Malam ini akibat kesakitannya arka jadi pulang lebih malam dari biasanya, keningnya berkerut dalam begitu sudah banyak barangnya yang berserak didepan pintu. Arka segera berlari untuk memastikan barang-barang itu lalu setelahnya ia berlari tergesa memasuki rumah tersebut.
"Siapa kalian? kenapa lancang banget masuk kerumah orang?" kedua pria berbadan tegap tersebut menoleh, menatap arka dengan senyuman miringnya.
"pergilah, kakak mu sudah mengusirmu" Arka mengerutkan dahinya bingung lalu melangkah lebih dekat hingga akhirnya suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai yang menyita perhatian arka.
"A-abang? abang pulang? abang mau disini kan? temenin arka? kaya dulu lagi, arka kangen!" Dengan cepat arka berlari menghampiri Joshua, bersiap untuk berhambur kedalam pelukannya.
Bugh!
"Pembunuh! gue benci sama lo! pergi lo dari rumah ini, gue gak sudi lo nempatin rumah ayah bunda gue!" Dengan gerakan perlahan arka bangkit, menatap joshua dengan senyuman tipisnya lalu mengangguk samar.
"Oke, oke kalo itu emang kemauan lo. Gue bakalan pergi dari rumah ini, tapi satu yang mesti lo inget, kalo gue.. bukan pembunuh!" Joshua terdiam ditempatnya dengan pandangan yang menatap lurus ke arah arka. Ada sedikit rasa sakit begitu adiknya menerima itu, ada rasa rindu yang kini malah terkuak dalam hati nya, kenangan dirumah ini seketika terputar dirumah ini, Joshua mendekat lalu dengan gerakan cepat ia meraih jemari arka.
"Gak usah, biar gue yang pergi" Ujar Joshua seraya memberi kode pada kedua bawahannya untuk pergi memberinya ruang terlebih dahulu, mungkin kali ini hatinya akan sedikit terbuka.
Jujur saja, semenjak Joshua menginjakan kakinya dikediaman ini, rasa rindu hangat keluarganya seketika mengeruak, ingin kembali melakukan hal itu, mengerjai arka, memberinya sarapan ketika pagi hari tiba, juga memberinya obat ketika anak itu terserang demam.
Keduanya tenggelam dalam netra masing-masing, merasa canggung dan didiamkan, arka lebih memilih memutuskan kontak matanya lalu berlalu seraya menggendong sebuah tas yang cukup besar dipundaknya.
"Gue gak bener-bener pengen lo pergi ka, gue kangen lo.. " Joshua bergumam lirih.
Dengan kedua kaki yang terus melangkah lelaki dengan hidung bangir itu memejamkan matanya, mencoba menikmati hidup, otaknya berpikir keras tentang harus kemana ia malam ini, mungkinkah angga? Tetapi ada rico, ia tak enak. Jay? ah bahkan lelaki itu akan menjadi seorang ayah, pasti sangat merepotkan nantinya, atau revan saja? Tapi sejauh ini mereka hilang komunikasi, revan bagai manusia yang hilang.
"Mana ucapan lo yang kala itu bilang kalo lo bakalan tetep ada di sisi gue? mana ucapan kalo ada apa-apa berbagi, mungkin bener.. bukan lo yang berubah, tapi keadaan yang memaksa"
Pemuda berperawakan tinggi itu akhirnya terduduk disebuah halte, tujuan saja ia tak tau harus bagaimana dan kemana.
"Arka!" Ia menoleh dengan cepat begitu suara itu memanggil namanya.
"Kak angga? ngapain disini?" Angga berdecak malas lalu memutarkan tubuh arka seraya menatap lelaki itu dengan bingung.
"Ada apa? kenapa bawa tas gede-gede gini? kan berat dek, lu mau kemana dah" Tanya Angga beruntun dengan menatap arka khawatir. Tadi ketika ia akan pulang tak sengaja kedapati lelaki berpostur tinggi yang mirip dengan arka.
"Joshua ngusir arka.. " Angga mengerutkan dahinya, sangat tak wajar, kali ini mungkin benar jika joshua sudah kelewatan, ia harus ikut andil.
"Ikut kakak, kita pulang" tanpa bantahan arka mengikuti arah tarikan yang angga berikan, pasrah saja mungkin ini memang jalan hidupnya, terlempar kesana kemari.
Sepanjang jalan menuju rumah angga, dibelakang kuda besi itu arka hanya terdiam dengan mata yang sudah basah. Mengapa rasanya menyesakan sekali? kedua orang tua nya pergi, dengan dia yang selamat seorang diri, bukan arka tak bersyukur tetapi jika sudah begini untuk siapa ia disini?
"Jangan ngelamun ka, lo masih ada gue" Dengan sedikit berteriak Angga berujar, bagaimana melihat arka yang kembali terjatuh, sungguh itu tak mengenakan untuk hatinya.
"Kak, apa arka mati aja ya?"
"Mungkin kalo arka ngga ada lagi disini, semesta bakalan tersenyum, abang bakalan seneng haha" Oh ayolah, bukan hal seperti ini yang ingin Angga dengar. Lagi-lagi joshua menjatuhkan adiknya sendiri. Lihat saja, angga tak akan segan untuk bertindak.
Keduanya sampai dihalaman rumah minimalis ini, mewah namun tak luas. Angga segera turun dan memapah tubuh tersebut, tangannya sangat dingin, angga menatap arka khawatir, apa sesulit itu? Raut itu bahkan sudah tak memiliki warna, mungkin akan runtuh kapan saja.
"Mau abang.. " Arka bergumam pelan.
"Ayo pulang kerumah abang, arka rindu abang" Astaga, jangan lagi. Jangan sampai hal ini kembali terulang.
"Arka, ini abang" ujar angga, sontak hal itu menyita perhatian arka, dengan segera arka menoleh dan menatap angga, ia menggeleng samar dengan tatapan sayu.
"Bukan.. bukan abang, ayo pulang" Arka berbalik seraya menggenggam tangan angga untuk kembali melangkah keluar rumah. Namun segera angga hentikan dengan sebuah pelukan, tepat setelah nya arka meluruhkan tangisannya. Anak lelaki yang dulunya sangat nakal, usil, jail dan banyak gaya kini malah berubah menjadi sosok rapuh.
"Arka salah apa? kenapa semesta sejahat ini?"
"Mau ikut bunda.. "
"Ayah, arka mau ayah aja yang hukum arka, jangan abang, arka mau ayah aja yang pukul arka, jangan abang hiks.. " Angga mengeratkan pelukan tersebut hingga tak sadar jika tubuh itu kehilangan kesadaran hingga meluruh pada lantai dengan mata yang tertutup rapat.
"Arka!"
"Oh shit! joshua sialan!"
"Ricoo?" netra angga mencari dengan gelisah hingga menemukan adiknya yang berpakaian khas orang yang sudah tertidur.
"Buka kamarmu, bantu kakak bawa dia"
"Ah? O-oke" Rico mengangguk kaku lalu ikut andil membopong tubuh arka. membawanya kedalam kamar.
☀☀
Kini Andhini tengah menatap lelakinya dengan sendu, terlihat jelas jika joshua tengah berpikir keras. Dengan lembut andhini menatap joshua tak lupa sebuah tepukan singkat pada bahu joshua.
"Apa yang kamu lakukan hari ini akan berlalu, ngga usah dipikirin. sekarang tugasmu adalah memperbaiki apa yang kamu anggap salah hari ini" Joshua menyandarkan kepalanya pada pundak tunangannya dengan mata yang terpejam nyaman.
"Aku kangen adikku, din. Aku gak bisa bohongin hati aku sendiri kalo aku pengen baikan sama adikku, memulainya dari awal, bercanda, sedih, semua dilakuin barengan" Andhini menghembuskan nafasnya lega. akhirnya, untuk sekian lama, joshua membuka hatinya juga.
"Jangan takut, ayo bilang sebelum terlambat. Penyesalan itu tuhan tempatkan diakhir kisah"
"Arka juga pasti menginginkan hal ini"
"besok aku coba buat cari dia, terimakasih wanitanya aku, sama kamu tuh heaing banget" Joshua tertawa kikuk.
Hai? hehehe peace dulu ah, pasti abis ini banyak yang murka sama aku👉👈
Sehat gaa? sini absen dulu, kita kangen-kangenan wkwk, pada nungguin ga kalian? :v
omong-omong, jangan lupa untuk selalu berbuat baik, siapapun orangnya. okay?
love u!
KAMU SEDANG MEMBACA
After Regret
FanficTeruntuk renjana yang sekarang entah berada dimana, aku yakin pergimu hanya sebuah pelampiasan semata, dan rumah mu akan tetap sama, yaitu aku si adik yang dulu kau buat terluka. "Abang.. " "Aku tidak mengenalmu, siapa kau?" Renjana itu kembali t...