Part 10

8 3 2
                                    

Collab with AnggiRamadani839

Jihan POV

Jawaban yang ditulis Dani benar semua, lengkap dengan cara-caranya. Kali ini, aku menatap si hantu yang menaik-turunkan alisnya genit. Namun, ada yang berbeda darinya, mata Dani terlihat merah tidak seperti biasanya.

Melihat jawaban yang dikerjakan hantu itu, aku jadi penasaran. Apakah di dunia hantu juga ada sekolah khusus hantu?

"Ck, apa di alam gaib juga ada sekolah?" tanyaku. Kertas jawaban kukembalikan pada Deri yang ikut menganggukkan kepalanya penasaran.

Dani menjentikkan jarinya, bibirnya tersenyum lebar. "Aku hantu pintar. Aku dulu pernah sekolah seperti kalian juga. Malahan, selalu jadi juara kelas!" katanya sombong.

"Wah, aku mau dong belajar sama kamu," sahut Deri antusias.

Buru-buru aku menyikut lengan si mantan pacar, seharusnya Deri punya malu atau menaikkan harga dirinya di depan hantu tengil itu. Setidaknya Deri menjaga imagenya, atau Dani akan terang-terangan lagi merendahkan mantan pacarku ini.

"Boleh-boleh! Aku nanti menginap di rumahmu, ya?" Dani berkata antusias.

Menginap di rumah Deri? Tidak, semoga saja Deri tidak mengizinkannya, tapi, setelah dipikir-pikir lagi, ada baiknya juga kalau Dani tidak di rumahku, otomatis malam ini terbebas dari si hantu tengil.

Menunggu jawaban yang keluar dari mulut Deri, yang dilakukan oleh pria berwajah pucat itu sekarang mengetuk jari telunjuknya di dagu. Sepertinya Deri juga masih menimbang-nimbang untuk membawa hantu itu ke rumahnya.

"Gimana?" Dani kembali bertanya, Deri akhirnya mengangguk juga, menyetujui permintaan hantu yang baru saja membuatnya terkagum-kagum. Sontak saja, Dani melompat kegirangan sampai-sampai memeluk Deri erat, kedua kaki Dani kini menggelayut manja di pinggang Deri.

Mataku terbelalak lebar, tidak semestinya aku melihat pemandangan ini. Aku saja tidak pernah melakukan itu selama kami pacaran, tapi hantu ini ....

Dengan kesal buku di tanganku ini melayang tepat di kepala Dani. "Aaaargh!" Aku menjerit sekeras-kerasnya. "Cepat menjauh dari pacarku!"

"Aduh ... niatnya gak mau nyari masalah, tapi tetep aja kena pukulan kamu. Cantik-cantik, kok malah ganas, sih?" gerutu Dani setelah bangkit dari pangkuan mantan pacarku. Aku menjulurkan lidah padanya. Emang enak!

Sejenak kuperhatikan wajah Deri yang merah. Apakah dia juga mulai menyukai hantu ini? Jangan-jangan ... Deri ....

"Deri?" Aku mengguncangkan tubuh Deri yang membeku. "Sadar. Kamu jangan naksir sama hantu tengil itu, dong!" protesku kesal.

***

Sudah tiga hari lamanya Dani tidak kembali ke rumah. Setiap aku bertanya lewat telepati dengannya, tapi tidak ada sahutan apa pun darinya. Aku merasa ... kehilangan. Ini bukan kehilangan, lebih tepatnya khawatir kalau sesuatu terjadi padanya.

Apa aku ke rumah Deri saja? Memastikan kalau Dani masih di sana atau sudah pergi? Ah, baiklah. Setelah pulang sekolah nanti aku akan pergi ke rumah Deri dan mencari keberadaan hantu tengil itu.

Tepat saat ini aku melihat Deri yang sedang melamun entah kenapa di bangku paling belakang, untungnya hari ini guru sedang rapat, jadi kelas dikosongkan, hanya diberikan tugas mencatat oleh guru.

"Woi, ngapain ngelamun terus?!" tegurku pada Deri. Deri mengerjapkan matanya lucu, apa yang dia pikirkan, ya?

Aku duduk di depan Deri-di bangku kosong yang pemiliknya entah sedang pergi ke mana. Kusentuh kening Deri pelan, tidak demam atau apa pun itu, Deri baik-baik saja.

"Nggak kok Ji, aku baik-baik saja. Hanya saja ...." Deri menggantung ucapannya, dengan gugup menggigit bibir bawahnya sendiri.

"Kenapa?!" tanyaku kesal.

"Anu ... itu ...." Jawaban Deri sungguh tidak membuatku puas. Sebenarnya apa yang telah terjadi?

"Pokonya, sepulang sekolah kamu pergi ke rumahku," kata Deri cepat. Aku menganggukkan kepala sebagai jawaban, memang aku ingin pergi ke rumahnya nanti.

***

Bangunan berlantai dua kini aku singgahi kembali setelah satu bulan lamanya tidak ke rumah ini. Rasanya aku merasa bahagia, apalagi belajar memasak dengan bunda Deri.

Taman kecil di depan rumah ini terhias, bunga-bunga ini terlihat indah karena tangan bunda Deri rajin merawatnya setiap hari. Aku dan Deri memasuki rumah minimalis ini.

Ucapan Deri yang selalu kuhapal di luar kepala saat dia mengajakku masuk. "Silakan masuk, Tuan Putri. Di kerajaan Deri Fahri."

Kali ini aku hanya tertawa kecil, saat kami berpacaran dulu responsku langsung menggelayut manja di lengannya. Hari ini, rasa penasaranku sudah berada di ubun-ubun. Oleh karena itu, romantisme ala Jihan dan Deri tidak terulang kembali.

Deri menggiringku masuk ke kamar tamu yang letaknya di lantai bawah. Tidak ada siapa pun di sana, hanya ada sofa kecil dengan meja di depannya, tetapi tunggu!

"Dani?" Aku buru-buru berlari saat melihat Dani yang tengah tertidur di ranjang, bibirnya sangat pucat. Apa yang terjadi padanya?

Seakan tahu perasaanku saat ini, Deri menyentuh bahuku. "Aku juga tidak tahu kenapa dia bisa begini. Tapii-"

"Apa?!" Buru-buru aku menyahutnya.

"Saat pulang dari rumahmu, ternyata Dani kelelahan. Dia sempat menggerutu kehilangan banyak tenaga. Sebelum itu juga, dia menggunakan kekuatan. Yang aku dengar, dia mengerjaimu di kamar dengan mengangkat barang-barang ke udara. Lalu, melawan pemburu hantu di rumahmu, Ji."

"Aku tidak menyangka ini, Dani," gumamku.

"Apa ada cara yang bisa membuatnya bangun?" tanyaku.

Sayangnya Deri menggelengkan kepalanya lemah. "Sebelum Dani tertidur, dia tidak mengatakan apapun untuk membuatnya bangun kembali, tapi, sepertinya kita bisa meminta bantuan kepada seseorang," ucap Deri tersenyum lebar.

***

"Ini kakakku. Dia selalu bertingkah semaunya, apa yang kulakukan harus sesuai dengan apa yang dia inginkan. Dulu, saat kami TK, dia menyuruhku memotong rambut. Namun, larangan yang dia berikan tidak bisa kuterima," jelas Deri. Deri mengusap foto di tangannya. Laki-laki dengan seragam taman kanak-kanak itu sepertinya aku kenal.

"Namanya siapa?" tanyaku.

"Dani Fahri."

"Dan-dani F-fahri?" ulangku terbata.

Deri mengangguk, dia melirikku seraya menaikkan alisnya satu. "Kenapa? Apa kamu kenal kakakku?"

Dengan cepat aku membuka tas dan mengambil foto, setelahnya aku membandingkan foto milikku dengan foto di tangan Deri.

"Kakakmu sahabatku saat TK. Ah, dunia sempit sekali." Kedua foto itu kupeluk erat. Aku sangat rindu padanya.

"Ngomong-ngomong, dia ke mana? Dani sahabatku, dia sekarang ke mana?" lanjutku bertanya.

Tiba-tiba tubuh Deri menegang. Dia gelagapan, tingkahnya kenapa berubah seperti ini? Pria dengan bola mata biru ini menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Di-dia ...."

"Tidak tahu?" ulangku.

"Kak Dani ... menghilang saat camping setahun lalu." Deri menundukkan kepalanya dalam-dalam.

PACAR ASTRAL [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang