Part 14

9 3 0
                                    

Collab with AnggiRamadani839

Jihan POV

"Kau bohong, 'kan? Mana mungkin orang seperti dia merundungmu."

Ucapan pria ini membuat dadaku sesak, ketika kepercayaan kepadanya telah ada, kini pria bernetra biru itu malah tertawa dengan apa yang sudah aku ceritakan padanya.

"Kamu berbohong, 'kan?" Sekali lagi, pria menyebalkan itu malah menderetkan giginya sambil geleng-geleng kepala. Rupanya dia masih menginginkan kebenaran kalau Nenek Lampir itu orang yang baik.

Aku mengedikkan bahu. "Terserah padamu, siapa yang lebih kamu percaya." Dengan lekat bola mata birunya kutatap, lalu telunjuk ini mengarah pada dadaku. "Aku. Atau Siska yang sudah membuat makhluk astral kaya kamu tertarik padanya."

"Dari perkataanmu, seolah kamu memberikan kode cemburu padaku," kekehnya.

Hantu tengil itu sekarang terlihat lebih menyebalkan di mataku sejak dia tertidur lima hari. Entah apa yang telah membuatnya seperti ini sekarang.

Aku tertawa hambar dan mencibir, "Aku? Cemburu pada makhluk astral kaya kamu? Ngaca, deh!"

Dari cibiran yang terlontar dari bibirku, kini pria tinggi itu malah melompat dan berdiri di depan kaca. Dengan gaya angkuhnya, dia menyugar rambut ke belakang. Setelahnya dia berbalik dan menatapku yang tengah memperhatikannya dengan mulut terbuka.

"Hahaha ... dari tatapanmu itu mengartikan kalau gadis tadi yang berkata tidak cemburu bisa tertarik juga sama makhluk astral sepertiku," ejeknya.

"Kepedean!" ketusku. Jika lama-lama melihatnya, itu membuat udara di sini pengap. Melihat Dani dengan penampilan seperti itu, membuatnya berbeda. Ah, kenapa aku malah memujinya?

Aku memukul kening pelan seraya menggelengkan kepala berkali-kali. Tiba-tiba saja, pria menyebalkan itu malah mendekatiku dan berbisik, "Kamu berpikiran hal aneh tentangku, ya? Atau ... kamu akan melakukan sesuatu padaku?"

Hidung mancung Dani segera kucubit keras-keras sampai merah, biarkan saja dia kesakitan seperti sekarang. Dia berkata seolah aku tertarik pada makhluk astral sepertinya dan ingin menerkamnya di sini.

"Duh ... aduh ... Ji, lepasin ...." Dani bersusah payah melepaskan tanganku, rasakan ini pria astral! Aku tertawa puas setelah mencubit hidung mancungnya, sedangkan pria itu kini mengusapnya sambil melirikkan matanya kesal. Namun, tiba-tiba ekspresi wajahnya berubah.

"Melihat kamu tertawa seperti itu, udah buat aku seneng, Ji. Kalo harus menderita demi melihatmu bahagia, kenapa enggak?" ucapnya serius.

Seketika, tawaku terhenti, saat mata ini ikut menatap matanya, Dani tengah menatapku serius. Maksud dari perkataannya apa? Kenapa sekarang rasanya otakku buntu tidak bisa berpikir?

Senyum pria bernetra biru itu mengembang sampai matanya menyipit. Tangannya menepuk puncak kepalaku. "Kamu masih terlalu kecil buat mencerna gombalanku." Dani tertawa terbahak-bahak. Tuh, kan, sikapnya memang selalu menyebalkan. Segera kutepis kasar tangannya dari kepala, pria astral itu sekarang masih tertawa atas penderitaan gadis imut ini.

Aku lupa, kalau pria astral ini bisa mendengarkan apa pun yang ada di dalam hatiku lewat telepati, aku lupa mematikan telepati ini.

***

Pagi ini, entah kenapa rasanya sangat berbeda. Saat aku memasuki kelas, semua teman di dalam kompak menatap remeh padaku seolah melihat sampah. Dari saat pertama sekolah, mereka biasa saja, tetapi kenapa sekarang tatapan itu membuatku ketakutan?

PACAR ASTRAL [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang