menarilah dan terus tertawa

166 21 2
                                    

Tepat tadi malam di depan manik kelamnya ia melihat sendiri bagaimana Jungwon mendapat tamparan keras di pipi kanannya. Anak itu tak melakukan kesalahan apapun, ia hanya ingin menikmati bagaimana rasa dari susu coklat hangat yang nenek buat. Namun sayangnya susu coklat itu untuk sepupunya.

Hatinya sakit.

Dirinya kerap kali merasakan tamparan atau bahkan pukulan yang kini rasanya sudah berteman akrab degan tubuhnya. Namun ia tetap merasakan sakit, bahkan jauh lebih sakit karena adiknya sendiri yang mendapat tamparan itu.

Hanya karena segelas susu coklat hangat.

"Jungwon, nanti pulang sekolah Kakak bawain susu coklat ya? Kamu suka yang hangat atau yang dingin?" tanyanya dengan manik yang bergetar.

Sementara itu yang lebih muda tersiak di dekapannya bersama usapan-usapan lembut pada surai legamnya.

"Salah ya, Kak, Jungwon minum susu coklat? Jungwon cuma mau sedikit aja kok..." ia mengadu pada si sulung, "Kenapa cuma Kak Jay yang boleh minum susu coklat? Kenapa kita nggak boleh?!" raungnya tak terima.

Jake menggeleng, "Nggak! Kamu nggak salah... Mereka yang salah, maafin Kakak ya? Kakak janji nanti Kakak bawain susu coklat buat kamu, buat Niki juga."

Pagi ini Jake kembali harus bersikap tegar di depan adiknya. Terlihat kuat agar adiknya tak merasakan apa yang saat ini ia rasakan. Maka dengan begitu Jake menepuk pundak adiknya singkat, tak lupa senyum manis yang ia tampilkan, "Sekarang kamu berangkat dulu ke sekolah, ya?" katanya dengan ibu jari yang ngehapus jejak air mata Jungwon.













E G L A N T I N E












Hari ini Jake putuskan untuk tidak masuk sekolah. Remaja itu lebih memilih sibuk mencuci tumpukan piring di salah satu rumah makan dekat sekolahnya. Jarum jam sudah menunjuk tepat pada angka 12, dimana seharusnya istirahat makan siang sudah berlangsung.

Melupakan sejenak ulangan Ekonomi yang berlangsung hari ini, Jake berusaha kembali fokus pada piring-piring kotor di depannya. Tangannya bergerak dengan cekatan membersihkan piring-piring tersebut tanpa mengeluh meski rasanya ia pegal setengah mati.

Tak ada pilihan lain. Pekerjaan paruh waktu ini adalah satu-satunya jalan untuk membeli susu coklat karena mendapat bayaran tepat jam kerja berakhir.

"Jake, jam kerja kamu sebentar lagi udah selesai. Habis istirahat kamu udah bisa ambil bayaran kamu."

Perempuan yang nampak lebih tua darinya menatapnya dengan senyum yang hangat kemudian mematikan keran air wastafel tempat Jake mencuci piring dan gelas kotor.

"Loh? Sedikit lagi selesai—"

"Istirahat aja, cuciannya biar yang lain lanjutin. Kamu istirahat aja." potong si perempuan cepat.

Untuk pertama kalinya Jake merasakan perasaan hangat selain dari Sunghoon. Dengan begitu, Jake mengangguk semangat kemudian melepas apron hitam yang ia kenakan dan berjalan keluar dari dapur.












E G L A N T I N E












Jake : Jungwon, susu coklatnya Kakak udah taro di atas meja kamu di kamar.
Jake : Kasih Niki satu ya, Kakak hari ini nggak bisa ke rumah Nenek.

Jungwon : MAKASIH KAK!!💗💗






Rasanya lega begitu ia mendapat balasan pesan dari adiknya. 2 kotak susu rasa coklay sudah Jake beli dan ia letakan di atas meja belajar Jungwon. Tidak apa-apa ia kelelahan asal adiknya merasa senang.

Susu coklat... Jake juga menyukainya.

Kini ia duduk di pinggir jembatan, entah mengapa sore ini sepi sekali. Jake menatap langit yang kini sudah berubah jingga. Indah, namun menyesakan.

Pernah sekali Jake mendengar lagu sendu. Kala itu di penghujung bulan Desember yang terus terguyur hujan. Di sebuah toko buku bekas yang sering ia kunjungi bersama Sunghoon hanya untuk membaca komik-komik usang.

Penggalan liriknya membuat anak itu keliru saat ini. Secara tiba-tiba, entah bagaimana, penggalan lirik itu seolah berbisik di telinganya.

"Menarilah dan terus tertawa,"

"Walau dunia tak seindah surga..."

Lalu... Seindah apa surga itu? Apakah ada kebebasan? Apakah tidak ada rasa lelah? Apakah tidak ada caci maki? Beri tau anak itu.

Kini maniknya turun pada sungai di bawah jembatan. Airnya jernih dan tenang, berbanding terbalik dengan cuaca yang kini mulai dingin dan tetes demi tetes hujan turun membasahi dirinya bersama tanah bumi. Menyambut rasa sakitnya.

Padahal hari ini Jake hanya merasa sedikit lelah. Iya, hanya sedikit lelah. Namun kenapa rasanya sakit sekali? Kenapa begitu sesak? Kepalanya ramai bukan main.

Hingga anak itu tak sadar bahwa ia mulai menangis bersama hujan yang menutupi air mata itu. Gemuruh seolah turut merayakan raungan anak itu.

"Walau dunia tak seindah surga..."

"Bersyukurlah pada yang Kuasa..."

Jake merasa... hal apa yang harus ia syukuri selama hidupnya?

Sunghoon : aku bawa bunga eglantine buat kamu.

Jingga sore itu menjadi saksi Jake yang menyerah atas hidupnya. Bagaimana anak itu melompat melewati pembatas jembatan dengan mudahnya. Bagaimana anak itu yang meraung putus asa atas semesta yang menyakitinya.















Bersambung...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Eglantine ; SungJakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang