Rain🌧️

2.3K 261 9
                                    

Hujan, renjun selalu suka hujan.

Saat jutaan rintik air itu jatuh membasahi bumi, renjun akan segera berlari keluar menikmati setiap tetes menghujam tubuhnya. Tidak peduli jika nantinya tubuhnya basah kuyup dan ia akan terserang demam.

Tidak peduli dengan dingin yang menyengat kulitnya, hanya dengan bersama hujan, renjun bisa menumpahkan keluh kesah hatinya yang tidak bisa terucap dengan lisan.

Tersenyum lebar di bawah guyuran hujan dengan wajah tersenyum dan mata yang terpejam, orang lain mungkin akan berfikir bahwa ia menikmati kegiatannya.

Benar, renjun menikmatinya. Namun tidak pernah ada satu pun orang yang sadar bahwa ia juga menangis.

Tentu, air matanya tersamar bersama dengan rintik hujan yang mengalir membawa kesedihan yang tidak bisa ia ucapkan. Hatinya terasa ringan saat ia menangis bersama hujan.

Melupakan fakta bahwa ia adalah manusia paling menyedihkan di bumi. Orang tua yang meninggal saat ia masih berusia sangat muda, tidak bisa berbicara dan kehilangan pendengarannya saat kecelakaan dua belas tahun silam.

Hujan seolah membawa semua kesedihannya dan membuat Renjun melupakan itu semua.

Tidak pernah ada yang tau. Yang mereka tau, renjun suka hujan dan selalu memiliki dunianya sendiri saat sudah bermain dengan hujan. Tidak ada kecuali satu---

"Sudah puas bermainnya?"

--orang ini.

Sebuah suara yang masuk ke dalam pendengarannya oleh alat bantu dengar di telinganya membuat renjun segera berbalik. Disana, berdiri sosok tegap yang selalu menjadi tameng pelindungnya dan belahan jiwanya yang menemaninya selama delapan tahun.

Tengah berdiri memegang sebuah payung transparan dengan ekspresi wajah seperti seorang ayah yang akan memarahi putranya.

Renjun tersenyum lebar, di saat semua kesedihan di limpahkan padanya. Setidaknya tuhan masih berbaik hati padanya dengan mengirimkan satu- kebahagiaan untuknya.

Yang mau menerima dirinya dan segala kekurangannya. Yang menjadi setitik warna di hidupnya yang tanpa warna.

Lee Jeno, suaminya. Temannya, keluarganya, sahabatnya. Semua ada dalam diri Jeno. Satu-satunya hal yang ia sangat amat ia sayangi.

Air matanya kembali menetes saat manik serupa rubahnya bertemu pandang dengan manik setajam elang milik Jeno. Air matanya tersamarkan oleh rintik hujan yang ikut jatuh membasahi wajah renjun, tapi Jeno tau bahwa renjun tengah menangis.

Ia merentangkan tangannya yang tidak memegang payung, memberi kode agar renjun masuk ke dalam dekapannya.

Renjun segera menghambur dalam pelukan kesukaannya. Pelukan Jeno yang hangat dan nyaman.

Jeno membalas dengan senang hati. Melingkarkan lengan kokohnya di bahu renjun. Tidak peduli jika kemeja kerjanya ikut basah karena tubuh renjun. Pucuk kepala itu ia hadiahi kecupan berulang kali.

"Aku panik saat pulang tidak menemukan dirimu di rumah. Ternyata sedang asik bermain hujan ya. Sudah ku katakan renjun, jika kau bersedih, ada aku yang bisa kau jadikan tempat berbagi sedih. Jangan bersama hujan karena nanti setelah berbagi kesedihan, kau akan sakit. Aku tidak mau kau sakit."

Renjun tidak menjawab, namun pelukannya pada sang suami semakin erat. Wajahnya ia benamkan di dada bidang Jeno. Ya, setidaknya di balik sejuta kesedihannya, ia masih memiliki Jeno yang membuatnya bersyukur dan memiliki alasan untuk tetap hidup.

Pria yang menyodorkan payung untuknya di pertemuan pertama mereka dulu.

Pria yang membawa banyak perubahan dan memberikan banyak cinta dan kasih sayang untuknya.

Wajah itu mendongak, tersenyum lembut kepada Jeno. Pria di depannya terkekeh melihat senyum kekanakan itu, ia mencubit kecil hidung renjun dan menangkup sebelah pipi renjun.

"Lihat, kau sudah kedinginan. Ayo masuk dan keringkan tubuhmu. Lalu setelahnya aku akan memberimu kehangatan." Renjun mengangguk dan segera melingkarkan tangannya di leher Jeno. Ia melompat segera kakinya juga ikut melingkar di pinggang jeno.

Jika Jeno tidak memiliki refleks yang baik, mungkin sekarang mereka berdua sudah jatuh diatas rerumputan taman belakang kediaman mereka.

Jeno segera melingkarkan lengannya di pinggang renjun untuk menahan agar pria mungilnya tidak jatuh. Tidak lupa satu kecupan ia bubuhkan lagi di pucuk kepala renjun.

"Jja, ayo mandi dan menghangatkan tubuh." Pria awal tiga puluh tahun itu beranjak membawa renjun masuk kedalam rumahnya.

Renjun memang suka hujan, karena hujan dapat membuatnya meluapkan kesedihan. Namun renjun lebih suka Jeno, yang tidak hanya meluapkan kesedihannya, tapi juga bisa membuat kesedihan hilang. Dan yang terpenting, pria itu hangat. Tidak seperti hujan yang dingin.

.

.

.

Lama ya ngga update disini, heheh.




Lyra
Medan, 10 Agustus 2021

Buciners [Renjun W//3B] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang