Langit berwarna biru cerah terlihat sangat indah. Namun bagaimana dengan perasaan Jake yang membiru bersama lebam-lebam yang tak kunjung sembuh akibat di hantam oleh hasil yang selalu mengkhianati usahanya.
Jake selalu percaya bahwa manusia berbagi menjadi dua golongan. Yaitu, manusia yang terlahir untuk pintar dan manusia yang terlahir untuk belajar menjadi pintar. Dan Jake adalah golongan kedua, dimana ia harus belajar lebih keras lagi untuk pintar.
Remaja itu selalu berusaha. Seperti tadi malam, ia merelakan jam tidurnya untuk mempelajari materi Geografi untuk ulangan harian pada hari ini. Namun untuk yang kesekian kalinya usahanya tak memuaskan.
Remaja laki-laki dengan seragam putih itu mendengus, memukul kepalanya tanda bahwa ia kecewa dengan hasil yang di dapatkan.
"Kalau kaya gini gimana aku mau kerja yang enak? Gimana mau punya banyak uang buat Jungwon sama Niki??!" gumamnya seorang diri di depan pagar sekolah.
"Tempat biasa nggak?"
Sosok Sunghoon muncul dari belakang, menepuk pundak lemah sahabatnya. Begitu yang di tepuk menoleh, ia tersenyum lebar.
"Nilai ulangan Geografi kamu berapa?" tanya Jake tak menghiraukan pertanyaan Sunghoon.
Sedangkan Sunghoon yang mendapatkan pertanyaan justru menggaruk tengkuknya, "25, hehe." jawabanya di sertai cengiran lebar seolah ia tak ambil pusing dengan nilai jauh di bawah rata-rata yang ia dapatkan, "Udahlah! Nilai itu nggak ngejamin kamu jadi presiden atau nggak di masa depan, nilai cuma angka!"
Jake mendengus, "Dih!—"
"Shut! Nih, kalau nggak ada orang bodoh kaya kita orang-orang pinter nggak akan ada apa-apanya, Jake."
"Harus banget kamu highlight bagian 'orang bodoh kaya kita' ya, Hoon?"
"Bawel, kamu mau liat sunset nggak? Udah lama kita nggak ke sana."
Baru saja keduanya hendak melangkah untuk meninggalkan area sekolah, sosok wanita cantik dengan polesan riasan yang apik muncul di hadapan keduanya bersama satu pria di sebelahnya.
Wanita itu tersenyum lembut menatap Jake, namun Jake tak pernah siap untuk menyambut senyum itu dengan hangat, atau bahkan sekedar menatap wanita itu. Jake tak pernah siap dengan biru yang terus menyambutnya tanpa ia harapkan. Biru terus memeluknya erat, tak membiarkan anak itu bernafas dengan bebas.
"Jake, anak Bunda."
E G L A N T I N E
Dulu Jake sering berkhayal bagaimana ia duduk di meja makan bersama adik-adiknya dan Bunda. Duduk menikmati makan siang bersama. Ia pikir rasanya akan sangat menyenangkan. Dulu, ia berfikir seperti itu.
Namun ternyata ia keliru. Rasanya sungguh memuakan. Ia lebih baik makan seorang diri di dalam kamarnya saat matahari mulai terlelap.
"Bunda, Niki mau pakai sayur itu!"
"Iya, sayang. Makan yang banyak ya." Bundanya meletakan sayuran yang si bungsu pinta ke dalam piring anak itu, kemudian mengusak surainya, "Jungwon, mau sayur juga, Nak? Atau ayam? Bunda ambilin ya?"
Jungwon mengangguk semangat. Anak laki-laki itu tersenyum lebar, siap melahap masakan Bundanya.
Sedangkan si sulung sama sekali tak kuasa. Ia hanya menundukan kepalanya. Merasa asing dengan situasi seperti saat ini. Ia tak terbiasa duduk di kursi meja makan dengan suasana yang hangat, ia tak terbiasa di perlakuan sebaik ini. Rasa hangat ini justru mencekiknya, membuatnya kesulitan bernafas.
Anak itu terbiasa dengan rasa sakit.
"Kakak kok nggak makan?"
Suara berat pria yang duduk di hadapannya mengalihkan fokus semua yang berada di ruang makan, menatap piringnya yang masih bersih.
Kakak? Pria itu memanggilnya Kakak. Panggilan yang selalu ia harap dapat ia dengar dari sang Ayah atau Bunda. Namun justru pria asing itu yang memanggilnya dengan panggilan itu.
Tak ada jawaban, Jake meremas celana sekolahnya erat. Ia ingin pulang, ingin pergi dengan Sunghoon, berlarian dengan bebas tanpa rasa sakit seperti saat ini.
"Niki suka makan rame-rame kaya gini, Bunda. Kalau di rumah nenek, Niki nggak bisa makan dada ayam."
Mendengar itu Jake mengangkat kepalanya, menatap kedua adiknya yang terlihat begitu menikmati acara makan siang ini. Dadanya bagai di hantam, hatinya seperti teriris. Setidaknya ia harus bertahan hari ini agar adik-adiknya dapat merasakan bagaimana rasanya makan siang bersama Bunda, bagaimana rasanya surai yang di usap lembut oleh Bunda, bagaimana rasanya makan masakan Bunda yang dulu... juga ia ingin rasakan.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Eglantine ; SungJake
FanfictionKata Sunghoon, Jake itu serupa dengan bunga Eglantine yang memiliki arti "Aku terluka untuk sembuh." Namun apakah Sunghoon tau kalau semua yang terluka belum tentu akan sembuh? Apakah Sunghoon tau kalau semua luka yang tertoreh bekasnya belum tentu...