🇮🇩 DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA 🇮🇩
MERDEKA!!! ✊
Hari ini 17-an tapi sepi... Gimana di tempat kalian???
Lanjut baca Babah Tan aja yuk... 😁😁
Jangan lupa pencet bintang ma kasih komen ya... 🤩🤩
🌟🌟🌟
"Halo, Pak Kartim!" seru Tanujaya pada seseorang di seberang telepon dengan nada bersemangat. "Apa kabar, Pak? Sehat?"
"Ah, halo, Babah Tan. Alhamdulillah sehat, Bah. Babah Tan sendiri gimana? Sehat?" sahut Pak Kartim dengan suara yang sama bersemangatnya dengan Tanujaya.
"Puji Tuhan sehat semua, Pak. Gimana anak-anak? Saya dengar Akbar dah mulai ikut terjun bertani kopi."
Terdengar suara tawa ringan dari seberang telepon. "Iya itu, Bah. Alhamdulillah sudah selesai kuliahnya, jadi sekarang mau bantu-bantu katanya."
"Puji Tuhan. Sampaikan ucapan selamat saya buat Akbar kalau gitu, Pak. Wah, berarti Pak Kartim bakal punya tenaga ahli nih. Kemarin si Akbar ambil pertanian, 'kan?"
Suara tawa kembali terdengar dengan lebih keras. "Bener, Bah. Tapi yo ndak ahli jugalah, Bah. Anak itu biasa aja kok. Belum banyak pengalamannya."
Tanujaya tersenyum. "Wah, Pak Kartim ini nggak perlu merendah. Di bawah bimbingan bapaknya 'kan nanti jadi ahli juga."
Tawa keras kembali terdengar yang kemudian diikuti oleh suara tawa Tanujaya. "Babah Tan ini bisa aja, lho."
Sesudah tawa keduanya reda, Tanujaya mulai bertanya dengan serius, "Ngomong-ngomong, gimana panen kopi kali ini, Pak Kartim?"
"Ah, panen raya baru mulai sekitar dua minggu lagi ini, Bah. Gimana, Bah? Apa butuh cepat?"
"Ah, nggak, nggak, Pak. Kayak biasa aja, Pak Kartim. Minta yang petik matang. Dikirim kayak biasanya aja, Pak."
"Oke. Siap, Bah."
Setelah mengobrol soal panenan kopi beberapa saat kemudian, Tanujaya mengakhiri sambungan telepon. Ia kemudian membolak-balik buku catatan berisi nomor-nomor telepon yang terbuka di hadapannya. Sesudah tiga kali membolak-balik, akhirnya Tanujaya menemukan halaman yang dibutuhkan. Jari telunjuknya lalu menelusuri deretan nama yang tertera di atas kertas yang sudah agak lusuh dan sedikit menguning. Ketika menemukan nama yang dicari, tangan kirinya kembali meraih gagang telepon, sedangkan jari telunjuk tangan kanannya menekan tombol-tombol angka.
Tanujaya selalu berusaha menjaga hubungan baik dengan para petani kopi. Ia melakukan empat panggilan telepon lagi sesudah menghubungi Pak Kartim. Isi percakapannya hampir sama. Ia memastikan kiriman berikutnya dari para pemasok biji kopinya nanti benar-benar hasil panen petik matang supaya kualitas kopi tetap terjaga. Meskipun demikian, di saat-saat tertentu—seperti di akhir musim panen raya—Tanujaya bersedia membeli biji kopi hasil panen petik serentak, tetapi dalam jumlah sedikit.
Setelah mengakhiri panggilan telepon yang terakhir, Tanujaya kemudian beranjak dari meja kerjanya. Ia melangkah ke bagian belakang rumah, tepatnya ke halaman belakang yang terbilang luas, yang sebagian dialihfungsikan menjadi area kerja. Beberapa peralatan yang digunakan untuk menyangrai dan menggiling kopi dengan kapasitas besar berjejer di salah satu sisi bangunan. Sebuah timbangan mekanik berkapasitas 300 kilogram berdiri kokoh di sisi bangunan yang lain. Tak jauh dari timbangan itu, beberapa pengayak biji kopi manual dengan berbagai ukuran lubang yang sudah berumur disandarkan ke dinding.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Ke Lain Hati ~ (TAMAT) ~ TERBIT E-BOOK
Roman d'amourE-BOOK SUDAH TERBIT YA!!!! Mohon bijak dalam memilih bacaan. Ada beberapa bagian yang mengandung bahasa kasar. 🙏 ************* Ketika hati dikhianati, kesetiaan diragukan, dan kepercayaan disalahgunakan, apa lagi yang masih tersisa pada diri seseor...