10

64 13 3
                                    

Jake terperanjat setelah mengetahui ternyata Jane telah bangun dari tidurnya. Ia segera menjauhkan diri agar Jane bisa keluar dari mobil dengan leluasa.

"Gue minta ma--"

"Nanti aja, Jake ... please gue lagi capek banget sekarang."

"Gue anter ke kamar."

Kali ini Jane menurut, melihat Jake yang begitu putus asa sekarang ini justru membuatnya makin sulit jauh dari sang kakak.

Disisi lain, Jay menatap kedua saudara kembar tidak identik itu dengan tatapan penuh keheranan. Baginya, Jake dan Jane lebih terlihat seperti sepasang kekasih daripada saudara. Cara Jake memperlakukan adiknya tidak bisa disebut sebagai sikap seorang kakak pada umumnya.

Pun dengan bagaimana cara Jane bersikap didepan Jake, mereka berdua sama-sama saling bergantung dan terikat.

Setelah mengantar Jane kekamarnya, Jake menghampiri Jay yang kini duduk dibangku teras kos. Keduanya mulai berbincang ringan.

"Thanks, udah nganter Jane pulang. Gue ga tau harus gimana lagi waktu dia ga ada dikosnya."

"Gapapa, gue ga sengaja ketemu dia jalan sendirian dijalan depan kompleks. Btw sorry kalo gue ikut campur urusan kalian tapi kayanya emang kalian berdua lagi ... bermasalah?"

"Gue ga sengaja nonjok temennya Jane karena bawa pergi Jane tanpa ijin gue atau bokap. Jane marah sama gue."

"Wow, that's a lil bit rude i think ... i mean, kalo emang dia temen Jane ga mungkin biarin adik lo dalam bahaya, sebenernya tinggal gimana kalian saling percaya aja."

"Gue takut ... kehilangan dia."

*****

Jane terkejut ketika menemukan kakaknya, Jake tertidur disampingnya dengan posisi duduk. Menggenggam sebelah tangannya yang ia sendiri tak menyadari sejak kapan hal itu terjadi.

Saat gadis itu hendak bangun, Jake menyadari pergerakan tersebut hingga akhirnya ia terbangun.

"Jane, lo udah bangun? Ini masih gelap lo-"

"Jake."

Keduanya terdiam. Meskipun dari balik jendela cahaya matahari telah mulai menyusup namun pandangan Jake tak terdistraksi sedikitpun saat menatap manik mata Jane.

"Gue minta maaf."

Jake menyandarkan kembali kepalanya pada Jane yang kini telah beralih posisi menjadi duduk sehingga Jake bisa tidur dipahanya.

"I really love you, Jane. I'll do anything for you, but please don't go."

Jake tidak pernah tahu efek apa yang diberikannya pada Jane saat kalimat itu keluar dari bibirnya. Mudah berkata, maka Jane mudah pula memancing keluar air matanya. Mati-matian ia berusaha tidak menangis, namun isakan itu lebih keras dari yang ia kira.

"Hei ... it's okay, Jane. Lo bisa marah ke gue, itu wajar. Tapi ingat kita selalu janji buat ga akan saling ninggalin satu sama lain, hm? Sshhh..."

Untuk beberapa saat Jane tidak dapat bernapas dengan baik. Sesak didadanya mencuat ketika kini Jake memeluknya, mencium puncak kepalanya, membuat Jane sadar ada ketulusan yang mengalir dari sana. Bagaimana bisa Jane menahan tangisnya lebih lama?

"Udah, ya nangisnya?"

Jane membenahi penampilannya yang kini cukup kacau setelah sebelumnya menangis meskipun berakhir sia-sia. Ia mendongak untuk sekedar memastikan kalimat Jake barusan kemudian mengangguk lemah sebagai sinyal persetujuan.

****

Disinilah mereka sekarang. Bagi Jane, tempat paling aneh untuk memperbaiki mood-nya adalah kebun binatang. Sebelum itu Jake menawarinya agar pergi ke Dufan saja, tetapi Jane bersikeras memilih kebun binatang sebagai tujuan utamanya.

"Buruan, Jake. Ah! lama bener lo,"

Mereka yang tengah menuju loket layaknya anak kecil yang bermain kejar-kejaran. Meskipun jarak antara parkiran dan pintu masuk kebun binatang hanya 200 meter, namun Jane sampai harus berlari sangking semangatnya sehingga membuat saudaranya itu tergopoh-gopoh saat mengejar.

"Sekarang giliran udah seneng aja bawel mulu ya, padahal dijalan tadi begaya banget kaya batu."

"Lo pengen gue ngambek lagi?" Tanya Jane meskipun lebih terdengar seperti ancaman bagi Jake.

Jake meringis, sadar betul bahwa mulutnya memang sesekali perlu dikunci rapat. Salah bicara sedikit saja maka hubungan mereka jadi taruhannya.

Keduanya berjalan beriringan, Jane memegang sebuah cup eskrim cukup besar untuknya dan Jake makan sambil mengelilingi rumah satwa-satwa menggemaskan tersebut. Tak jarang Jake menggandeng tangan adiknya saat sedang berada ditengah keramaian agar tak menghilang dari pandangannya.

Jane juga mengajak Jake untuk berhenti dibeberapa kandang burung dan unggas lainnya. Ia mencoba untuk memberikan secuil remahan roti yang ia miliki saat seekor burung nuri bertengger dipundaknya.

Entah karena terlalu takut atau geli, Jane tidak tahan untuk bergerak sehingga burung nuri itu kaget dan terbang mengepakkan sayapnya tepat diatas kepala Jane. Gadis itu berteriak kontan hingga Jake menariknya mendekat. Kini tubuh dua orang itu sangat dekat sampai Jane pikir ia dapat mendengar detak jantung pemuda yang sudah membuatnya gila ini.

"Jake, gimana kalo gue suka sama lo?"

-----

TO BE CONTINUE 💜💜

ComplicatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang