The Aries Boy

264 50 1
                                    


Aku malu mengatakan ini, tetapi Travis punya bentuk bibir 'menyeringai' dan aku selalu saja tanpa sadar mengamatinya. Bibir menyeringai mengundang untuk ... ah, tidak. Bukan apa - apa. Anggap saja aku ingin mengendalikan bibir itu supaya tidak sedikit - dikit menarik perhatian orang. Apalagi yang berjenis kelamin perempuan. Sebab lebih gawatnya lagi Travis adalah orang yang malas tersenyumㅡmeski ia bilang ia bersyukur terlahir dengan fisik mudah mencemooh orang lain.

Kini Travis sedang menyeringai. Entah maksud menyambut atau mencemooh, yang pasti tidak cocok dipasang saat kepalanya sedang dibalut perban oleh Susan, perawat sekolah. Travis seakan - akan bersiap menerjang kami selepas ia diobati. Tak peduli ia bak terpaku duduk di ujung ranjang sambil bantu memegangi nampan penuh perban, ia seakan tak sabar meledekku.

Susan menyadari kedatangan kami lantas mengerutkan kening. "Ada apa dengan anak-anak hari ini?" tanyanya. Lizbeth maju lebih dulu untuk menunjukkan luka bakarnya lalu menunjuk darah di tanganku. Susan tampak akan menjerit. "Lab kimia?"

"Biologi, sih, aku kena HCl, dia tersayat pecahan gelas ukur," sahut Lizbeth santai. Terdengar dengusan dari bibir Travis. Yang lain tidak menyadari, tapi aku sadar. Aku selalu menyadari Travis.

Susan menggeleng setelah menyelesaikan perawatan kepala Travis lalu beralih padaku. "Kamu, Luka Bakar, alirkan air dingin lalu pakai salep ini. Kamu, Luka Sobek, sini biar kulihat dahulu."

Nyeriku berdenyut - denyut seiring Susan melepas lapisan tisu yang kugunakan untuk menahan aliran darah. Sebetulnya cukup pedih, tapi malu untuk mengaduh karena kesalahan sendiri. Susan mengkhawatirkan adanya pecahan tersembunyi di lukanya, tapi kubilang sepertinya tidak. Kuyakin begitu. Lalu, dari sudut mataku, kulihat Lizbeth mengernyit pada belakang kepala Travis sembari mengaliri lukanya.

"Hey, sepertinya parah." Sambil menunjuk kepala sendiri, Lizbeth melempar topik pada Travis, yang ketahuan sempat mengamatiku.

Travis mengangkat bahu. "Tidak,"ㅡlalu mengaduhㅡ"Sedikit, sih."

"Dia sedang menunggu Mrs. Minoff untuk membawanya ke klinikㅡ"

"Kenapa!?"

Semua hening.

Aku berdeham. "M-maksudku, kenapa sampai harus dibawa ke klinik?"

Aku mendapati Travis menatapku lama sebelum sekilas menyeringai dan menjawab, "Susan takut aku gegar otak. Aku lebih takut botak. Kautahu, Susan, mantan pacarku senang mensisiriku, jadi kalau aku tidak punya rambut, aku tidak punya alasan untuk balikan dengannya."

Kurang ajar.

"Begitu kah jagoan football kita yang sedang cedera? Kau terjatuh begini karena memikirkan mantanmu?" Aku hampir mendenguskan tawa atas gurauan Susan sampai ia mengatakan sesuatu yang terasa menyetrum jantungku. "Kau nanti ikut dia ke klinik."

"Apa?"

Aku mencari keseriusan di matanya, dan Susan balik menatapku lalu bertanya, "Apa ada masalah?"

"Aku tidak merasa ada pecahan kaca yang masuk ke daging. Belum, mungkin. Maksudku, sayang sekali kalau aku buang - buang uang padahal sebenarnya tidak ada masalah besar."

"Kan ada asuransi?"

Dasar tidak peka. Aku hampir mendesis pada sahutan Lizbeth. "Sejujurnya, aku cuma tidak mau susulan ujian Fisika siang ini, Lizbeth. Jadi jangan buang - buang waktu!"

Aku menandaskan kalimat dengan tegas dan meyakinkan. Terdengar logis dan tak bisa didebat. Omonganku sungguh mantap. Bahkan tak lama Susan menyetujuinya meski sambil mewanti-wanti agar segera ke rumah sakit jika ada keluhan. Lizbeth pun mana berani membantah kalau soal ujian. Semua percaya padaku. Aku saja yang tak percaya ternyata kemampuan bersilat lidahku oke juga. Tak ada seseorang pun sadar aku cuma tak ingin bersama Travis lebih lama dari ini.

Dan barangkali jika ada yang tahu pun, sudah pasti itu Travis. Dia mungkin mengangkat sebelah bibirnya, mencemoohku, atau melontarkan ledekan supaya aku malu. Ujungnya pasti aku akan terpaksa berlama - lama dengannya dan dia akan berlagak kita putus baik - baik. Travis akan memancing amarahku tidak peduli apakah kepalanya bakal makin sakit atau tidak.

Namun sampai bermenit - menit kemudian, Travis tak melakukan apapun. Tidak melirik, tidak mendengus. Travis tidak meledekku yang, bahkan dari dulu, selalu memilih belajar lebih dari apapun. Dia hanya memutar mata lalu bisu. []

How To Fight Aries BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang