Coretan Rahasia // Eps. 2

94 5 0
                                    

Waktu istirahat benar benar Ranya lakukan dengan baik. Ia begitu memanfaatkannya dengan melebihkan porsi makanannya dari biasanya. Bahkan setelah menikmati semangkuk mie rebus, ia masih tetap memesan bakso dan roti bakar. Hampir tidak bisa dibedakan antara perut Ranya dengan karung goni. Ketiga temannya pun hingga heran. Mereka hanya memesan tiga kue kukus, sebagai ganjalan. Melihat Ranya melahap semua makanan yang dipesannya saja sudah membuat ketiga gadis itu merasa kenyang.

"Ra, perut lo meledak nanti," ujar, Raya, salah satu teman Ranya yang wajahnya terlihat mungil, rambut panjangnya sengaja ia ikat agar tidak terkena keringatnya. "Biarin aja, Ray, biar meletus sekalian," sahut Nadhira, wajahnya terlihat dewasa, walau sekarang wajahnya sedang mengkerut, kesal. Gadis itu seperti tidak diberi makan ratusan tahun.

"Laper tau, mapel matematika bikin tenaga aku abis," ucap gadis itu, mulutnya tengah dipenuhi satu bakso bulat tanpa ia gigit terlebih dahulu. Kuahnya menetes kemana-mana ketika ia menggigitnya didalam mulut, membuat ketiga gadis itu sedikit menjauh.

"Jorok lo, Ra!" seru Naya, wajahnya cantik sekali di balut make up tipis, juga rambut pendeknya yang ia beri model bob membuatnya terlihat lebih manis. Gadis itu hanya menyengir saja melihat teman temannya mengeluh. "Bakso budeh emang enak banget ya," ucapnya ketika ia sudah berhasil menelan bakso tersebut. Mengunyahnya membuat mulutnya sedikit pegal.

"Rotinya buat gue!" Seru Nadhira sambil merebut piring hijau berisi roti bakar selai cokelat yang masih utuh. Tentu tindakan tersebut mendapatkan pekikan dari Ranya, juga respon sebal dari gadis itu. "Balikin, gak? Rotinya kan punya aku!" serunya, berusaha merebut kembali roti miliknya.

"Gue aduin Raihan!" Seru Nadhira pada akhirnya, membuat gadis itu seketika diam. "Kenapa diem lo? Tadi masih rebutan sama gue," ujarnya, tidak tahu saja, Nadhira mengulum senyumnya.

"Nggak tau ah, males!" seru Ranya. Ia menggebrak mejanya, walau tidak terlalu kencang. Mereka semua tau, ancaman itu selalu bekerja pada Ranya, membuat ketiga temannya tertawa.

"Ra, gue udah nolongin lo biar perut lo nggak meledak, bukannya makasih," ujar Nadhira, yang kini sedang berbagi roti bakar kepada dua temannya. "Hmm, enak banget, Ra, emang nggak salah pilih lo," Ujar Naya, terkekeh melihat ekspresi gadis itu yang sedang cemberut. "Bagi sedikit dong," Ujar Ranya yang masih berharap dapat mencicipi roti bakar pesanannya. Ia terus memperhatikan ketiga temannya yang begitu lahap menikmati rotinya.

"Eh, masih usaha ternyata!" Ujar Raya, menyadari kue kukusnya yang tersisa satu sudah berada ditangan gadis itu. Ia dengan cepat merebutnya kembali. Tidak akan ada yang boleh mengambil makanannya yang sudah ia siapkan untuk istirahat kedua, nanti.

"Ranya.." Nadhira tersenyum puas ketika menunjukan ponselnya yang sedang mendial nomor Raihan, membuat gadis dihadapannya membelalak, "Oke-oke, matiin, rileks, hehe.." Ujar Ranya menenangkan temannya, padahal saat ini dirinya yang butuh ditenangkan. Ketiga temannya tertawa terbahak bahak, Nadhira dengan sukarela mematikan teleponnya. Tindakannya hanya untuk sekedar menakut-nakuti gadis itu.

"Nyebelin kamu, ah!" ujarnya, "Nah, itu udah bell, yuk," lanjut gadis itu, sambil memeriksa seragamnya, apakah sudah rapih atau belum. Ketiga temannya pun mengikuti. "Mapel apa, setelah ini?" Tanya Naya, dari mereka ber-empat, memang hanya Naya yang ketika diajak ngobrol, ia akan nyambung dengan siapapun.

"Biologi," jawab Ranya, yang sudah merasa malas. Padahal belum jamnya mengantuk. Masih cukup pagi untuk melanjutkan hari. "Aku nggak ikut ya, dah," ujar gadis itu, langsung lari, mencegah temannya menahannya.

"Ranya, gue aduin Raihan lo!" seru Nadhira yang mulai kesal dengan tingkah gadis itu. Meski baru kelas 1 SMA, bukan berarti mereka sebebas itu dengan sekolah dan nilai. Walau ia tau gadis itu cukup pintar.

FriendzoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang