Tepian kota kecil yang senyap beriring simfoni pada tiap indra. Jejak mengerjap sejenak tukang sapu tak berkawan, hanya sapu seorang. Searah jarum jam menghempas dedaunan trembesi tanpa henti. Terjeda sejenak meminum teh daun trembesi, lalu menyapu kembali. Memakan segala dari julangan rindang yang menanungi jalanan kota. Pohon yang tak pernah meninggalkannya, segalanya. Lembayung mentari pun tak pernah kuasa menyiksa jiwa rapuh yang tak pernah pergi itu. Tak ada satupun yang rela, kecuali dirinya sendiri, sapu, dan trembesi kunonya. Memang siapa yang peduli dengan hidupnya? Kau?
Selamat menyapu hidupmu,
Tukang Sapu Trembesi

KAMU SEDANG MEMBACA
Sayatan Secangkir Pagi
PoetrySendiri di tepi telaga berombak dalam pikiranmu, mari duduk sejenak menyeruput secangkir pagi di teras rumah kami. Duduk gelisah diiringi sajian orang-orang berlari padat dengan pikirannya masing-masing. LIhat? Sungguh indah bukan menikmati taburan...