Part 13

6 3 0
                                    

Part by AnggiRamadani839

_____
Dani POV

Aku terbangun dengan peluh yang membanjiri dahi dan napas yang memburu. Tadi itu ... apa? Mimpi? Otakku mencoba berpikir keras untuk mengingat kembali dan berhasil, samar-samar aku mulai ingat semua memori ketika masih hidup. Mulai dari aku memiliki seorang teman perempuan, hingga aku meninggal.

Lebih tepatnya dibunuh oleh adikku sendiri-Deri. Rasa sesak pada saat terdorong ke jurang, kini kembali. Seluruh tubuhku menggigil mengingatnya, bahkan kini netra mengeluarkan air mata. Kenapa? Kenapa ia begitu tega? Ah, s*al, mataku terus saja mengeluarkan banyak air mata.

Begitu, aku ingat sekarang, kenapa aku bisa ada di dunia ini sebagai hantu dan kenapa aku terkadang merasa benci pada Deri, semua sudah terjawab. Aku menyingkirkan peluh di dahi. Walaupun tidak bisa dipercaya, tapi itu nyata, perasaanku juga mengatakan demikian. Kalau begitu, apa aku ada di sini karena ingin balas dendam?

Bunda benar, tentang perasaan khawatirnya dulu. Kalau begitu, sekarang ragaku berada di mana? Apa sudah ditemukan? Atau malah masih di lautan itu?

Ceklek!

Derit pintu kamar tamu ini perlahan terbuka, aku yang tengah duduk di atas kasur menghentikan tangisku dan mulai memperhatikan pintu. Tampaklah seorang wanita paruh baya masuk dengan membawa sapu dan kain pel, wajahnya tampak sangat letih dan tidak ada senyuman yang terpampang di sana.

I-itu Bunda! Beliau tampak berbeda sekali sejak terakhir bertemu, syukurlah, dia sehat. Tanpa sadar, aku segera berlari dan hendak memeluknya. Namun ... tidak bisa, aku malah menembusnya. Mulut ini tertawa kecil, bodoh sekali, tentu saja itu terjadi. Aku kan hantu, mana mungkin bisa ....

Seketika itu, kakiku lemas dan terkulai lemah di lantai. Bunda kini menatap ruangan ini lama, matanya sayu, tubuhnya lebih kurus sekarang, berbeda dengan Bunda yang dulu.

Sekali lagi, aku mencoba menyentuh tangannya, hatiku sangat berharap untuk bisa menyentuhnya.

"Bunda ...." Tanpa diminta, mataku malah berkaca-kaca. Ah, kenapa hantu sepertiku bisa menangis dan cengeng begini?

Segera tangan ini mengusap kasar air mata yang mengalir, kutatap lekat wajahnya. Benar kata Bunda dulu, seharusnya aku mendengar perkataannya.

Hatiku perih ... kekuatan yang kupunya tidak bisa membuat tangan ini menggenggam tangan Bunda. Aku bisa melihatnya! Namun, tetap saja tidak bisa kuraih.

Kuembuskan napas agar dada tidak sesak, kedua tangan segera direntangkan. Aku berpindah tempat ke belakang Bunda, ingin sekali memeluknya erat.

Begitu aku mendekatkan tangan pada tubuh yamg baunya membuatku nyaman, segera saja tanganku meluncur dan menembus tubuhnya. Hal ini cukup membuatku depresi, aku duduk kembali di kasur menatap beliau yang tengah membersihkan ruangan ini. Tertawa kecil sambil berharap 'Seandainya saja, aku manusia.'

***

Ngomong-ngomong apa Ji rindu padaku? Gadis itu sudah lima hari kutinggal, bagaimana kabarnya, ya? Kuharap dia baik-baik saja. Sekarang aku sudah berada di jendela kamar gadis pemarah itu, celingukan mencari keberadaannya.

Namun, harapan itu pupus ketika aku melihatnya tiduran tengkurap dengan muka yang bersembunyi di bantal, terdengar suaranya tengah menangis sesenggukan. Ditambah, gadis pemarah itu sepertinya tengah mengomel panjang lebar.

Aku mengerjapkan mata, seseorang seperti Ji, bisa menangis? Apa yang terjadi padanya? Bahkan bahunya juga ikut bergetar, pemandangan ini sungguh menyedihkan. Namun, terlihat lucu di mataku? Dia menangis sambil mengomeliku yang tidak bangun, Ji juga mengucapkan perkataan serapah dari mulutnya. Ah, kini aku menahan tawa. Sepertinya aku tidaklah ahli dalam menahan, pada akhirnya tawaku pecah.

Ji yang tengah menangis terkejut dan perlahan ia melirik ke sumber suara. Dengan matanya yang sembap, ia menatapku tidak percaya. Aku tersenyum sambil menyipitkan mata. "Merindukanku, ya?"

Entah karena apa, dia tiba-tiba melemparkan bantal bekas air matanya dan itu tepat sasaran. Bantal itu mengenai mukaku, tapi ... aku adalah hantu. Tentu saja, bantal itu hanya menembus tubuhku.

"Gak kena, wleee!" ucapku sambil menjulurkan lidah. Nampaknya, gadis itu sedikit marah padaku, wajahnya yang marah benar-benar lucu seperti kucing, aku menahan diri agar tidak tersenyum. Di saat seperti ini, tidak seharusnya bibir ini tersenyum.

"Ke-kenapa kau baru datang sekarang?" tanyanya dengan sesenggukan, ia mengalihkan pandangan matanya, meskipun sedikit, terlihat rona merah di wajahnya. Eh, apa yang ia bilang? Kenapa baru datang? Tumben sekali ... jangan-jangan ... dia merindukanku?! Oh, tidak, dia imut sekali. Gawat, ini tidak baik.

"Hei, kau kenapa? Mukamu merah sekali, apa kau demam? Eh, emangnya hantu bisa demam?" tanyanya sambil mendekatiku yang tengah duduk di tepi ranjangnya. Dengan hati-hati ia menempelkan tangannya ke dahiku, aku tercengang dengan perlakuannya. Refleks, aku teriak dalam hati, yang dilakukannya berhasil membuatku malu.

"Gak panas, kok," katanya singkat sambil menarik kembali tangannya. Ya iyalah tidak panas, kan hantu tidak bisa mengeluarkan suhu! Lantas, wajahnya itu terlihat tengah berpikir.

Sepertinya ia telah menemukan jawaban dari yang dipikirkannya, karena ia mangut-mangut sendiri. Tiba-tiba gadis itu menunjukku seraya tersenyum mengejek.

"Ka--" Aku tidak ingin malu lebih dari ini, jadi segera saja kututup rapat mulut si gadis.

"Kenapa kau menangis tadi?" ucapku mengalihkan pembicaraan. Ji yang tadinya ingin melepaskan mulutnya dari tanganku, kini terdiam. Perlahan, matanya berkaca-kaca, aku menaikkan satu alis seraya menarik tangan kembali.

"A-aku gak apa, kok," ucapnya dengan ekspresi ingin menangis, tapi ditahan. Aku bingung, dia seperti itu tapi bilang tidak apa-apa?

"Ceritalah Ji, aku akan mendengarkanmu." Aku mencoba tersenyum ramah dan mengelus puncak kepala gadis itu, Ji akhirnya menceritakan semuanya yang membuat gadis itu menangis, ia bilang kalau Siska itu merundungnya dari SD. Aku tertawa kecil menanggapinya, habisnya Siska itukan baik. Kenapa Ji seolah-olah membuatku untuk membencinya? Gadis itu melotot melihatku yang tertawa.

"Kau bohong, 'kan? Mana mungkin orang seperti dia merundungmu," celetukku tidak mempercayainya.

PACAR ASTRAL [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang