Seminggu lagi...Seminggu lagi, dari hari yang telah aku dan teman-teman ku janjikan untuk bertemu kembali setelah sepuluh tahun lamanya.
"Ga, satu ice latte dan satu americano." seorang teman memberiku kertas pesanan, setelah membacanya dengan segera aku menjalankan tugasku sebagai seorang barista.
Yah saat ini aku membuka usah kafe yang ku rintis sejak empat tahun lalu, berbekal sedikit keahlian barista yang ku dapat dari seorang barista di cafe tempat ku dulu bekerja. Aku membuka kafe ini dan sekaligus menjadi baristanya, walaupun sangat berbeda dengan impian ku saat dulu tapi yah aku senang setidaknya aku bisa bangkit dari keterpurukan ku.
Aku duduk sejenak, karena saat ini sedang tidak ada pesanan. Melihat begitu banyak pengunjung Cafe membuat ku teringat akan perjuangan ku selama beberapa tahun belakangan, hingga akhirnya bisa seperti ini.
Tujuh tahun yang lalu, aku harus merelakan semua mimpi ku karena masalah ekonomi keluarga. Ayah yang saat itu hanyalah seorang karyawan swasta, terkena phk dari perusahaan yang diambang kebangkrutan.
Sementara aku memiliki 3 orang adik yang masih perlu biaya untuk bersekolah, adikku yang pertama baru saja memasuki jenjang SMA, adik ku yang kedua dan ketiga sama-sama masih berada di SMP.
Aku yang berkeinginan untuk fokus berlatih basket dan mengejar cita-cita sebagai salah satu anggota tim basket ternama harus berhenti dan membantu kedua orang tua ku untuk mencari uang.
Semua jenis pekerjaan aku lakoni, mulai dari kasir di mini market, sampai jadi pelayan di sebuah cafe. Sejak jadi pelayan di cafe itulah aku bisa merubah nasibku, saat itu seorang barista dengan baik mengajariku meracik kopi hingga perlahan-lahan aku pun mulai ahli di bidang ini.
Aku yang sudah mendapatkan pengetahuan meracik atau membuat kopi ini, memutuskan untuk membuka sebuah cafe. Awalnya hanya cafe kecil-kecilan dengan aku yang menjadi pelayan sekaligus baristanya.
Beruntungnya lambat laun Cafe milikku semakin berkembang dan aku menamainya Cafe Cakrawala, sesuai dengan nama belakang ku.
Ceklek
suara pintu dibuka membuat ku mengalihkan perhatian ke arah sana. Seorang gadis yang wajahnya tidak begitu terlihat akibat terhalang oleh topi yang dikenakannya kini terlihat kebingungan. Aku segera menghampiri, berjalan ke arahnya.
"Permisi" kataku "apa ada yang bisa saya bantu?" dia terlihat kaget melihat kedatangan ku membuat dirinya menunduk malu
"E-eh itu Chia mau tanya?" kata gadis itu
Chia?, Seperti tidak asing, cara bicaranya pun mirip dengan seseorang.
"Chia? Nama kamu chia?" tanyaku padanya
"Dia mengangkat kepalanya dan mengangguk kencang membuat topi yg ia kenakan terjatuh. Aku bisa melihat wajahnya dengan jelas dan eh tunggu dulu..
Dia Chia? Patricia Adeline?
"Chia?" Panggil ku sedikit ragu kepada nya yang sedang sibuk merapikan rambut yang terbongkar setelah topi tadi jatuh.
"Patricia Adeline?" Kali ini aku memanggilnya dengan nama lengkap dan dia langsung menghentikan aktivitas nya dan menoleh ke arah ku.
Terkejut satu kata yg kini kurasakan, dia pun sama terlihat dari ekspresi di wajahnya
"ARGA!" pekiknya yang membuat semua pengunjung menoleh ke arah kami. Aku segera menunduk memohon maaf dan segera menyeret Chia ke dalam ruangan yang khusus ku buat untuk berisitirahat.
Aku menutup pintu ruangan ku setelah menyuruhnya duduk di salah satu sofa yang tersedia. Aku pun ikut duduk di sebelahnya, bingung mau mengatakan apa terlalu canggung, mungkin ini efek dari terlalu tidak bertemu.
"Hiks.. Hiks Argaaaaaa huaaaaa" aku menoleh melihatnya yang kini tengah terisak, aku kaget kenapa dia menangis, hmm tidak berubah masih cengeng dan seperti anak kecil.
Aku meletakkan tanganku di atas kepalanya mengusap pelan rambutnya yang berwarna coklat gelap. "Dasar cengeng" kataku padanya, kepalanya yang sedari tadi menunduk kini mendongak melihat ke arahku dengan mata yang masih mengeluarkan air mata, pipinya yang memerah, dan hidungnya yang meler.
Tanpa aba-aba dia langsung memeluk ku, aku yang terkejut dengan kelakuannya ini tidak bisa berkutik sama sekali.
"Chia gak cengeng," katanya "Chia cuman terharu akhirnya ketemu sama Arga padahal udah bertahun-tahun Chia kangen sama kalian semua tapi gak tau mau ketemu dimana." Kini tanganku terangkat membalas pelukannya dan dengan pelan menepuk-nepuk punggung cewek cengeng ini.
"Iya Chiaaaa, gw juga kangen sama lo." Ucapku setelah melepas pelukan kami
Chia sudah pulang tadi, katanya dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan dengan kekasihnya. Terlihat bahagia sekali. Mengingat perkataan Chia tadi aku juga berfikir bemana kabar yang lain yah, bagaimana cara untuk bertemu dengan mereka.
Sejauh ini yang aku tahu kabarnya hanyalah Vanya yang sekarang menjadi artis ternama meskipun kabarnya dia paling banyak memiliki haters tapi aku yakin dia pasti bisa melalui masa sulit seperti itu, lalu si Kalandra terakhir kali aku bertemu dengannya sebelum ia masuk ke akademi kepolisian, akulah yang melihat segala harapannya pupus dihancurkan oleh arogansi ayahnya yang tidak mau anaknya menjadi seorang penyanyi atau seniman yang katanya hanya buang-buang waktu dan tidak menjamin. Untuk yang lainnya aku benar-benar sudah tidak tau kabar mereka. Haaaa....