Dirimu. Dirinya. Dilema

5.9K 723 164
                                    

Hinata memejam saat bibir lembut Sasuke mendarat di keningnya. Remasan tangannya pada kain bagian depan yukata yang Sasuke kenakan menguat hingga membuat jejak kusut di sana.

Rasa bersalah kian menusuk Hinata, kala ia mendapat perlakuan yang begitu lembut dari Sasuke. Harusnya, setidaknya ia bisa sedikit membuka hati, mendengarkan dengan baik alasan mengapa Sasuke menikahinya, ia yakin bukan hanya sekedar urusan Uchiha terakhir itu dengan Klan Hyuuga.

"Sasuke-kun."

Suara Hinata membuat Sasuke enggan mengakhiri ciumannya. Namun Hinata yang menjauhkan wajah darinya sudah cukup menjadi tanda jika ia harus mengakhiri kontak fisik mereka.

Keduanya saling bicara melalui mata, memandang dengan lekat wajah orang asing yang kini menjadi teman hidup mereka.

Bukankah takdir begitu lucu?

Ingin sekali Hinata bertanya sekali lagi, apa sebenarnya alasan Sasuke memilihnya.

Ingin sekali Sasuke bertanya pada Hinata, apa yang telah mantan Heiress Hyuuga itu lakukan hingga Sasuke merasa begitu tertarik padanya.

Nyatanya mulut keduanya hanya membisu, menciptakan keheningan canggung yang membuat Hinata menyelipkan helaian rambutnya ke belakang telinga dengan gerakan kikuk.

"Mereka memberikan banyak buah dan sayur untuk kita." Sasuke mencoba mencairkan kebekuan antara mereka.

Hinata menarik tiap sudut bibir, mengangguk. Lantas tangannya tergerak untuk merapihkan pakaian Sasuke yang kusut karena remasan tangannya tadi. Gerakan Hinata membuat Sasuke sesaat menahan napasnya.

"Ayo kita lihat."

Giliran Sasuke yang mengangguk, membantu Hinata berdiri, setelah ia lebih dulu berdiri.

Hinata sedikit gugup saat Sasuke memilih memeluk ruas jemarinya, menariknya pelan untuk berjalan bersama keluar dari kamar menuju ruang makan.

"Wah banyak sekali!"

Kedua mata Hinata yang masih berair, berbinar saat melihat sayuran dan buah-buahan segar yang mereka terima dari para tetangga.

"Apa kau sudah mengucapkan terima kasih kepada mereka?"

Hinata menggoyangkan tangannya yang ada di dalam genggaman Sasuke. Jujur saja ia merasa risih, berulang kali berusaha untuk melepas tautan tangan mereka, namun Sasuke malah semakin mengeratkan genggamannya.

"Hn."

Keduanya kembali terdiam, Hinata mengalihkan perhatian pada buah dan sayuran yang ada di atas meja, memilahnya dengan satu tangan yang bebas.

"Buah apa yang kau suka, Sasuke-kun?"

Belum sempat menjawab, tubuh keduanya mendadak tegang. Wajah Hinata bahkan berubah pasi, tangannya yang memegang wortel mendadak mati rasa dan membuat wortel itu jatuh kembali ke tempatnya semula, di dalam keranjang bersama teman-temannya.

"N-Naru—"

Sasuke membebaskan tangan Hinata, detik berikutnya Hinata menyadari jika Sasuke sudah tidak ada lagi di sampingnya.

Tubuh Hinata gemetar, mendadak ia merasa kedua kakinya tidak lagi bisa menopang berat tubuhnya. Susah payah kedua tangannya mencari pegangan agar ia tetap bisa berdiri, dan berjalan ke arah depan rumah.

"Kami-sama, aku mohon."

______

Angin berhembus kencang menerbangkan daun momiji yang pohonnya tumbuh di sekitar halaman depan rumah Sasuke. Awan gelap terlihat berarak, menutupi matahari yang siang itu enggan untuk bersinar. Atmosfir damai yang Sasuke rasakan sejenak tadi berubah menjadi mencekam tatkala ia melihat Naruto, sahabat sekaligus rival abadinya berdiri beberapa meter dari teras rumahnya. Tepat di depan pagar yang membatasi rumah Sasuke dari dunia luar.

Mencintai LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang