Lembar Pertama

1.4K 258 54
                                    

Suara bersin milik (Y/n) terdengar di kamarnya. Ia mengusap hidungnya dengan tisu lalu kembali membaca komik di tangannya. Setelah ia fokus beberapa saat, konsentrasinya kembali pecah ketika ia bersin sekali lagi. Kali ini hidungnya terasa gatal dan berlendir. Gadis itu pun hendak meraih tisu dari atas meja nakas. Namun, tidak ada tisu yang tersisa di sana.

Ia merutuk sejenak, mengumpat dalam hati, lalu beranjak dari kamarnya menuju ruang tengah. Berniat untuk mengambil sekotak tisu yang baru untuk di kamarnya. (Y/n) nyaris berbelok menuju dapur ketika ia melihat sosok kakaknya yang baru saja pulang.

"Berkelahi lagi?" tanya (Y/n) yang sudah gadis itu ketahui apa jawabannya tanpa menunggu jawaban si kakak. Dilihat dari surai hitam kakaknya yang tampak diikat dengan asal. Sekaligus menjadi tanda jika lelaki itu sehabis berkelahi.

Keisuke melirik sejenak ke arah (Y/n) yang tengah membersihkan hidungnya. Gadis itu bersin sekali lagi dan mengelap hidungnya kemudian dengan tisu.

"Flu?" Keisuke sontak bertanya ketika (Y/n) bersin sekali lagi.

"Sepertinya begitu," sahut (Y/n) setelah hidungnya bersih dan bersinnya mulai mereda. "Tumben peduli," celetuknya.

"Tidak boleh?" Ia menyeringai dan membuat (Y/n) bergidik.

"Jangan menyeringai seperti itu. Aku sedang tidak ingin bertengkar denganmu, Nii-chan," ujar (Y/n) ngeri. Ia mundur sedikit dari posisi berdirinya.

"Sudah ya. Aku baca komik dulu," pamit (Y/n) dan segera beranjak menuju kamarnya lagi. Diiringi oleh tatapan Keisuke dan senyuman samar di wajah lelaki itu.

***

(Y/n) menggumpalkan kertas di tangannya hingga berbentuk bola. Kemudian, ia melemparnya ke dalam tempat sampah di dekat meja belajarnya. Sebuah pensil mekanik ia jepit di antara hidung dan mulutnya. Pandangannya beralih ke atas, ke arah langit-langit kamarnya.

Sudah tiga jam berlalu semenjak (Y/n) memutuskan untuk mengerjakan pekerjaan rumahnya hari ini. Namun, fokus dan konsentrasinya kerap kali beralih ke hal yang lain dengan mudahnya. Seperti saat ini, misalnya. Seharusnya ia sibuk mengotak-atik rumus Kimia di buku tulisnya, bukannya melamun sambil menatap ke langit-langit kamarnya dan memikirkan makan malam apa hari ini.

Merasa dingin, (Y/n) menyalakan pemanas di kamarnya. Ia mengeceknya sejenak, memastikan jika pemanas ruangan itu telah berfungsi dengan baik sebelum beranjak ke atas tempat tidur.

Buku Kimia-nya telah ia rapikan di sudut meja belajarnya. Kini, manik abu-abu miliknya tertuju pada langit-langit kamarnya sebelum gadis itu mengalihkan pandangan dari sana. Kini tatapannya beralih pada kotak transparan di atas meja nakasnya.

Gadis itu bangun dari pembaringannya. Ia menatap sejenak kotak transparan itu tanpa membuka dan melihat isinya. Hanya dengan melihat dari luar saja, (Y/n) sudah tahu ikat rambut di dalam kotak itu berkurang satu atau dua.

(Y/n) sontak mengetuk pintu kamar kakaknya setelah ia keluar dari kamarnya sendiri. Ia mengetuknya secara beruntun, menunjukan jika dirinya sudah merasa tak sabar saat ini.

"Apa?"

Pintu berwarna hitam itu pun akhirnya dibuka dari dalam. Pemiliknya menampakkan diri di baliknya. Surai hitamnya yang masih basah tampak tengah dikeringkan dengan handuk di tangan.

"Nii-chan! Jangan mengambil ikat rambutku terus!" seru (Y/n) kesal lantaran sang kakak yang terus mengambil miliknya. "Atau jika Nii-chan ingin memakainya, setidaknya jangan lupa dikembalikan," tambah (Y/n) lagi. Masih dengan kekesalan meliputi dirinya.

"Ah, gomen. Aku lupa," sahutnya enteng tanpa diselimuti rasa bersalah.

(Y/n) menghela napas panjang. Ia merasa jengkel namun saat ini ia merasa terlalu lelah untuk bertengkar. Alhasil, gadis itu membalikkan tubuhnya dan berniat untuk beranjak dari sana.

"Kau ingin ke mana?"

Pertanyaan itu dilontarkan oleh Keisuke ketika ia melihat adiknya tak berkata apa-apa lagi. Bahkan cenderung lebih diam daripada yang biasanya. Karena biasanya, hal sepele seperti itu akan diakhiri dengan pertengkaran di antara mereka hingga salah satu di antara mereka mengaku kalah.

"Ke kamar," sahut (Y/n) tanpa menoleh.

"Kau marah?"

"Tidak."

"Kau pasti marah 'kan?"

"Tidak!"

"Ya 'kan?"

"Kubilang tidak, Nii-chan!" seru (Y/n) dan kini ia langsung berbalik menatap sang kakak.

"Ingin ribut?" Keisuke menyeringai. Namun, seringaiannya itu lenyap ketika melihat reaksi yang (Y/n) berikan.

"Aku lelah dan sekarang aku hanya ingin istirahat."

Seusai mengucapkan satu kalimat itu, (Y/n) melangkahkan kakinya dari sana. Menjauhi sang kakak yang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

***

Seragam yang (Y/n) kenakan sudah basah. Gadis itu menghela napas panjang ketika ia sudah tahu siapa pelakunya. Ia mendongak ke atas, ke arah pagar pembatas lantai dua sekolahnya yang telah sepi. Di sana, seorang gadis tampak memandangnya dengan tatapan meremehkan. Setelah mengalihkan pandangan dari sana, tubuhnya tiba-tiba didorong dengan sengaja dari belakang.

"Mengapa kau selalu dekat-dekat dengan Baji-Senpai, huh? Apakah kau tidak merasa pantas bersama dengannya?"

Dari suaranya sana (Y/n) sudah tahu jika itu adalah milik Haku. Seorang gadis bersurai panjang yang selalu mem-bully-nya hingga detik ini.

"Karena aku adalah adiknya, Bodoh. Apakah kau tak mengerti Bahasa Jepang?" (Y/n) menatapnya tanpa takut.

Yang ditatap hanya mendecih. "Justru karena itulah aku membencimu. Kau memang adiknya, namun kau tidak harus selalu bersama dengannya. Mengerti?"

"Kau bukan ibuku yang bisa mengatur tingkah lakuku. Bahkan ibuku sendiri tidak segan kulawan jika kurasa perkataannya tidak benar. Jangan mengangguku lagi. Aku sudah muak melihat wajahmu, Bodoh."

(Y/n) pun melangkah pergi dari sana setelah mengatakan satu kalimat singkat dalam Bahasa Indonesia, "Dasar l***e."

***

Maap, (Y/n) toxic— :(

END ━━ # . 'Hi, Brother! ✧ Baji KeisukeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang