Langit menampakan rembulan yang membulat sempurna malam ini, cahayanya seolah menghantarkan setitik harapan bagi anak-anak putus asa.
Samar-samar angin malam berhasil menusuk tulang ringkih si anak laki-laki yang hidup belasan tahun dalam neraka bernama rumah.
Anak itu meringkuk di lantai dingin kamarnya, "Tuhan... Bukankah ini terlalu menyakitkan?" keluhnya dalam hati yang bergetar hebat.
Irisnya tak luput dari rembulan melalui jendela kamar yang terbuka, tirai tipis berwarna gading tersibak karena tertiup angin.
Jake menangis tanpa suara. Ia menangisi hidupnya juga hidup adik-adiknya.
Ia tak apa jika hanya dirinya yang menanggung rasa sakit dan segala cacian orang-orang, ia tak apa, sungguh. Asal jangan adik-adiknya.
Kaos putihnya lusuh akibat bekas kopi panas yang di siramkan ke tubuhnya, tangan dan kakinya menyimpan banyak sekali luka. Saksi dari betapa kejamnya dunia padanya.
"Bunda, orang kuat itu ngga ada."
cklek~
"Kakak? Jungwon bawakan makanan untuk kakak."
Telapak kaki mungil berjalan mendekatinya, kemudian anak laki-laki berwajah seperti kelinci itu meletakan satu piring berisi nasi dan telur dadar yang tak lagi hangat ke atas nakas.
Manik Jungwon berkaca-kaca kala di tengoknya ke adaan sang kakak yang kembali terluka seperti malam-malam sebelumnya.
Ya Tuhan, bukankah ini terlalu kejam untuk anak-anak seperti mereka? Bisakah engkau memberi mereka sepercik ke bahagiaan? Bahkan untuk orang dewasa hidup mereka terlalu berat untuk di jalani.
"Jungwon tidur dengan kakak ya malam ini?" dirinya ikut meringkuk di depan Jake.
Anak berusia 12 tahun itu menggigit bibir bawahnya, menahan tangis.
Sementara itu Jake tak bersuara, ia hanya terpejam menahan rasa sakit yang perlahan namun pasti menggerogoti tubuhnya, mengikis setiap dinding kekuatan yang ia bangun untuk bertahan lebih lama.
"Kakak pasti lelah, kan?" Jungwon bertanya pelan, telapak tangannya membelai lembut pipi tirus Jake.
Jungwon tau persis kakaknya ini juga butuh sedikit perhatian. Maka Jungwon akan memberikan segala perhatian itu untuk sang kakak juga sang adik bungsu.
Bersama dengan itu pintu kamar kembali terbuka, menampilkan satu anak laki-laki dengan baju tidur kebesaran.
Si bungsu ikut meringkuk di tengah-tengah kedua kakaknya, lalu tersiak.
"Niki di marahi nenek lagi." adunya dengan tangis yang tersedu.
Mereka saling mengadu dalam hati, saling merengkuh di kamar minim pencahayaan ini, saling menguatkan. Karena mereka tak memiliki siapapun yang mampu memayungi mereka dari derasnya hujan.
Mereka hanya memiliki satu sama lain.
"Kalau kakak lelah, kakak istirahat ya? Jangan pergi, bertahan untuk Jungwon dan Niki ya, kak?" pinta Jungwon penuh harap.
Niki mempererat pelukan mereka, "Kalau kakak udah kerja, kita jadi pindah kan, kak? Niki ngga mau tinggal di sini, semuanya jahat."
Ingin menyerah pun Jake tak kuasa karena permintaan adik-adiknya. Ia sadar betul ia adalah anak pertama, tugasnya adalah membebaskan adik-adiknya.
Ia harus membawa mereka ke hari di mana tak ada lagi air mata kesedihan, hari-hari di mana mereka bisa tertawa tanpa beban, tanpa memikirkan hari esok harus makan apa, tanpa memikirkan berapa jumlah cambukan yang harus mereka dapatkan jika terlambat bangun.
Lagi, Jake harus bertahan.
bersambung...HUHUHU, gimana menurut kalian? feelnya dapet ngga?
Hope you all like it!
- Ale.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eglantine ; SungJake
FanfictionKata Sunghoon, Jake itu serupa dengan bunga Eglantine yang memiliki arti "Aku terluka untuk sembuh." Namun apakah Sunghoon tau kalau semua yang terluka belum tentu akan sembuh? Apakah Sunghoon tau kalau semua luka yang tertoreh bekasnya belum tentu...