three

149 40 7
                                    


"Dulu awal ketemu Kak Changbin itu di toko buku. Pertemuan klasik sih, Hahaha, lucu kalo inget masa itu. Kita rebutan komik best seller yang sisa satu di rak, tapi akhirnya gue yang menang setelah kasih jurus maut."

"Jurus apaan?"

"Jurus muka di imut-imut."

Jeongin dan Sky serentak membulatkan mulut membentuk huruf 'o' dan mengangguk kecil mendengarkan penjelasan panjang lebar Felix di kala awal pertemuannya dulu dengan Changbin.

Ketiga orang itu terbaring bersebelahan menatap langit-langit kamar sembari bercerita banyak hal. Walau terkadang mereka sesekali tertawa di tengah canda yang di lemparkan masing-masing, tetap saja ada rasa takut perihal dua sosok yang ditunggu yang belum jua terlihat batang hidungnya. Padahal ini sudah lebih dari 3 jam sejak Hyunjin dan Changbin meninggalkan rumah.

"Kalian udah nikah berapa lama?" Tanya Sky.

"Udah satu tahun." Jawab Felix sembari tersenyum dan mengusap perutnya yang masih datar.

"Kak Changbin keliatan sayang banget sama lo yah."

"Bucin banget gila." Tambah Jeongin.

Felix tidak menampik fakta bahwa Changbin memang seperti itu. Segala perlakuan lelaki Seo itu selalu sukses membuat Felix jatuh hati tiap detiknya. Ah, ngomong-ngomong tentang Changbin, Felix kembali merasa gundah akan rindu yang tak kunjung temu sekarang. Padahal baru 3 jam, tapi dengan keadaan buruk seperti ini tentulah membuat Felix semakin khawatir.

"Kak Changbin itu emang kayak gitu. Ugh, jadi kangen."

Dua laki-laki disebelah Felix lantas memutar bola mata malas mendengar penuturan terbilang berlebihan itu. Tawa meledak dari belah delima milik lelaki manis yang kini tengah mengandung itu.

"Maaf ya, tapi emang gue sama Changbin itu kayak gitu. Bucin level mystic kalo di game hahaha."

Sky juga Jeongin hanya berdehem mengiyakan; jengah dengan semua kebucinan yang mencemari polisi udara ini. Lalu keduanya mengangkat jempol lalu jari tengah ke atas udara, membuat Felix tenggelam dalam tawanya seketika.

Setelahnya ada beberapa jeda percakapan. Hening sekejap sebelum Felix kembali memecah keheningan.

"Jeongin, Sky, nanti tolong yah jaga anak gue."

Sky lantas menegakan badan; duduk tegak melotot seram pada Felix yang berbicara melantur.

"Apa sih, Fel!"

"Nggak gue cuma mikir kalo gue gak bisa bertahan dan yang bisa jagain baby gue entar cuma kalian."

"Heh omongan lu! Jelas dong kita bakal jagain baby. Ngadi-ngadi lo, jangan gitu ah! Kayak mau mati aja."

Felix hanya menarik bibirnya melengkung ke atas, menatap Sky dengan pandangan paling tenang layaknya aliran air ketika temaram. Jeongin yang melihat kedua orang yang kini tengah dalam pembicaraan berat itu hanya mampu diam tak berniat membalas.

Jeongin jelas tau apa maksud Felix barusan. Normal memiliki pemikiran takut mati dan tak bisa selamat di kondisi seperti ini.

Tapi mengingat bagaimana wajah Changbin ketika pertama kali mengetahui kabar kehamilan Felix dan romantisme sejoli itu setiap harinya jelas membuat Jeongin terenyuh dan menetapkan pikiran bahwa kedua laki-laki itu tidak boleh sekalipun berpikir untuk menyerah.

"Kak Felix gak boleh ngomong gitu. Berjuang sama sama ya, inget lo masih ada Kak Changbin yang sayangin lo setengah mati. Kalo dia denger ini pasti sedih loh."

"Fel, sejatuh apapun hidup dan seterperuk apapun keadaan lo seenggaknya sebelum nyerah lo harus liat orang di sekitar yang selalu sayang sama lo, ya? Kita dilahirkan bukan untuk selalu bahagia, dunia gak menjamin kita akan selalu kayak gitu. Tapi inget lo masih ada baby untuk di rawat, nanti kalo lo nyerah gimana sama dia?" Tambah Sky panjang lebar.

Perkataan mengandung penyemangat itu Felix dengarkan dan catat dalam hati. Tidak, Felix tidak selemah itu untuk menyerah pada keadaan. Bahkan untuk memilih terpejam kala malam saja lelaki manis itu cukup enggan, takut mati merenggut tatkala ia terpejam dan meninggalkan orang-orang yang ia sayangi tanpa pemberitahuan.

Sama seperti Hyunjin yang selalu frustasi karena merasa hidupnya hancur karena bumi seperti akan musnah dari peradaban, Felix pun juga sama. Apalagi ia membawa nyawa lain yang bersemayam dalam dirinya, jelas Felix sesekali merasa khawatir.

Jeongin mencebik, "Ah udah ah jangan ngomongin kayak ginian lagi! Perasaan tadi suasananya penuh adegan romantisme nostalgia deh kenapa malah melow begini."

Sky hanya menggeleng menyaksikan tingkah Jeongin yang sedang kesal seperti bocah. Lalu fokus retina matanya ia kembalikan pada sosok pirang yang kini tertunduk sendu.

"Udah ya Felix. Tenang, ada gue dan yang lain. Jangan pernah ngomong kayak gitu lagi. Sebagai seorang ayah yang anak sama pacarnya hilang gue ngerasa sakit banget dengernya."

"Maaf, Sky." Iris coklat itu berkaca-kaca, suasana hati seseorang yang hamil memang tak bisa di duga.

"Gapapa."

Keheningan kembali menyapa, ketiga orang itu kembali terjun dalam aliran kepalanya masing-masing. Tak lama suara ketukan pintu terdengar, serentak ke tiganya langsung bergegas menuju pintu.

Jeongin paling waspada, ia dengan kedua tangannya menahan Felix dan Sky yang ingin segera membuka pintu. Bukan apa-apa tapi Jeongin hanya takut jikalau itu bukanlah Hyunjin juga Changbin.

"Siapa?" Lelaki rubah itu mendekatkan telinga pada pintu.

"J-jeo... Ini gue, Hyunjin."

Sontak saja Jeongin langsung membuka pintu dan menyeret Hyunjin masuk kedalam tanpa menyadari bahwa Changbin tidak ikut pulang bersamanya. Hyunjin tersentak, Jeongin memeluknya begitu erat. Tas besar berisi makan yang ia jinjing seketika ia letakan di bawah lantai.

Kedua telapak tangan Hyunjin menyangga pinggang Jeongin yang kini masih memeluknya sangat erat, seperti takut kehilangan.

"Makasih udah bertahan makasih udah balik." Ujar Jeongin dengan suara gemetar.

Pelukan itu terlepas, Jeongin lihat penutup mata itu masih belum dibuka oleh sang empu. Lantas dengan telaten ia lepaskan kain penutup itu dari mata Hyunjin yang kini terlihat berkaca-kaca.

"Hyunjin, mana Kak Changbin?" Kini giliran Felix yang bertanya dengan air mata di pelupuk mata. Sorot mata coklatnya berkabut menaruh jutaan harap menunggu jawaban Hyunjin.

"Kak Changbin dimana Hyunjin?"

Tidak bisa. Hyunjin tidak bisa menahan tangis lagi. Tungkainya ia dekatkan untuk berdiri di hadapan suami Changbin itu. Dengan penuh penyesalan dan sesak di dada
Hyunjin turunkan ego bersimpuh memohon ampun pada Felix.

"Felix maaf."

Tangis Felix pecah bersamaan dengan hatinya yang juga patah. Beribu kata maaf Hyunjin ujarkan karena tidak bisa menolong dan pulang bersama Changbin tak Felix hiraukan suaranya.

Tidak. Itu bukan jawaban yang Felix inginkan keluar dari mulut Hyunjin. Hatinya sakit sekali, demi Tuhan. Felix masih berharap semua ini hanyalah bohong belaka.

"Kak Changbin gapapa 'kan, Hyunjin? Dia cuma ketinggalan aja kan? Di pasti pulang 'kan?!"

Hyunjin menggeleng dan kembali menunduk menatap lantai dengan air mata berjatuhan.

"Kak Changbin dimana Hyunjin??!!"

"Maaf, Felix."

tbc

abin lagi maen odong-odong sama aku dulu ya

if the world was ending - changlixTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang