1. Surakarta

352 13 13
                                    

•

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Setiap anak yang lahir digiring oleh takdir. Mereka tidak bisa memilih; lahir menjadi apa, dari rahim siapa. Semua tercatat dalam perjanjian, tertulis di lauhulmahfuz sebelum menjadi roh."

•••

    Surakarta, sebuah kota besar di Provinsi Jawa Tengah di mana arti nama Sura adalah keberanian dan Karta adalah sempurna atau penuh. Kota ini lebih dikenal dengan nama "Solo" atau "Sala" yang merupakan nama desa tempat Sultan Pakubuwana II mendirikan istana baru setelah terjadinya perang suksesi Mataram di Kartasura. Nama "Surakarta" sekarang dipakai sebagai nama administrasi yang mulai dipakai ketika Kasunanan didirikan sebagai kelanjutan monarki Kartasura.

    Dulu, saat masih sekolah dasar, Rara pernah pergi ke sana. Waktu itu usianya sebelas tahun. Bersama Sugeng—kakeknya, Bu Ning, dan suami Bu Ning, Rara pergi ke Surakarta untuk mewakili Temanggung dalam lomba melukis LCSP atau Lomba Cipta Seni Pelajar tingkat Provinsi Jawa Tengah yang diselenggarakan di Hotel Best Western Solo Baru.

    Itu pertama kalinya Rara ke Surakarta, lebih tepatnya Solo Baru dan menginap di hotel bersama teman-teman barunya. Ada Ratih anak Boyolali yang mengikuti lomba melukis mewakili kabupatennya dan Sekar anak Tegal yang mewakili Tegal dalam lomba baca puisi.

    Rasanya sangat cepat. Rara tidak sempat menanyakan lebih jauh selain nama dan tempat tinggal mereka karena LCSP berlangsung kilat.

    Pukul delapan pagi Rara berangkat dari Temanggung ke Solo Baru yang merupakan kota satelit penunjang Surakarta. Sebelum benar-benar berangkat, Rara mengikuti pembinaan di kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Temanggung yang terletak di Jalan Pahlawan No.100, kendalsari, Purworejo, Kecamatan Temanggung bersama anak-anak lain yang hendak berangkat ke Solo dan Semarang—tempat lain pelaksanaan LCSP selain Solo Baru.

    Dikarenakan kemacetan dan linglungnya suami Bu Ning—guru pembina Rara saat lomba—keempatnya harus menghabiskan banyak waktu di jalan karena sempat tersesat sampai memutar arah berkali-kali. Keempatnya tiba di hotel pukul dua siang. Rara benar-benar tidak punya banyak waktu karena setelah daftar ulang, cek in, berberes, dan makan siang, malamnya dia langsung melaksanakan lomba yang dibuat menjadi dua sesi. Sesi pertama sekitar satu setengah jam setelah maghrib dan sesi kedua pada pagi hari pukul tujuh dengan durasi waktu melukis sama seperti malamnya.

   Semua berjalan singkat. Rara juga harus melukis kilat ketika hanya diberi waktu tiga jam keseluruhan untuk menghasilkan lukisan terbaiknya kala itu. Namun, bagi Rara semua sangat memorable. Perjuangannya di Solo Baru adalah perlombaan yang paling membanggakan baginya sejak masih TK. Karena di sana, di hadapan orang-orang dari berbagai kabupaten dalam ballroom hotel, Rara bisa membawa piala kejuaaran. Meski hanya juara tiga, itu adalah hal yang luar biasa karena Rara bisa membanggakan Widodo—guru lukisnya, guru SD-nya, kepala Dinas Pendidikan Temanggung serta para staf, bahkan Bupati Temanggung dan kakek-neneknya yang selalu mendukung Rara melukis sejak kecil. Selain mereka, Rara juga bisa membuktikan pada ayah dan ibunya kalau dia bisa berprestasi, bukan hanya seorang anak penyakitan yang sejak kecil sering mengonsumsi obat-obatan.

Sunat SenatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang