1 - Riana

60 4 0
                                    



Selamat Membaca!

Ivander mengerjap-ngerjapkan kedua matanya perlahan saat sinar matahari menelisik masuk melalui celah jendela, mengganggunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ivander mengerjap-ngerjapkan kedua matanya perlahan saat sinar matahari menelisik masuk melalui celah jendela, mengganggunya. Sepertinya ia sudah berada di surga, begitulah pikirnya saat ia membuka matanya lebar-lebar dan mendapati sosok perempuan bertubuh indah yang tengah berdiri memunggunginya. Apakah itu bidadari yang ditakdirkan untuknya? Sungguh sebuah akhir yang memuaskan ia benar-benar berada di surga. Jika mengingat kembali dua puluh empat tahun hidupnya yang dihabiskannya di dunia hanyalah mengabdi setia pada kerajaan, maka sudah sepantasnya ia berada di sana.

"Kau sudah bangun?" tanya Riana saat berbalik dan menemukan Ivander tengah berusaha bangkit memposisikan dirinya untuk bersandar sempurna  di papan ranjang.

Ivander menoleh dengan keterkejutannya, manik biru gelapnya itu menatap Riana dengan saksama dari atas pangkal rambut hingga ujung kaki. Tatapannya tidak lepas, bagaimana mungkin ia bisa mengalihkan perhatian dari sosok gadis cantik yang sedang berjalan mendekatinya? Rambut merah yang sedikit berkibar ke belakang dengan langkah yang terasa lambat itu benar-benar mencuri perhatiannya.

"Apa keadaanmu sudah membaik?"

Ivander kembali terperangah, matanya terpaku tidak berkedip. "Apakah bidadari bisa berbicara?" Tanyanya dalam pikiran.

"Apa kau baik-baik saja?" tanya Riana beberapa kali—yang sejak tadi tidak mendapatkan jawaban dari Ivander. Merasa diabaikan, ia merasa sedikit kesal dan langsung menyentuh dahi Ivander untuk memastikan sendiri suhu tubuhnya, apakah sudah menurun atau malah sebaliknya.

Tak! Belum sempat tangan Riana menyentuh dahi, Ivander sudah menepisnya terlebih dahulu. Ia sudah tersadar dari keterpesonaan pada perempuan di hadapannya, tetapi tak lama dari itu rasa nyeri datang menjalar di seluruh tubuhnya, sangat menyakitkan! "Aargh!!" Ternyata ia masih hidup tapi siapakah perempuan itu?

"Kau tidak apa-apa?" tanya Riana cemas saat melihat Ivander meringis kesakitan.

Tak! Lagi-lagi Ivander menepis tangan Riana yang hendak menyentuhnya, manik biru gelap itu menatap Riana dengan tajam. "Siapa kau?"

"Ri-Riana... Namaku Riana," jawab Riana sedikit terbata, tatapan tajam itu membuatnya gugup. "Sekarang kau sedang berada di rumahku, semalam aku menemukanmu tergeletak di jalan," lanjutnya menjelaskan kejadian yang sebenarnya. Riana tertunduk, merasa gentar dengan tatapan Ivander yang tampak seolah akan menerkamnya.

"Ma-maaf, aku telah membawamu ke rumahku." Ucap Riana di tengah keheningan yang sedikit mencekam, ia masih tertunduk dan Ivander masih melayangkan tatapan tajam padanya.

Meskipun Ivander menatapnya tidak suka, ia cukup terkejut dengan permintaan maaf Riana yang tiba-tiba. Bagaimana bisa seseorang meminta maaf atas pertolongan yang diberikannya? Ivander yang masih menatap wajah Riana, kini memperhatikannya dengan saksama dari pangkal rambut hingga ujung kaki. Bola mata berwarna hijau emerald tampak bersembunyi di balik kelopak, rambut lurus panjang berwarna merah yang menjuntai indah, dan tubuh kecil yang ramping begitu mempesona. Tak heran jika ia mengira dirinya sudah mati karena melihat bidadari di hadapannya.

Waiting For Lover (Menanti Kekasih)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang