one

431 54 11
                                    

Kala itu matahari bersinar dengan cerah tanpa lelah. Angin meniup halus bak pendukung kekaguman semesta. Awan sepertinya sedang tersenyum, ia putih dan menghidupkan langit. Semuanya baik-baik saja.

Kala itu dunia masih sama hingarnya, penghuni bumi masih beraktivitas layaknya keseharian yang terus berotasi. Taman di tengah kota masih di kunjungi anak-anak untuk sekedar bermain bersama, para orang tua yang menatap dengan kerutan di bawah mata dengan bibir terangkat sempurna, dan orang dewasa yang tegap dengan bingarnya.

Daun, bunga, dan pohon masih berwarna. Indah, semuanya masih indah.

"Felix! Oh Tuhan, hati-hati!" Seru sang suami yang langsung mendekap Felix. Memastikan suami manisnya tidak jatuh karena Felix sungguh ceroboh tidak bisa menjaga keseimbangan, menginjak batu saat berlarian mengejar anak-anak yang sedang bermain di taman.

"Kamu gapapa, 'kan?"

"Nggak Kak Abinku sayang, 𝘪'𝘮 𝘧𝘪𝘯𝘦."

Felix tersenyum teduh, coba yakinkan Changbin yang selalu perlakukan ia terlalu penuh kehati-hatian, overprotective. Changbin membuang nafas, menenangkan diri setelah tadi jantungnya hampir copot menyaksikan kesayangannya hampir terjatuh karena menyandung batu sialan itu. Ia elus pipi putih milik sang suami, lalu kecup kening Felix lama.

Katakan Changbin bucin karena ia sungguh berlebihan jika menyangkut tentang Felix. Demi apapun yang ada di dunia dari detik pertama ia ucapkan sumpah di hadapan Tuhan dan Pastur gereja satu tahun lalu, ia sudah tekadkan diri untuk mencintai Felix dalam hidupnya. Bersumpah berikan segala, menjaga dalam raga dan jiwa, dan limpahkan kasih juga setia.

"Kak Abin selalu kayak gini. Gimana kalo nanti aku jatuh dari tebing ke dasar laut, kebayang Kakak bener-bener bakal ikutan terjun kayaknya."

"Ya iya dong, masa nggak."

"Ish! Itu pembodohan namanya, yang ada kamu harus telfon emergency dan minta tolong tim SAR buat nyelametin aku. Kalo Kakak ikut terjun juga yang ada kita yang mati berdua." Celoteh Felix dengan bibir yang merengut lucu, Changbin semakin gemas dibuatnya.

"Justru karena itu, Kakak gak mau kamu tinggalin sendirian sampai kapanpun. Mending kita sama-sama terus ya, 'kan?"

"Serah Kakak deh."

"Abis ini ikut aku ke rumah sakit yah? Mau mastiin kaki kamu gapapa."

Felix merotasikan bola mata, sebal dengan sikap over reaction sang suami yang tidak pernah bisa ia bantah titahnya.

-

"Lebay kamu tuh, padahal kakiku cuma kesandung dikit. Untung dokternya gak julid."

Changbin menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, berusaha menahan malu dan salah tingkah dalam satu waktu.

Kini kedua sejoli itu tengah berjalan di koridor rumah sakit dengan tangan bertautan. Saling bertukar cerita dan sesekali tertawa. Hingga suatu suara debuman kuat membuat mereka menolehkan pandang dengan raut bingung dan khawatir.

𝘽𝙧𝙪𝙜𝙝!

"K-kak..."

Changbin eratkan tautan jari, firasatnya mengatakan sesuatu yang buruk sedang terjadi, ia bawa lari Felix keluar dari rumah sakit saat suara debuman itu kembali terdengar. Sampai di lantai paling bawah bangunan rumah sakit ia tau alasan kenapa banyak suara debuman dan teriakan terjadi.

Sekiranya ada beberapa orang yang menjatuhkan diri dari lantai paling atas rumah sakit dan terjun kebawah aspal keras. Ada pula yang menerjunkan diri tepat di atas mobil yang terpakir di luar rumah sakit; ternyata itu pemicu debuman suara tadi.

if the world was ending - changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang