BAB 2: PERMAINAN

3.4K 536 70
                                    

BEOMGYU jongkok, setidaknya meraba-raba akar pohon lebih baik daripada nekat berjalan lalu jatuh tersandung akar. Beomgyu merangkak sembari mengeluarkan pedang perunggu langit dengan melepaskan gelang yang dikenakan.

Gelang emas berbandul pedang biru. Tetapi itu bukan sekadar gelang. Seketika benda remeh itu berubah menjadi bilah pedang perunggu langit yang memendarkan cahaya remang-remang di kegelapan malam. Pedang dengan bagian kuasa dan bilah nya berwarna emas. Kantong pedangnya juga ikut muncul menggantung di pinggang.

Dia memungut buku panduan yang tergeletak di dekat pohon. Kemudian kembali membaca pada bagian paling belakang, di mana halaman berisi peta akademi serta Hutan Terlarang. Diberi tanda warna merah, dengan peringatan berhuruf besar berisi himbauan untuk tidak pergi ke sana kapanpun dan dalam keadaan apapun. Seolah hutan itu dinamai terlarang bukan tanpa alasan.

Beomgyu berdecih, bukan kabar baik mengingat dia sudah terjebak disini. Dia tidak punya kekuatan seperti Juyeon yang bisa berpindah tempat kapan saja. Sialnya lagi, Hutan Terlarang di peta bentuknya hanyalah segerombolan pohon dan satu gambar contoh. Tidak ada yang membahas cara keluar dari Hutan Terlarang. Atau mungkin peta bagaimana alur jalan yang ada di dalam sana. "Sial."

Beomgyu mengibaskan pedangnya sebagai pelampiasan rasa kesal.

Tak cukup sampai situ, sekarang dia lapar. Padahal saat ada Juyeon tadi Beomgyu tidak merasa lapar sedikitpun. Namun sekarang tiba-tiba perutnya dilanda rasa mengerikan itu. Pemikiran Beomgyu menjadi lebih kacau balau seolah sedang dikendalikan.

Persetan dengan keluar dari hutan, Beomgyu hanya ingin makan.

Beomgyu terlentang di atas sulur akar.

"Ahh."

Perutnya sakit.

Oke, Beomgyu sudah tidak tahan. Dia merasakan perutnya sakit karena kelaparan. Hei, ini bukan seperti Poseidon tengah mengutuknya karena menjadi anak durhaka atau bagaimana kan?

Tidak ... kan?

Beberapa menit hanya ada keheningan.

"Aku butuh bantuan."

Pada momentum di mana Beomgyu hampir memejamkan mata karena pandangannya perlahan memburam. Suara kepakan sayap terdengar, suara khas yang sangat dikenali Beomgyu membuat dia melawan rasa kantuk yang menyerang. Beomgyu membuka mata dengan nafas terengah-engah dan mendapati seekor burung hantu tengah bertengger di atas perutnya.

Mata Beomgyu membelalak.

Itu Ghio, burung hantu peliharaan yang Beomgyu dapatkan ketika beberapa kali mengunjungi daratan!

Dia reflek duduk dan mengelus kepalanya. "Demi Neptunus! Apa kabar, Io?"

Ghio mendengkur, mengepakkan sayapnya singkat. Beomgyu terkekeh pelan. "Sapaan yang bagus. Lama sekali aku tidak melihatmu. Dan, oh, bagaimana kau bisa masuk ke sini?" Beomgyu menatap sekeliling, berniat mencari celah di antara rimbunnya daun pepohonan Hutan Terlarang. Namun satu detik kemudian, dia malah menganga.

Dia ... ada di taman Pondok Satu.

Beomgyu berhenti sejenak.

Melihat pergelangan tangannya, gelang-pedang masih terpasang apik. Kemudian menatap menatap air mancur yang memancarkan cahaya emas, berpendar mencolok, tidak ada Danau Hitam yang merusak pemandangan.

Pepohonan yang diduduki oleh Juyeon juga masih berdiri sebagaimana mestinya. Tidak ada yang berubah, sama seperti taman mini yang terakhir kali Beomgyu tinggalkan, hanya saja, sekarang sudah malam.

IMITHEOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang