Day-7
“Kak Felix minum teh anget dulu ya biar perutnya agak enakan.” Bujuk Jeongin sembari menyodorkan segelas teh pada yang lebih tua, Felix usahakan diri membuka mulut dan meminum sedikit teh hangat itu.
Jeongin nampak khawatir, ini sudah hari ke ketiga ia menemukan Felix selalu muntah di tengah malam sendirian. Ia pikir Felix sedang sakit, tapi saat Jeongin cek, kening halus itu tidaklah panas. Jeongin cukup kebingungan sekarang, ditambah stok obat dan makanan di hari ketujuh sudah mulai menipis.
“Je, jangan kasih tau Abin, ya?”
“No. Kak Changbin harus tau suaminya sakit.”
“Jangan. Biar gue aja yang kasih tau dia.”
“Kakak yakin?”
“Iya, lagi pula gue pikir gue gak sakit.”
“Hah?”
“I'm pregnant, maybe?”
Felix angkat belah delima miliknya, mata cantik itu berkaca-kaca.
Tangannya mengelus perut rata yang ia pikir terdapat satu nyawa hidup disana. Sebenarnya ini baru dugaan, tapi entah kenapa Felix yakin setelah tiga hari kemarin ia selalu merasa tak nyaman karena mengalami morning sickness di tengah malam, bukan di pagi hari seperti orang hamil kebanyakan.
“Maaf, maaf harus hadir disaat keadaan kita seperti ini.”
Siapa yang tidak sakit hati. Di saat orang-orang menginginkan mengandung dalam keadaan aman dan damai tapi Felix harus berjuang dengan sang buah hati di kala bumi setengah sekarat karena sesuatu hal yang tak bisa di jelaskan.
“Thank God. Gue bakal punya ponakan.” Jeongin ikut terharu bahagia. Kedua lelaki submusif itu saling lemparkan senyum bahagia, setidaknya ada satu alasan lagi mengapa keduanya harus berjuang untuk bertahan hidup, setidaknya demi satu buah hati kecil yang berdetak di dalam perut Felix.
“Siapa yang bakal punya ponakan?” Satu suara buat kedua anak adam itu menoleh. Felix yang terduduk di toilet lantas berdiri dan melihat Changbin yang menatapnya penuh tanya dan air muka yang tak bisa di jelaskan.
Felix hampiri sang suami yang kini tengah kebingungan, ia peluk dan bisikan sebuah kalimat yang membuat Changbin merasakan bahagia layaknya anugrah langit yang tercurahkan dalam satu malam.
“Kamu bakal jadi ayah.”
Changbin lantas keluarkan air mata, bahagia campur haru jadi sajian malamnya kali ini. Ia bawa Felix dalam pelukan, sangat erat. Bibirnya tak berhenti berucap terimakasih kepada semestanya.
"Makasih, sayang. Makasih, cinta. Makasih, Felix."
Kedua insan saling mencinta itu bertatap muka, iris mata saling terhubung disertai selaput berkaca-kaca. Menyorot penuh haru, buncah semua rasa cinta yang terlampau besar bak renjana.
Changbin kecup kening Felix lama.
"Percaya sama aku, sayang. Aku bakal jagain baby dan kamu. Aku pastiin kita bisa selamat. Aku sayang kamu dan bayi kita." Ujar Changbin sembari tersenyum bahagia.
—
Day-30
Sinar surya pagi sudah membumbung tinggi setengah kepala, tak ada suara ramai atau canda melingkupi semua orang di rumah itu yang kini hanya termangu di kursi meja makan.Satu masalah meliputi keseluruhan jiwa yang tengah berselimut kegusaran dan gejolak batin.
Satu masalah, ya, satu namun berarti membunuh seluruh anggota rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
if the world was ending - changlix
Fanficlalu, bagaimana jika dunia berakhir? ini tentang felix dan changbin yang berjuang melawan tragedi tak bernalar di alam liar. ketika mata dan bibir dilarang keluarkan fungsi, harus mengatup bagai tahanan, harus menutup mata untuk bertahan. "dua har...