Makan malam terasa berbeda dari biasanya, pasalnya sejak tadi [Name] hanya diam menutup mulutnya, membuka saat memasukkan nasi saja. Bahkan hal tersebut terus berlanjut hingga di kamar.
"Maaf." Walaupun Kazutora tidak tahu apa salahnya, minta maaf aja dulu. Ia memiringkan tubuhnya, menghadap ke samping dimana [Name] berbaring.
[Name] tidak mengindahkan kata yang baru saja keluar dari mulut Kazutora. Atensinya tetap terpaku pada langit-langit kamar, sesekali melihat jarum jam yang bergerak sesuai hitungan detik.
"Ya." Jawab [Name] seadanya setalah sepersekian detik, toh hal itu juga sudah berlalu. Tidak baik jika terus marah dan kesal hanya karena hal sepele.
Kazutora menaikkan salah satu alisnya. "Salahku?"
Dasar, padahal sudah mendapat 'ya' tetapi malah bertanya seperti itu. Rasa kesal [Name] jadi kambuh lagi. "Pertama, kau memaksakan diri pergi bekerja padahal belum benar-benar sembuh."
Dalam hati Kazutora ber-oh ria dan menghela nafas lega, ternyata hanya karena hal itu. "Aku sudah sembuh."
Kalimat pernyataan Kazutora mendapat balasan tatapan tajam [Name]. "Kedua, pastikan jika membuang obat, buang di tempat yang jauh agar aku tidak mengetahui nya."
Kazutora menelan ludahnya yang terasa sulit. Memang benar, obat tadi pagi tidak ia minum/telan. Ia justru melemparnya ke kolong meja.
"Ketiga," [Name] mendadak kepikiran, apa alasan ketiganya kenapa ia kesal dengan Kazutora. "Tidak ingat."
Kazutora tertawa melihat tingkah sang istri, padahal tadi wanita itu bilang Kazutora banyak salahnya, tetapi ternyata hanya dua.
"Sssttt, aku benar-benar sudah sembuh, kau tidak perlu khawatir." Kazutora merengkuh tubuh [Name] dan memeluknya. Tubuhnya memang sudah tidak sepanas kemarin. "Selamat malam."
"Aku ingin memelukmu lagi, mendekap erat tubuhmu, dan tidak akan pernah membiarkanmu pergi."