01. KHAWATIR
Di sore hari, senja begitu indah. Seiring berjalannya waktu langit pun kian menggelap, dan disana terlihat ada seorang anak perempuan yang sedang menangis di tepi danau. Anak perempuan itu tidak bisa menahan air matanya, ia lelah dengan semuanya. Ia menyesali semua perbuatannya sendiri di masa lalu.
"Kalo di pikir-pikir gue jahat banget ya?" Ia terus-menerus mengeluarkan semua isak tangisnya.
"Tapi kenapa mereka semua juga seenaknya sama gue? KENAPA?!" sambungnya.
Kaira Axelle Givara, anak perempuan yang selalu menyalahkan dirinya sendiri dengan apa yang sudah terjadi. Kaira, yang selalu tertawa untuk menutupi semua lukanya. Kaira, yang selalu tersenyum dan terlihat tegar di depan banyak orang. Dan Kaira, yang selalu menangis jika sedang sendirian. Ia memendam semua yang ia rasakan.
Kaira memukul kepalanya kecil. "Gue bego! Nggak seharusnya gue ngebiarin semua itu terjadi," ujarnya sambil menangis.
Di sisi lain, ada wanita paruh baya yang sedang menunggu anaknya. Wanita paruh baya itu sangat menghawatirkan anak satu-satunya itu, anak yang paling ia cintai.
"Yah, Kaira kemana sih? Bentar lagi malem loh, nggak baik anak perempuan pulang malem-malem," tanya Risa (Bunda Kaira).
"Bunda udah nyoba buat nge hubungin Kaira?" tanya Dani (Ayah Kaira).
Risa mengangguk kecil. "Iya, Yah. Bunda udah nyoba buat nge hubungin Kaira, tapi nggak di angkat sama dianya," jawab Risa.
"Ayah juga nggak tau, Bun. Mungkin Kaira lagi main di rumah temennya," jawab Dani.
Risa menatap Dani lekat. "Kalo kamu lupa, temen Kaira itu cuman satu," ungkap Risa, yang berhasil membuat Dani tersadar bahwa anak satu-satunya itu tidak pernah mau bermain dengan anak seumuran nya kecuali satu temannya.
Dani langsung melangkahkan kakinya menuju kamarnya, ia mengambil jaket miliknya dan juga kunci motornya. Dengan tergesa-gesa, Dani berjalan menuju sang istri.
"Bun, Ayah pergi dulu ya buat nyari Kai? Bunda baik-baik di rumah," tanya Dani kepada sang istri.
Risa mengangguk. "Iya, Ayah hati-hati ya?" ujar Risa.
"Pasti Bun," balas Dani.
Dani pun langsung melangkahkan kakinya keluar rumah, dan segera mengendarai motor miliknya. Ia mencari Kaira hanya di sekitar perumahan nya saja, karena ia percaya bahwa anaknya itu tidak mungkin main terlalu jauh dari rumahnya.
Dan di saat Dani sedang di jalan, Dani teringat sesuatu. Dani teringat bahwa anaknya itu sangatlah menyukai danau. Ia pernah mendengar bahwa Kaira, menyukai danau karena danau adalah tempat yang cocok untuk meluapkan semua emosinya. Dan dengan cepat, ia pun melajukan motornya menuju danau, tempat Kaira berada.
Sesampainya di danau, Dani melihat anaknya yang sedang menangis. Dengan perlahan-lahan Dani pun melangkahkan kakinya menghampiri Kaira, sedangkan Kaira sendiri sedari tadi hanya sibuk menangis. Sampai-sampai, ia tidak menyadari bahwa Ayah nya sudah berada di dekatnya.
Puk!
Dani menepuk pundak Kaira pelan, dan hal pertama yang di lihat oleh Kaira adalah wajah Ayah nya yang sedang tersenyum hangat kepadanya.
"A-ayah?" tanya Kaira gugup.
"Kamu lagi ngapain di sini, Kai? Ini udah malem loh, kamu tau nggak? Bunda kamu tuh khawatir banget sama kamu," ujar Dani.
"Kaira lagi mau sendirian, Yah." Kaira kembali menatap ke arah danau, ia tidak memperdulikan kehadiran sang Ayah.
"Kalo kamu lupa, kamu masih punya Ayah dan Bunda, Kai. Kamu juga bisa cerita kalo lagi ada masalah. Anggap Ayah dan Bunda itu sebagai teman dekat kamu." Kaira terdiam sejenak lalu tersenyum tipis kepada Ayah nya.
"Apa kalo aku cerita ke Ayah dan Bunda, Ayah dan Bunda bakalan ngerti sama apa yang aku rasain ini? Enggak kan?" tanya Kaira kepada Ayah nya.
"Huft! Terserah kamu aja deh, Kai. Ayah capek sama kamu. Kenapa sih kamu nggak pernah ngedengerin perkataan orang tua kamu? sekarang ayok kita pulang. Kasian Bunda kamu udah nungguin daritadi," ajak Dani.
Kaira terkekeh. "Kapan sih, Kaira nggak pernah ngedengerin perkataan kalian? Kapan? Kalian nyuruh Kai buat di rumah aja, Kai turutin. Kalian nyuruh Kai buat ngedapetin nilai yang bagus, Kai turutin juga. Terus apa lagi? Apa masih kurang?"
"Kaira, kamu di ajarin sama siapa berani ngejawab orang tua? Sopan kayak gitu?" tanya Dani.
"Nanti giliran aku diem, aku malah di omelin karena diem aja. Kok jadi serba salah sih, Yah?" balas Kaira.
Dani melangkahkan kakinya menuju motor miliknya, tanpa mempedulikan perkataan anaknya itu. Kaira yang melihat itu pun menyusul sang Ayah sambil mengoceh di jalan. Sepanjang perjalanan menuju rumah, Kaira dan Ayah nya tidak mengeluarkan sepatah katapun. Dan sesampainya di rumah, Kaira langsung memasuki rumah nya tanpa menunggu Ayah nya yang sedang memarkirkan motornya.
"Assalamualaikum," ujar Kaira memberi salam.
Risa yang mendengar itu pun langsung melangkahkan kakinya menuju Kaira, Risa tersenyum tipis kepada anaknya itu. Sedangkan Kaira hanya menatap Bunda nya dengan wajah datarnya.
"Kaira, kamu tuh dari mana aja sih? Bunda khawatir tau nggak sama kamu," ujar Risa.
Kaira tersenyum tipis. "Bunda nggak usah khawatir, aku nggak papa kok. Aku bisa jaga diri aku sendiri," jawab Kaira kepada Risa.
"Ya udah, kamu ke kamar gih. Mandi, terus nanti kita makan malam ya?"
Kaira tersenyum tipis. "Iya, Bun."
Setelah itu, Kaira pun melangkahkan kakinya menuju kamar miliknya. Disaat Kaira memasuki kamarnya, Dani juga baru saja memasuki rumah, yang langsung di sambut oleh tatapan sendu milik sang istri.
"Kenapa kamu?" tanya Dani.
"Kaira ngomong yang aneh-aneh sama kamu?" lanjutnya.
Risa menggelengkan kepalanya kecil. "Bunda bingung, kenapa ya Kai nggak pernah mau cerita ke kita kalo dia lagi ada masalah? Kita orang tuanya kan, Yah?" ujar Risa.
Dani tersenyum tipis. "Percaya sama Ayah, Bun. Kaira itu anak yang kuat, dia nggak mau ngebebanin kita dengan cara bercerita semua masalahnya ke kita," ujarnya.
"Tapi, Yah. Sekali-kali nggak papa dong kalo cerita ke kita? Kan kita orang tuanya?" tanya Risa.
"Udah-udah, jangan terlalu di pikirin ya? Nanti kamu sakit. Ayok masuk," ajak Dani kepada istrinya.
••───────────•✧
Jangan lupa vote, komen, share, dan tambahin ke perpustakaan pribadi oke? Makasih.
See you in the next chapter!
KAMU SEDANG MEMBACA
Apricity
Teen FictionBagiku bertemu denganmu adalah suatu hal yang sulit untuk bisa dikatakan nyata. Tapi pada saat itu aku melihat mu, dirimu yang aneh. Aku pun juga tidak mengerti mengapa kita bisa berteman sedekat ini sekarang? Saat angin malam menyelimutiku, aku ber...