Part 2

2 1 0
                                    

Sebelum baca Follow author  dulu yaa guys..

Happy Reading

jangan lupa vote dan komen

_

TIGA bulan berlalu sejak Bang Aro meninggalkan rumahnya. Artinya, dalam beberapa bulan lagi Ayya akan lulus dari tempat ini, tempat yang mempertemukan mereka. Selama tiga bulan itu pula, Bang Aro tidak pernah pulang walau hanya untuk sekadar bertegur sapa. Padahal selama tiga bulan ini, beberapa teman seangkatan Bang Aro pulang untuk menjenguk keluarganya.

Gadis itu berulang kali bertanya pada diri sendiri, apa dia tidak akan melihat Bang Aro lagi sebelum hari kelulusannya? Apa seperti ini akhir dari cerita cinta pertamanya? Ditinggalkan saat sedang sayang-sayangnya?

Apa Bang Aro sesibuk itu? Sampai tidak memberi kabar ke keluarganya. Jangankan untuk pulang, bahkan menelepon Ratna pun tidak. Ayya hanya bisa mendesah lemah sambil membatin. Dia bukan siapa-siapa bagi Aro, apa yang bisa Ayya harapkan? Dia terlalu percaya diri kalau Bang Aro juga memiliki rasa untuknya. Dia hanyalah sahabat dari adik Bang Aro, Ayya tidak pantas berharap lebih.

Kaki Ayya melangkah ke gedung aula di tengah sekolah. Pandangannya terpaku pada keramaian yang ada di sana. Beberapa ornamen tampak tergeletak di sekitar pintu, siap untuk dipasang.

"Apa Abi mau mengadakan acara?" gumamnya pada diri sendiri, berbalik untuk pergi ke arah lain. Abi adalah panggilan anak-anak asrama kepada ustaz—ayah Bang Aro dan Ratna.

Belum juga sempat dia berbalik, matanya menangkap Afi di kejauhan yang berlari ke arahnya sambil membawa selembar kertas, bentuknya seperti undangan. Afi belum sampai, sebuah tangan menyentuh bahunya dari belakang, membuat Ayya harus berbalik.

"Kak Ayya, dipanggil kepala sekolah."

Dahi Ayya mengernyit. "Kenapa?"

"Enggak tahu. Kak Ayya ke sana aja dulu."

Ayya mengangguk. Segera kakinya melangkah ke arah ruangan kepala sekolah setelah melambaikan tangan ke arah Afi dan berteriak, "Nanti, ya, Fi. Aku dipanggil kepala sekolah." Dia tidak memedulikan teriakan Afi yang berkali-kali memanggilnya.

Sesampainya di ruangan kepala sekolah, Ayya mengetuk pintu lalu masuk ke dalam setelah mendapatkan izin. "Bapak memanggil saya?"

Beliau mengangguk yang membuat Ayya bergerak mendekat ke arah meja kepala sekolahnya. "Ada apa, Pak?"

"Besok, di asrama akan ada acara. Abi Ndalem yang bikin acara. Apa kamu bisa mengisi untuk menghibur tamu undangan Abi?"

Sekolah ini dipimpin langsung oleh putra pertama Abi yaitu Gus Faris—abangnya Bang Aro. Meski sekolah dipimpin anaknya, Abi masih memegang penuh kendali asrama, karena itu, menolak permintaan seperti ini merupakan hal yang sangat tidak mungkin untuk Ayya. Abi sudah dianggapnya seperti ayahnya sendiri.

Lagi pula, permintaan menghibur tamu seperti ini bukan yang pertama kalinya untuk Ayya. Setiap tiga bulan sekali, Ayya terbiasa menyanyikan lagu-lagu islami yang daftarnya sudah disiapkan oleh Abi.

"Insya allah bisa, Pak. Daftar lagunya bisa saya ambil di siapa?"

"Untuk acara besok, kamu bebas menyanyikan lagu apa saja, asal sopan."

Dahi Ayya mengernyit. Selama dua tahun Ayya bersekolah di sini, sudah ada tiga acara pertemuan yang melibatkannya sebagai penyanyi, tapi ini pertama kalinya tidak ada daftar lagu. Sekarang Ayya bingung harus menyanyikan apa untuk acara besok.

MubramkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang