BAB 2 ~ 🥊 DILABRAK 🥊

34 13 22
                                    

Halo... Selamat malam...

Babah Tan balik lagi yo... Yuk, tengokin... 

Jangan lupa pencet bintang dan kasih komen ya... 🥰🥰🥰🥰





☕☕☕

Tanujaya langsung menghampiri seorang perempuan muda yang tengah berhadap-hadapan dengan orang-orang yang disebutkan oleh Joni tadi. Dua orang pria paruh baya dan seorang perempuan gemuk. Air muka ketiganya terlihat keruh.

"Papi ...," sahut perempuan muda itu seraya menolehkan kepala ke samping, "ini ...."

"Kepriwe kiye lha, Bah (Bagaimana ini, Bah)? Sing bener bae, masa inyong dijujugi kopi sing ala (Yang benar saja, masa aku dikirimi kopi yang jelek)!" keluh Pak Sugeng dengan bahasa khas Banyumas yang langsung memotong ucapan Lusiana—anak perempuan Tanujaya—dengan nada sedikit tinggi.

"Gimana, gimana, Pak Sugeng? Masalahnya apa?"

"Kiye lho, Bah, kopi sing dijujugna terakhir wingi kae kok mambu bawang (Ini lho, Bah, kopi yang dikirim terakhir kemarin itu kok bau bawang)? Wis ping pira bae kiye inyong diwelehna (Sudah berapa kali saja ini aku dikeluhkan)," adu Pak Sugeng. Lelaki paruh baya yang asli Banyumas itu memiliki logat Ngapak yang kental sekali.

"Iya, Bah, tempat saya juga sama, tapi baunya cengkeh," timpal Pak Salim yang berdiri di sisi kiri Pak Sugeng. Sementara Bu Hamdan yang berada di sisi kanan Pak Sugeng mengangguk-anggukkan kepala dengan cepat.

"Hmm, itu nggak mungkinlah, Pak, Bu," sahut Tanujaya masih dengan sikap tenang.

"Bagaimana nggak mungkin? Buktinya sudah ada kok, Bah," cetus Pak Salim dengan nada tinggi.

"Gini, Pak, Bu, kami itu selalu pakai karung goni baru untuk mengemas kopi beras maupun kopi sangrai yang dikirim ke pelanggan-pelanggan kami, termasuk ke toko Pak Sugeng dan yang lainnya. Kami itu nggak pernah pakai karung bekas, apalagi karung bekas bawang atau cengkeh. Masa iya kami nggak tahu hal-hal kayak gitu," dalih Tanujaya.

"Lah, kuwe kan omongane Babah Tan bae (Ah, itukan hanya kata-katanya Babah Tan saja)!" gerutu Pak Sugeng.

Tanujaya terkesiap sejenak. Ia memandang tak percaya pada Pak Sugeng sebelum berkata-kata dengan pelan, tetapi dengan nada dingin, "Apa maksud omongan Pak Sugeng? Pak Sugeng nggak percaya sama saya? Memangnya kita baru berbisnis kemarin sore?"

"Udu kaya kuwe, Bah (Bukan seperti itu, Bah)," kelit Pak Sugeng cepat dengan nada yang lebih rendah dari sebelum-sebelumnya. Raut mukanya sedikit berubah, menampilkan sedikit rasa sesal dan tidak enak.

Tanujaya bergeming. Masih dengan nada dingin, ia meneruskan, "Apa selama lima tahun ini kita menjalin relasi, saya pernah mengecewakan Pak Sugeng? Gimana sama Pak Salim? Bu Hamdan?" Tanujaya menatap lawan bicaranya satu per satu. "Kalau Pak Sugeng sama yang lain masih nggak percaya, ayo, kita ke belakang biar lihat sendiri!"

"Ya, ora perlu ngasi kaya kuwe sih, Bah (Ya, tidak perlu sampai seperti itu sih, Bah). Nyong (Aku) sih percaya karo (dengan) Babah Tan. Seprana-seprene, ya, urung tau kedaden kaya kiye (Selama ini, ya, belum pernah kejadian seperti ini)," tampik Pak Sugeng.

Akhirnya Tanujaya mendesah. Roman mukanya sudah tidak kaku lagi seperti tadi. Bahunya sedikit turun seiring dengan emosinya yang mulai menguap.

"Ya dah, gini aja, Pak, Bu," saran Tanujaya, "kopi yang nggak layak nanti saya tukar. Kopi yang lama saya ambil, saya ganti sama yang baru. Semua kiriman kopi yang terakhir dah. Gitu aja, ya?"

(Bukan) Ke Lain Hati ~ (TAMAT) ~ TERBIT E-BOOKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang