dua

1K 86 6
                                    

.

15.43

ini sore. dan sialnya, gue masih harus berperang melawan materi-materi yang nggak kalah menjengkelkannya dengan pelajaran sekolah.

kursus ipa yang gue juga nggak ngerti maksud dan tujuannya apa.

selasa sore. hari dimana gue nggak bisa males-malesan ditemani puluhan kaset korea dan permen kapas.

cicitan bu jihan di depan kelas juga nggak mempengaruhi mood gue sore ini. kalo tambah buruk, iya.

bosan, gue memutuskan untuk tidur. buku tebal dengan botol minum yang menjadi penutupnya.

congrats, ra. lo jenius.

izinkan gue untuk menceritakan mimpi apa yang gue rasakan saat ini. sebuah kotak dengan dua label di kedua sisinya. biru dan merah.

pada bagian tengahnya, kedua warna itu bercampur menjadi satu, menghasilkan hijau toska, warna yang cocok untuk bahan galau-galauan.

saat semuanya hampir berjalan sempurna, sebuah dentuman yang cukup keras menghantam kotak itu. membuat sebuah suara gaduh yang mengganggu konsentrasi gue dalam berimajinasi 'warna galau'.

brak!

dan untuk kalian yang menjawab suara itu berasal dari guru kelas gue saat ini, selamat! piring cantik akan segera sampai ke rumah anda!

"tidurnya nikmat?" tanya bu jihan, refleks membuat kepala gue terangkat. "mimpi apa barusan?"

masih dengan tampang sepet, gue asal mengangguk, nggak ngerti apa yang harus dijelasin.

"soal di depan jawabannya apa, ya?" sambung wanita itu kemudian, bahkan tatapannya lebih serem daripada si fisikawan jenius arthajaya, pak fredi.

dan parahnya, satu kelas ikut-ikut menatap gue dengan raut muka penasaran. kaco, 'kan.

"ooh, masih belum paham?"

tanpa persetujuan dari otak kanan maupun kiri, badan gue bergerak semaunya. kini sudah berdiri dari bangku, bersiap berjalan ke depan papan tulis. pencitraan.

sesampainya di depan papan tulis, atau kronologisnya, bertepatan dengan pintu kelas yang menganga selebar goa belanda,

disitulah gue ikutan menganga.

.

oh.

oh sehun.

skak mat.

mati kutu.

mati kebo.

.

doi ada di ambang pintu, dengan jari telunjuk yang dia letakkan di depan mulut, mengisyaratkan gue untuk diam. wajahnya kini mengalahkan ekspresi kodok kecebur got. melas, juga pout yang nempel abstrak.

untung ganteng.

nggak mau keliatan aneh, akhirnya gue milih untuk stuck di depan papan tulis, tanpa berpikir atau bahkan menuliskan sesuatu disana.

kaget, bingung, tercengang, heran, penasaran, sampe akhirnya nggak bisa mikir apa-apa. terlalu banyak kejadian yang terjadi akhir-akhir ini. hayati capek.

"mana, katanya bisa?" sebuah suara di belakang gue menyayat tajam bak pisau daging yang baru diasah. singkat, tapi berhasil membuat gue mendarat.

nggak ada badai atau angin, tapi kuping gue mampu menangkap sebuah bisikan kecil. arahnya 90 derajat dari arah gue berdiri sekarang. pintu.

tempat doi berdiri.

he told me, "enam dua," dengan suara yang dukun pun nggak akan sanggup dengarnya.

gue memperhatikan gerak bibirnya, dan akhirnya menuliskan angka itu ke papan tulis. dan hebatnya, tanpa cara.

"kamu bisa nemu jawaban dari mana?" panggil bu jihan, "caranya aja nggak dijelasin."

gue terdiam sebentar, "saya... masih belum paham caranya, tapi u-udah ngerti, bu."

saipul jamil pun tau, gue buta fisika.

tapi jago nyari alasan, hehe.

"kamu boleh duduk," sambung bu jihan sambil membenarkan kerudungnya.

gue tersenyum sekilas ke arah pintu, silakan tuduh saya sebagai orang gila yang baru kabur dari rumah sakit jiwa, atau sebagainya.

khayalan gue dangkal, kok: disenyumin balik sama doi.

kata dangkal dalam konteks tersebut harusnya diganti dengan antonimnya.

harapan gue tentang replied smile ternyata hancur lebur berantakan, saat mengetahui sebuah tangan kecil merangkul lengan ivan. itu ra, alias shakira, alias si manekin hidup, alias pacarnya arlivan hertianto.

sekarang, coba tebak seburuk apa ekspresi gue.

.

kodok got, dasar.

::::

cotton candyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang