BAB 9 ~ ⚔ SIAP BERPERANG ⚔

12 9 2
                                    

Selamat siaaang ...

Ada yang nungguin Babah Tan apa Theo nggak ya?? 🤭🤭

Maaf baru bisa update sekarang. 🙏

Langsung aja yuk tengokin mereka...

Jangan lupa kasih vote ma komen ya... 😁😁

Happy reading ...


⚔⚔⚔



Theo bergegas melintasi pekarangan di rumahnya sendiri begitu menutup kembali pintu besi dan mendengar suara kunci diputar sebanyak dua kali. Ia sempat bertukar sapa dengan Tanujaya sebelum meninggalkan pekarangan rumah sebelah. Ayah Lusiana mengundangnya untuk mengobrol di dalam rumah setelah lama tak bersua, tetapi dengan menyesal Theo buru-buru pamit untuk pulang.

Langit sudah semakin gelap. Tak ada penerangan yang memadai di sekitar pekarangan, hanya lampu-lampu dengan watt kecil di car port dan di koridor bangunan di bagian belakang pekarangan yang dijadikan sebagai tempat tinggal para pekerja. Bayangan hitam pohon mangga semakin menambah gelap suasana.

Lelaki tampan dengan kulit cokelat terang itu sempat menatap sekilas car port yang berada di seberang tembok berpintu besi ketika melangkah menuju rumah. Kendaraan yang biasa menjadi tunggangan ayahnya saat mengunjungi berbagai properti dan lahan perkebunan di luar kota sudah terparkir di salah satu sisi car port. Di sisi yang lain, terdapat kendaraan berjenis hatchback—yang juga milik ayahnya—yang sementara ini dipakai oleh Theo untuk berkendara selagi ia belum membeli kendaraan sendiri. Car port yang mampu menampung hingga tiga kendaraan beroda empat itu masih menyisakan ruang kosong di tengah. Satu kendaraan lagi yang biasa memenuhi car port itu dimiliki oleh Adrian, adik lelaki satu-satunya, yang kini tengah menempuh pendidikan S-1.

Mengetahui ayahnya telah di rumah, Theo semakin mempercepat langkah kakinya. Ketika memasuki area dapur, ia berpapasan dengan Mbok Darti yang baru saja memasuki dapur dari pintu lain. Aroma masakan yang tengah dimasak di atas kompor gas memenuhi seluruh area dapur yang terbilang luas.

Tanpa menghentikan langkah kakinya, Theo langsung bertanya, "Di mana Papa, Mbok?"

"Tuan Besar di ruang kerja, Den."

Theo mengangguk. "Makasih, Mbok."

Lelaki itu segera berlalu dari area dapur menuju bagian depan rumah di mana ruang kerja ayahnya berada. Suara denting piano mengalun memasuki indra pendengarannya. Suaranya semakin jelas ketika mendekati ruang tengah.

Ah, Mama! gumam Theo dalam hati dengan penuh rasa sayang. Selama jauh dari rumah, wanita yang telah melahirkannya 25 tahun yang lalu itu menjadi salah satu sosok yang selalu dirindukannya, termasuk permainan pianonya. Theo merasa beruntung dikelilingi oleh wanita-wanita yang sangat berbakat dalam hal musik, meskipun ia sendiri buta nada. Ia tidak tertarik bermain alat musik jenis apa pun, tetapi ia senang mendengarkan ketika dua orang wanita yang paling disayangi di dunia ini memainkan alat musik mereka masing-masing.

Jadi, ketika Theo tiba di ruang tengah, alih-alih terus mencari ayahnya dan mengonfrontasi temuan mengejutkan yang didapatnya petang hari ini, ia justru berbelok menyambangi ibunya. Lelaki itu tersenyum ketika ibunya berpaling dari tuts-tuts piano. Wanita berusia 43 tahun itu balas tersenyum sembari memberikan tatapan lembut. Tanpa menghentikan gerakan lincah jari-jemari lentiknya di atas tuts-tuts piano, Julianti Handjojo—sang ibunda tercinta—menelengkan kepalanya sedikit ketika Theo melangkah semakin dekat. Theo langsung membungkuk dan mencium sekilas pipi ibunya. Tangan kirinya merangkul bahu mungil wanita yang masih terlihat cantik hingga kini.

(Bukan) Ke Lain Hati ~ (TAMAT) ~ TERBIT E-BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang