9

60 14 2
                                    

"Apasih susahnya pamit, Jane?! Lo bikin gue panik tahu gak!"

"Emang kalo gue pamit lo bakal ijinin gue pergi? Engga kan? Lo ga pernah percaya sama gue tapi lo maksa gue buat dengerin omongan lo, Jake."

"Lo ga ngerti, Jane. You don't know how much i love you. I don't wanna lose you anymore."

Gadis itu mulai meringkuk di atas ranjang kecilnya, terisak namun masih berusaha ia tahan. Ia tak ingin terlihat lemah lagi dihadapan Jake untuk kesekian kalinya.

Sementara Jake mengusap wajahnya kasar karena emosinya masih belum stabil. Ia marah pada Jane, ia marah pada Sunghoon tapi ia juga marah pada dirinya sendiri.  Kini sepasang saudara tersebut duduk saling membelakangi.

Tubuh lelaki itu akhirnya beranjak, meninggalkan Jane dikamarnya sendirian alih-alih memeluknya hangat sekedar meredakan isakannya. Jake tidak melakukan apa-apa selain membanting pintu kamar kos untuk pergi kemudian.

Gue selalu salah buat lo, Jake. Kelakuan gue, sifat gue, bahkan perasaan gue terlalu susah buat terlihat baik dimata lo.

Tak apa. Jika Jake bisa melakukan hal sesuka hatinya maka Jane juga dapat melakukan hal yang sama. Diraihnya jaket parka yang tergantung dibelakang pintu, Jane akan pergi sejauh yang ia bisa malam ini. Ia terlalu suntuk berada dikamar yang selalu mengingatkankannya pada pemuda itu.

Di jam 10 malam seperti sekarang, tentu tak banyak kendaraan berlalu lalang didaerah sekitar kosnya. Jane tak sadar kakinya telah melangkah jauh hingga keluar kompleks. Hawa dingin yang menusuk kulit memaksanya mengeratkan jaket.

Jane sadar ia telah berjalan terlalu jauh namun tak sedikitpun ia berniat memutar arah langkahnya.

"Malem-malem sendirian aja nih, Mbak."

Jane merasakan lengannya disentuh oleh tangan seseorang dari belakang. Ia terkejut hingga tubuhnya refleks berbalik dan mundur.

"Bapak jangan macem-macem, ya! Saya teriakin sekarang juga kalo ga pergi," Lawannya setengah bergetar.

"Teriak aja, Mbak, kalo berani ..."

"TOLOO--mpphh!!!"

Bugh!

Dari arah yang tak terduga sebuah tinjuan melayang kearah orang yang membekap mulut Jane tersebut. Tak berhenti disana, pukulan terus dilayangkan kearahnya hingga sang pelaku terkulai lemas dengan wajah penuh memar dan luka.

"BERANI LO SENTUH DIA LAGI ABIS NYAWA LO!"

Jay menarik Jane menyingkir dari sana menuju mobilnya yang terparkir disisi jalan lain. Ia melajukan mobilnya menjauh dari lokasi tersebut agar Jane lebih tenang.

"Did he hurt you, Jane?" Tanya Jay khawatir.

Jay dapat melihat tangan Jane yang gemetar saling menggenggam. Pandangannya masih kosong, ia yakin gadis itu masih syok karena kejadian yang menimpanya barusan.

"Jay?"

"Hm?"

"B-boleh gue pinjem tangan lo, Jay? Gue ..."

Tanpa banyak bicara Jay langsung meraih jemari Jane dalam genggamannya. Meskipun sambil menyetir, Jay berusaha sebisa mungkin membantu Jane. Sebenarnya sejak tadi Jay sangat ingin melakukan hal tersebut namun khawatir Jane masih syok jika ia menyentuhnya dengan tiba-tiba.

"Don't be afraid, hm? Lo udah aman sekarang." Ujarnya membantu menenangkan gadis itu melalui usapan hangat diantara telapak tangannya.

Jane terdiam. Tubuhnya yang sedingin es kini mulai menghangat karena Jay menggenggam tangannya.

"Mau gue antar ke rumah bokap lo?"

"Thanks, Jay. Anterin gue balik ke kos aja." Jawab Jane secara tak terduga. Jay pikir setelah apa yang dilalui gadis itu cukup untuk membuatnya merasa sangsi jika harus kembali ke kos dimana mereka harus melawati tempat tadi.

"Are you sure? Kita bisa cari tempat lain dulu kalo emang lo ga mau."

Jane memaksakan senyumnya, "I'm totally okay. Makasih banyak udah nolongin gue but i have to go back asap, gue ga bawa hp dan Jake mungkin udah bingung nyariin gue."

"Fine, kalo gitu, gue anter ke kos dan liat apa saudara lo bener-bener ada disana apa engga."

Jay memutar balik mobilnya untuk kembali ke kos tempat Jane tinggal. Karena jalanan yang lengang dimalam hari, Jane tertidur pulas begitu saja. Jay merasa gadis itu benar-benar kelelahan melihat bagaimana Jane tetap dapat tertidur dalam posisi yang tidak bisa dibilang nyaman.

Keduanya telah sampai didepan kos setelah beberapa saat. Merasa kasihan, Jay tidak tega jika harus membangunkan Jane. Ia turun dari mobil untuk mengecek keberadaan Jake.

Didepan teras, Jay melihat pemuda yang tengah lemas tertunduk duduk dibangku.

"Lo ... Jake?"

Jake yang merasa dirinya terpanggil mendongak untuk melihat sosok dihadapannya. Jay terkejut melihat Jake yang ternyata sedang menangis diam-diam. Matanya memerah seperti sudah menahan air matanya sejak lama.

"Jane ada sama gue."

"Dimana dia sekarang?"

Jay memundurkan tubuhnya yang menghalangi pandangan Jake pada mobilnya. Dari sana Jake dapat melihat adiknya tertidur pulas dibalik kaca mobil yang menghalanginya.

Dengan terburu-buru cowok itu menuju ke mobil dan hendak menggendong Jane yang masih nampak pulas dalam tidurnya.

"Lepasin, Jake. Gue bisa sendiri."

-----

TO BE CONTINUE 💜💜

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang