tak apa jika kamu marah

355 51 7
                                    

Pada hakikatnya manusia itu memiliki rasa, perasaan untuk senang, sedih, bahagia, takut dan juga marah. Itu manusiawi.

Lalu perasaan mana yang harus anak usia 8 tahun itu rasakan? Apakah senang karena mendapat teman baru di sekolahnya? Takut karena tidak dapat menjawab pertanyaan dari guru?

Jake Sim, anak itu masih berusia 8 tahun. Kini ia sedang terduduk seorang diri di bangku kantin sekolah. Awalnya anak kecil berwajah manis itu merasa biasa saja.

Namun ia mulai merasa terganggu ketika ada satu anak perempuan dengan pita merah muda duduk di sebelahnya. Kim Yena, murid baru di kelasnya. Kemudian di susul dengan murid-murid lain yang duduk melingkarinya.

"Hai, makan apa tu?" tanya anak perempuan itu. Tangan kecilnya menarik paksa kotak bekal yang Jake bawa, membukanya dengan semangat seolah kotak makan itu miliknya.

"Wahhh, apa kamu kenyang makan nasi goreng doang?? Ck, ck, ck." anak lain menyahuti dengan nada bicara mengejek.

"Coba dong lihat!"

"Ih aku juga mau lihat!"

"Apaan si?? Dia bawa apa emang??"

"Aku mau lihat dulu! Dia bawa makanan atau sampah? Hahaha!"

Kotak makan berwarna kuning dengan bentuk kucing itu menjadi rebutan anak-anak orang kaya yang begitu sombong. Jake sudah mewanti-wanti, takut kotak makan itu jatuh ke lantai.

"Bisa diam tidak?! Aku mau lihat duluan tau!"

BRAK!!

Benar, hal yang Jake wanti-wanti akhirnya terjadi. Kotak makannya jatuh ke lantai, nasi goreng buatan nenek yang pagi ini nenek berikan padanya secara suka rela kini tumpah tak bersisa.

Padahal... Jarang sekali ia dapat membawa bekal buatan nenek. Biasanya ia hanya akan membawa dua lembar roti tawar tanpa selai apapun.

"Bukan aku yang menjatuhkan."

"Kamu sih, aku bilang apa!"

"Kasihan si miskin jadi tak bisa makan siang."

Mata Jake memandang dengan nanar kotak bekalnya. Ada perasaan yang tak pernah muncul sebelumnya kini menggerogoti hingga ketenggorokkannya. Tangan mungilnya bergetar hebat menahan rasa tersebut agar tak lepas kendali.

"Hey, miskin. Ngga usah sedih itu kali, lagi pula itu hanya nasi goreng murahan. Ini ambil." Kim Yena melemparkan selembar uang pada Jake, kemudian ia dan teman-temannya beranjak pergi tanpa mengucapkan kata maaf.

"Jake, kamu itu laki-laki. Ngga boleh kasar dengan perempuan, ya? Karena laki-laki itu harus bisa melindungi perempuan."

"Tapi ayah... Kenapa sering pukul kepala bunda dulu?"

"Kamu belum cukup dewasa untuk tau alasannya."

Persetan.

Jake berlari, menarik surai hitam panjang milik Yena hingga anak perempuan itu terjatuh ke lantai.

"Gila ya kamu!!!" pekik anak lainnya.

Semua mata memandang Jake tak senang, menatapnya dengan padangan membenci. Tak apa, Jake sudah terbiasa dengan tatapan itu.

"Minta maaf." tukas Jake dengan tangan yang mengepal erat.

Namun justru yang ia dapatkan bukanlah kata maaf, melainkan tawa remeh dan cemoohan.

"Kalian, anak-anak yang hanya tau meminta uang, yang bisa dengan mudah mendapat makanan enak seharusnya bersyukur! Aku! Yang selalu kalian katai miskin! Susah untuk mendapat makan, dan makananku kalian jatuhkan seperti tadi!! Minta maaf!!!" teriak Jake. Perasaan yang ia tahan-tahan kini meledak juga.

Lagi, tak ada kata maaf.

Maka dengan begitu Jake menangis hingga tersenggal-senggal. Ia menarik kerah seragam anak-anak yang sering kali menghinanya, memukul wajah anak-anak itu dengan penuh emosi.

Ini kali pertama Jake merasakan perasaan itu. Amarah. 








Bersambung...

Eglantine ; SungJakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang