1.9

11 2 0
                                    

"INGAT!. Dunia juga bemberi duka"
......

JANGAN LUPA FOLLOW YA WA'😊

......

       Lautan  biru berjingga telah memberi kenyamanan kepada Sekar ditengah lukanya. Ia sibuk mengusap rambutnya karena ulah hembusan angin dari arah barat.

       Gadis itu hanya duduk beralaskan pasir hitam dengan tatapan kosong ke arah lautan.  Berharap jika lautan menenggelamkannya tanpa suara saat ini juga. Terik matahari tak langsung mengenai wajah gadis itu karena masih terhalang oleh kaca mata dan masker yang ia kenakan.

       Sorak-sorak terdengar ramai, beberapa kelompok diseberang sana tertawa lepas membuat hati Sekar berbuah irih.

       Gadis itu hanya meratapi nasibnya yang begitu menyedihkan, dan berharap hari ini ia dapat melihat sunset dengan tenang tanpa adanya gangguan.

-Sedikit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-Sedikit.

       Sekar terkejut karena tepukan Eraz dari arah belakang.

       Keinginannya untuk tenang melihat sunset kini telah memudar bersama ombak yang membawa pasir pantai tanpa ketahuan.

"Mmm?"

"Masuk yuk, bunda udah siapin makan" kata Eraz.

Sekar mengantung sejenak dan bertanya,

"Raz. Lo pernah mikir pengen jadi lautan gak?" Tanya Sekar tanpa menatap mata cowok itu. Dan melupakan topik yang Eraz bawa barusan dengan polos.

       Eraz menghembuskan nafas kecilnya, ia duduk disamping Sekar dan menoleh ke arah gadis cantik disampingnya itu. Tapi sayang, wajah gadis itu ditutupi oleh benda yang membuat Eraz menjadi sedih.

"Gak tu. Gue lebih pengen menjadi bintang Kar" jawab Eraz.

"Kenapa?"

"Karena lo adalah sosok bulan yang mampu sendiri untuk menerangi gelapnya malam. Gue sebagai bintang akan temenin lo kapanpun dan selamanya, gue akan menjaga dan menyangi lo Kar"

"Gue janji gak bakal jadi matahari yang muncul saat lo gak ada, dan pergi saat lo ada"

"Lo kuat. Karena lo Sekar" Lanjut Eraz.

       Hati Sekar sedikit membaik mendengar kalimat sahabatnya itu. Senyumnya tercipta dari balik masker yang ia kenakan, mata yang bulat kini ikut menyipit karena senyuman. Tapi semua itu tak Eraz ketahui karena wajah Sekar masih ditutupi oleh kaca mata hitam dan masker miliknya.

"Emang lo mau jadi laut Kar?, saran gue jangan!. Karena laut itu serem" lanjut Eraz.

"Gue cuma mau jadi angin. Angin yang mampu membawa makhluk bernama derita pergi sejauh-jauh mungkin"

"Kalau gue?, gue cuma pengen jadi alam semesta. Dan memberi kalian berdua tempat ternyaman yang gue punya" lanjut Aldes yang muncul entah dari mana.

       Percakapan ketiga remaja itu kini menjadi  serius, Eraz dan Aldes tak berhenti menyemangati Sekar untuk tetap tegar walau apapun rintangannya. Karena ia tak sendiri, melainkan ada sahabatnya yang siap menjadi tameng untuk setiap masalahnya.

■■■■■■■

Chat :

"Gun?"

"......" ¤

       Tak ada balasan, tetapi centang dua telah berwarna biru. Itu artinya Guntura telah membaca pesan dari Sekar.

       Ditengah kegundahan Sekar menatap layar ponselnya itu, Aldes menemui Sekar di kamar dan mengajaknya gabung dimeja makan.

"Kar, bunda panggil kita makan" kata Aldes.

Bunda adalah panggilan untuk Tiar, Ibu Eraz.

       Rumah, keluarga, canda dan tawa membungkus rapat kehidupan Eraz. Sekar yang melihat senyum keluarga Eraz merasa irih dan membandingkan dirinya yang sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Eraz..

Apa jadi Eraz enak?"

"Sayang kenapa melamun?" Tanya Tiar, ia memegang tangan Sekar yang sedari tadi hanya mengaduk makanan dipiringnya itu. "Gak enak ya makannya?". Lanjut Tiar

    Semua tatapan tertuju pada Sekar. Eraz, Aldes, dan Bili menunggu jawaban dari gadis itu.

       Sekar menampakkan senyumnya, dan membalas pegangan Tiar dengan satu tangan yang lainnya.

"Gak bun enak ko, Sekar gak papa"

"Yuk habisin makannya anggap rumah sendiri"canda Sekar. Membuat semua orang tertawa dan kembali menceritakan kisah mereka masing-masing.

     Bili, selaku ayah Eraz menceritakan jika sewaktu ia mudah Tiar sangat bucin kepadanya. Mendengar itu Tiar tak terima dan tak mau kalah.

"Siapa bilang bunda yang bucin. Ayah kali yang bucin sama bunda"

       Lagi-lagi mereka kembali tertawa layaknya keluarga tanpa beban. Tapi Sekar?, ia hanya tersenyum melihat semua orang yang ia sayangi tertawa.

       Keluarga Eraz adalah keluarga nomor dua baginya dan Aldes.
Biasanya mereka berempat selalu nongkrong di rumah Eraz sepulang sekolah. Sekar, Eraz, Aldes dan Guntura.

       Ia belajar bersama dan bermain bersama. Mereka berempat adalah sahabat sekaligus tim yang tak terkalahkan pada masanya. Tetapi saat kemunculan Sisi yang menjengkelkan, kini ia tak mengenal Guntura lagi. Sikap Guntura yang dulu dan sekarang sangat bertolak belakang dengan Guntura yang dulu ia kenal.

       Masalah demi masalah muncul menghamtan kehidupan Sekar dan persahabatan mereka.
Sekar berharap jika orang disekelilingnya bisa memandang dia sebagai seorang manusia.

"Gue gak minta hal yang aneh. Gue cuma pengen, lo lihat gue sebagai manusia"

~Asekar Yauh~

Sekar dan HujannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang