Part 11

7 3 0
                                    

Part by AnggiRamadani839

_____
Pov Dani

"Bun, aku mau pergi dulu, ya," ujarku pada wanita paruh baya yang tengah sibuk menonton televisi di ruang keluarga, aku diam menunggu jawaban darinya. Namun, Bunda bergeming melihat tontonannya, malahan ia terlihat kesal sampai-sampai mencengkeram pegangan pada kursi yang didudukinya.

Ah, aku diabaikan ... ternyata seperti ini rasanya diabaikan. Sungguh, ini cukup menyakitkan.

"Bun, aku mau berangkat." Sekali lagi aku memanggilnya, namun, kali ini aku mengguncang sedikit bahunya. Perlahan, bunda mulai memperhatikanku dengan tatapan tajam darinya yang seolah berbicara 'Kau menggangu!'

Aku mengembuskan napas panjang, kalau begini terus mungkin aku akan ketinggalan bus. Oh, akhirnya sudah iklan. Wanita paruh baya ini akhirnya menanggapi, aku tersenyum tanpa dosa padanya.

"Apa?!" ujar perempuan paruh baya itu garang, mata cokelatnya melotot padaku. Mungkin ia begitu karena aku mengganggu ketika tengah menonton sinetron kesukaannya? Tapi itu harus dilakukan, mengingat sebentar lagi aku harus berangkat ke sekolah karena harus ikut berkemah.

Aku menempelkan kedua tangan ke depan dada dan sedikit menundukkan kepala. "Maafkan aku karena menganggu waktumu, Ratu. Namun, aku harus bergegas berangkat." Bunda yang melihat itu, langsung tertawa seraya memukul kecil kepalaku.

"Ratu ini sangat baik hati, jadi kau kumaafkan, Rakya jelata," ucapnya. Tersenyum melanjutkan dramaku, senyuman Bundaku memang yang terbaik!

"Bunda, aku berangkat dulu, ya?" tanyaku sedikit terburu-buru seraya mengambil tangannya untuk berpamitan, 20 menit lagi, bus itu akan tiba di sekolah. Jika aku terlambat, maka sudah tidak ada harapan untuk mendapatkan nilai di Ekstrakulikuler pramuka.

Ketika aku hendak melepaskan tangannya, Bunda langsung menghentikanku. "Dan, gak tahu kenapa Bunda ngerasa cemas. Kamu gak usah ikut kemah aja, ya? Mungkin lain kali, kamu baru ikut lagi, okey?" ucap Bunda dengan nada bergetar. Aku hanya menggaruk kepala yang tidak gatal, bagaimana aku harus menjawab ini?

"Tapi nanti aku gak dapat nilai dong, Bun," ujarku. Lagipula aku sudah membayar mahal untuk ikut acara ini, sayang sekali kalau tidak ikut, uangnya tidak akan kembali. Bunda diam, sepertinya sedang berpikir. Wanita itu menggengam tanganku dengan erat, aku kesulitan untuk membuka genggamannya.

"Dani juga udah bayar full buat ikut, sayang, kalau terbuang begitu saja duitnya, Bun. Lagipula di sana juga ada pembina dan banyak temen, gak mungkin ada apa-apa, Bun," tambahku. Perempuan di sampingku melirik khawatir. Namun, ia sepertinya mengerti apa yang kusampaikan, jadi bunda memperbolehkanku pergi.

***

Setelah menempuh perjalanan yang cukup lama, rombongan sekolah kami tiba pada tujuannya. Kukira kami akan berkemah di Koramil atau semacamnya, ternyata ini jauh dari ekspektasiku. Pegunungan, lebih tepatnya 'hutan di kaki gunung'.

Siswa dan siswi yang ada di bus, langsung berebut untuk keluar lebih dahulu. Tak peduli bagaimana kondisi mereka yang tadinya hampir muntah, pusing, atau sudah muntah. Kuakui, pemandangannya cukup bagus, nuansana jadi hijau karena banyak pohon. Aku keluar dari bus di giliran terakhir karena berebut itu melelahkan, bahkan membuat pusing.

Terdapat sebuah tanah lapang yang sangat luas, tidak lupa pula, tanah itu dikelilingi pepohonan rindang yang besar, akarnya sampai menyembul ke atas tanah. Setelah istirahat, kami diminta untuk mendirikan tenda dan masing-masing kelompok mendapatkan kertas berisi kegiatan yang dilaksanakan di sini. Oh, lihatlah! Hari ini akan ada jurit malam! Keren sekali ... aku akan mengikuti acara ini, pokoknya harus.

***

Apa ini? Ini, sih tidaklah seru! Hantu-hantu yang dipersiapkan untuk jurit malam, semuanya hantu palsu. Namun, anehnya teman-temanku sangat takut. Bahkan ada yang mengompol! Mereka bergemetar hebat, cuma aku yang tidak bergemetar.

Aku tenang-tenang saja karena ini hanyalah tipuan, kami berjalan sesuai rute yang terdapat pada peta. Terkadang kami tersesat karena pembacaan peta yang salah, jalan yang kami lewati pasti ada saja hantu yang membuat kaget. Namun anehnya, teman-temanku malah ketakutan dan berteriak. Padahal, 'kan mereka sudah melewati hantu-hantu begini beberapa kali tadi!

Oh, wah ... sungguh pesona yang indah, aku membelalakan mata, mulutku sedikit menganga karena melihat bintang-bintang di langit malam. Sampai aku tidak sadar, kalau aku sudah tertinggal jauh di belakang kelompokku. Walaupun aku sudah sadar sekarang, aku masih setia menatap bintang itu dengan penuh kekaguman.

Di samping aku berdiri, terdapat jurang yang sepertinya sangat terjal dan berbahaya-terlihat dari adanya tanda di sekitar situ. Namun, aku tidak peduli dan duduk di tepi jurang itu. Mengayun-ayunkan kaki, keadaan yang sepi dan damai, melihat hal yang menjadi favoritku. Keadaanku saat ini sempurna.

Tiba-tiba indera pendengarku mendengar suara langkah kaki yang menginjak daun dengan cepat, sebelum aku menoleh ke belakang, punggung merasa ada dua tangan orang lain mendorongku dengan keras. Aku membelalakan mata, segera saja setelah terdorong, aku memegang tepi jurang dengan kuat. Netraku menatap ngeri pada jurang ini. Oi, oi, oi, jurangnya dalam sekali! Tanganku hampir tidak bisa menahan berat tubuhku dan hampir terlepas, setidaknya sebelum terjatuh, aku akan melihat si pendorong itu! Tapi ... hei? Aku membulatkan netra. Itu ... tidak mungkin, 'kan?

"Deri?" Wajahnya tersenyum puas melihatku yang berada di ujung kematian ini, lalu dengan kejam, ia menginjak tanganku yang masih memegang tepi jurang.

Ternyata begitu, aku ... dibenci adik sendiri. Sehingga ia tega membunuh kakaknya, tubuhku terus melaju turun. Terkadang terkena bebatuan dan ranting-ranting kayu, sakit. Namun, tak sebanding dengan sakit hati yang kurasakan.

Akhirnya, tubuhku jatuh pada sebuah sungai di bawah jurang ini. Tenggelam di sana, sejenak sebelum meninggal karena terlalu banyak air yang masuk. Aku teringat seseorang, siapa ... ya? Tidak ingat, yang kuingat ia ... sangat berharga.

Kurasa, tubuh ini sudah terlalu letih, membuat enggan netra untuk tetap terbuka. "Selamat tinggal, dunia," ucapku dalam hati sembari menutup mata.

***

"Rambutmu sangat lucu! Kuharap, kau tidak pernah memanjangkan rambutmu," ujarku tersenyum lebar . Gadis itu terlihat malu ketika aku memegang puncak kepalanya, rambut miliknya itu menakjubkan. Walaupun pendek, tapi sangat halus.

Terlihat, gadis itu mengangguk kecil menyetujui ucapanku tadi. "Hei kalian, ayo berpose. Kita akan berfoto, ingat?" ucap bunda sedikit berteriak. Bunda memegang sebuah kamera, bersiap untuk memotret kami. Aku segera menggenggam tangan gadis kecil di sampingku, menatap ke kamera dan tersenyum lebar. Gadis itu ikut tersenyum, sama sepertiku.

Cekrek!

Gambar dalam foto itu adalah aku dan anak perempuan itu. Dengan latar belakang sebuah taman kanak-kanak, foto itu sangat cantik.

PACAR ASTRAL [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang