Katanya dunia itu sulit untuk di taklukan apakah benar?
----
Suara riuh kicauan burung terdengar saling berirama. Anak - anak kecil yang selesai menikmati libur weekend-nya kali ini harus bertarung lagi dengan rumus - rumus matematika yang sulit di pahami. Ah.. ternyata bukan hanya anak kecil saja yang merasakan hal itu melainkan anak - anak kompleks lainnya yang sedang menempuh pendidikan pun sering mengeluh karena matematika. Ada sebagian dari mereka yang sudah siap menyambut hari Senin pada saat ini, namun ada sebagian juga dari mereka yang masih belum puas merasakan hari Minggu yang bergerak terlalu cepat.
Bukan Arsena namanya kalau tidak menyambut udara pagi terlebih dahulu. Matanya yang masih sayup itu seakan mampu mencium aroma nasi goreng dari arah dapur. Bibirnya tersenyum lebar bersyukur kepada Sang Pencipta yang sudah memberikan dia umur yang panjang. Sebelum menuju ke kamar mandi Arsena terlebih dahulu membuka jendela kamarnya yang menghadap tepat ke arah Timur. Nuansa pagi yang indah seakan mampu menyingkirkan sejenak masalah yang akan di hadapi oleh dirinya nanti.
Tidak suatu hal yang sulit di tebak bagi gadis yang sedang beridiri di depan jendela seolah ingin menaklukan dunia. Dia sudah tau bagaimana nanti hari - harinya yang harus ia lewati selama hampir selama sembilan jam di sekolah. Dia menghembuskan perlahan nafasnya kemudian menukar dengan udara baru yang lebih segar dari sebelumnya. Aroma khas embun yang mampu membangkitkan gairahnya agar lebih bersemangat untuk menjalani hari - harinya.
"ARSENA KAK TEO SUDAH SELESAI MANDI SAYANG, GILIRAN KAMU.." Senyumnya kembali terukir lebar.
Hanya suara bundanya yang mampu membuat gadis itu semakin bersemangat untuk mandi. Lantas dia mengambil pakaian yang sudah ia siapkan sebelumnya lengkap dengan alat mandinya. Ia keluar dari kamarnya dan menemukan Dimas yang sedang membantu bundanya menyiapkan sarapan. Sejak delapan tahun yang lalu Gemini atau bunda Arsena merawat Dimas yang notabennya anak dari tetangga rumahnya. Sejak delapan tahun yang lalu juga rumah Arsena yang bersebelahan persis dengan rumah Dimas faktanya ia selalu mendengarkan percekcokan rumah tangga bak debat presiden yang merebutkan kursi kekuasaan. Hal itulah yang terkadang mampu menyayat hati keluarga Arsena sendiri. Hingga pada akhirnya mereka memilih untuk berpisah dan sang ayah karena merasa tidak bisa berkerja di luar kota dengan mengajak Dimas sang anak, maka dari itu keputusan terberat pun terucap yaitu menitipkan Dimas kecil kepada bunda Arsena.
Saat itu saat dimana Arsena, Teo dan juga Dimas pulang sekolah bersama mereka melihat dari ambang pintu sebuah percakapan yang serius antara bunda Arsena dengan ayah Dimas. Tidak ada perasaan aneh yang menyelimuti ketiga anak itu apalagi mereka masih terlalu kecil untuk mengerti hal ini. Namun perasaan itu tak bertahan lama sebab ayah Dimas yang sudah beranjak pergi dengan menarik satu koper yang besar dan juga tas punggung seolah mengisyaratkan akan pindah rumah.
Arsena menepuk punggung Dimas. "Kak Dimas mau kemana?" Ujarnya mengenakan bahasa isyarat.
"Kok ayah bawa koper ya? t-tapi Dimas ngga di kasih tau ayah kalau mau pergi" Sahut Dimas secara polos.
Langkah Ayah Dimas seakan merasakan sebuah beban yang begitu berat entah apapun itu yang jelas Arsena hanya berdiri dan melihat kejadian ini. Ayah Dimas berjalan mendekat ke tubuh sang anak, hanya ada jarak lima jengkal yang memisah diantara kedua pihak itu.
"Kita mau pergi ya yah?" Tanya Dimas kecil yang langsung spontan meraih tangan ayahnya.
Ayah Dimas bersimpuh di hadapan anaknya, menatap dalam - dalam kedua netra sang anak. hingga sebuah ucapan yang menggores hati terucap. "Maafin ayah.. Ayah sudah gagal menjadi ayah yang baik buat kamu" Pria itu lalu memeluk tubuh Dimas kecil.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARSENA
Подростковая литература"Jika Hanya Mengisahkan Banyak Luka, Lalu Untuk Apa Dihadirkan Di Dunia? " Tentang Arsena Larasati seorang gadis yang memiliki perbedaan dengan orang lain dengan kata lain Arsena jauh dari kata sempurna. Iya Arsena bisu. Di hidup Arsena hanya ada s...