari dulu kan dia emang kagak suka lu naik jabatan." Timpal Jepin.

"Bener, sih. Gue aja pernah liat dia nonjok dinding habis lu naik jabatan. Dendam amat kayaknya."

"Tapi dia gak mungkin sendiri. Bisa jadi dia punya anak buah atau...dia punya atasan."

"Maksud lu, Tin?"

***

Reynald masuk kedalam ruangan Angkasa. Ia duduk di pinggir ranjang. Ia meraih tangan Angkasa lalu menggenggamnya. Kecupan singkat ia daratkan di punggung tangan Angkasa.

"Ayo bangun, lu janji nikah sama gue. Jari lu belum gue pasangin cincin, jangan tinggalin gue dulu."

"Sa, bangun..." Reynald kembali meneteskan air matanya setelah melihat wajah Angkasa. Bagaimana wajah cantik itu terlihat damai di dalam tidurnya.

"R...reyy...." Reynald mengangkat kepalanya. Ia terkejut melihat Angkasa membuka kedua matanya. Ia langsung saja menekan tombol darurat dan tak berapa lama kemudian para dokter datang. Mereka segera memeriksa keadaan Angkasa.

"Keadaannya sudah cukup membaik, mungkin sedikit lagi pemulihan mas Angkasa di perbolehkan pulang."

"Baik, terima kasih, dok."

"Sa, lo kayak anjing emang! Puas lo bikin gue khawatir hah?"

"R...rey, maaf..." Kedua mata Angkasa berkaca-kaca. Entah kenapa tiba-tiba perasaannya hancur ketika Reynald dengan tiba-tiba membentaknya.

"Ck. Udah gak usah nangis!"

"Jangan bentak, Rey..."

"No. Udah, jangan nangis..." Reynald menghapus air mata yang jatuh di pipi Angkasa.

"Gue telpon bokap nyokap lo dulu deh, ngabarin keadaan lo." Angkasa hanya mengangguk mendengar ucapan Reynald.

Tak berapa lama, kedua orang tua mereka datang dan langsung menanyakan keadaan Angkasa. Reynald memilih untuk pergi ke taman untuk menenangkan diri. Ia masih tak habis pikir dengan Gevano. Bisa-bisanya orang itu mencelakai Angkasa sedangkan ia tau seberapa berharganya Angkasa bagi seorang Reynald.

Ponsel Reynald bergetar di dalam saku celananya. Ia melihat dan segera mengangkat panggilan dari Jepri tersebut.

"Kenapa, Jep?"

"Oh, gue kesana sekarang." Tanpa mampir ke ruangan Angkasa, Reynald segera menemui Jepri dan kawan-kawannya.

"Jadi gimana?" Reynald duduk di samping Martin. Saat ini ia ada di sebuah cafe, dimana tempat Jepri mengusulkan untuk mereka berunding disana.

"Meira."

"What?"

"Meira dalangnya."

"Kenapa?"

"Klasik. Dia naksir elu." Ucap Martin.

"Sigh. Gak heran sih kalau diliat dari tingkah dia ke gue beberapa waktu lalu. Terus Gevano?"

My Bestie (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang