Hanya Mimpi

181 28 7
                                    

"Hahhh... akhirnya... aku memiliki ruanganku sendiri." Kuhempaskan tubuhku di atas ranjang yang empuk, seraya menutupi cahaya lampu terang dengan telapak tangan.

"Mulai sekarang. Aku akan hidup bebas. Tidak ada Taeyong, tidak ada Taeyong.. huwaaaa."

Badanku berguling kekanan dan kekiri lalu berhenti sambil menendang-nendang angin bahagia. Akhirnya aku bebas! Akhirnya aku mendapatkan hal yang aku inginkan!

Sampai sampai aku melupakan sebuah fakta..

Tok.. tok.. tok..

Tubuhku membeku begitu mendengar suara ketukan pintu di luar kamar baruku.

Ini jam sebelas malam. Apa mungkin ada yang datang? Ah tidak mungkin! Kututupi telingaku, mengingat adegan-adegan seram yang melintas dibenakku.

Tok.. tok.. tok..

"Ten.."

Itu adalah suara Taeyong Benar itu adalah suaranya. Tapi untuk apa malam-malam datang kesini?

Dalam hati aku bertanya tanya, namun kutepis semua rasa takutku. Memilih menuruni kaki ranjang pelan pelan berjalan membuka pintu.

Begitu pintu terbuka, tidak ada siapa pun disana. Tubuhku mulai meremang. "H-hyeong! Ini tidak lucu! Cepat keluar!"

Kekehan kecil samar samar terdengar di telingaku, aku sudah yakin ini pasti Taeyong. Tidak salah lagi. Aku menoleh ke kanan kiri mencari keberadaan yang memungkinkan menjadi tempat hyung ku bersembunyi.

Sumringah terpatri diwajahku, begitu menangkap punggung seorang pria yang memasuki ruang makan. Tak tinggal diam aku pun mengikutinya dari belakang. Menyembulkan tubuhku dari dinding.

"Tertangkap kau hyu–.. aaah!!"

Bukan, bukan Taeyong yang ada di depanku. Tubuhku kudorong menjauh dari pria tinggi menjulang dengan wajah yang penuh dengan sayatan. Aku kenal pria itu! Dia jahat!

"Hiks.. hiks.. hiks.. kumohon jangan sakiti aku.."

Pria itu mendekat, dengan alat bedah ditangannya. Kenapa.. kenapa dia datang lagi.. bukankah polisi sudah menangani khasusnya. Polisi pembohong! Mereka ingkar janji tidak akan melepaskan penjahat berantai sepertinya.

"Jangan!"

"TEN!!"

"Jangan! Pergi! Pergi!!"

"Ten!! Yatuhan nak.. kamu ini kenapa? Kenapa berteriak seperti itu?"

Mataku mengerjap cepat menangkap bayangan Eomma, Appa dan hyung yang menatapku aneh. Ada apa dengan tatapan aneh mereka.

"Tadi aku mendengar suara Taeyong hyung. Lalu lalu.. melihatnya ke sana, a-aku mengikutinya. Karena kupikir hyung ternyata... hiks.. hiks Eomma.." Kupeluk tubuh Eomma di depanku, menangis sejadi jadinya disana. Tangan lembut Eomma seakan peka akan kondisi anaknya pun tidak bisa tinggal diam menepuk punggungku pelan, sambil membisikkan kata penenang.

Setelah merasa baikan, kulonggarkan pelukanku lalu melihat Eomma yang kusayangi. Tangan lembutnya yang tadinya menenangkanku mulai beranjak mengusap pipiku.

"Ten-ie pasti sedang berhalusinasi, karena banyak pikiran. Sudah jangan dipikirkan lagi. Ayo sana pergi tidur."

Aku mengangguk, lalu bangkit dari dudukku. Mengikuti kemana semuanya bubar. Tapi hatiku masih tidak tenang. Kulihat punggung Taeyong mulai menjauh, sebenarnya aku ingin ditemani olehnya. Tapi, mengingat aku sendiri yang bilang secara ketus tidak mau satu kamar dengannya, membuatku mengurungkan niat hatiku.

Kurebahkan lagi tubuhku, beban memori yang barusan terjadi masih mengguncangku. Aku harap siapa pun datang temani aku...

















Love & Hate RevolutionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang