Prolog

298 14 24
                                    

•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••

    "Arbiii, main dokter-dokteran, yuk?"

    "Emang kamu punya mainannya, Ra?" Arbi yang sedang bermain mobil-mobilan menghentikan aktivitasnya.

   "Enggak punya. Pakai alat pura-pura aja." Anak perempuan berambut panjang dengan pipi tembam itu—Rara—mendorong pelan Arbi agar tiduran di sofa. "Aku dokternya. Kamu pasiennya, ya, oke?"

   Arbi menurut, membiarkan Rara mengecek detak jantungnya dengan telinga, membiarkan Rara menyenteri mulutnya dengan senter mainan sampai senter itu hampir tertelan jika Arbi tidak cepat mengatupkan mulut.

   Rara nyengir tak berdosa. Anak itu memberi Arbi obat-obatan—obat pura-pura yang dibuat dengan gumpalan kertas berwarna. Sampai entah bagaimana bisa, tiba-tiba Rara telah membawa gunting. "Arbi sunat dulu, ya," katanya berakting.

    "Eh. Kata Mama aku udah sunat waktu bayi, Ra."

   "Ah, masa, sih? Bohong, nih."

   "Iya beneran. Di rumah sakit."

   "Ya udah. Sekali lagi, ya."

    Dan entah bagaimana kejadiannya, Arbi memekik keras, menangis, meraung—ketika ujung gunting yang dipegang Rara benar-benar menyakiti bagian tersensitifnya.

   "Mamaaa, Papaaa. Rara nakal!"

----Sunat Senat----

Sunat SenatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang