9

13.3K 1.2K 333
                                    

Keinginan Gracia selanjutnya adalah bermain di arena permainan yang menarik perhatiannya begitu mereka kembali memasuki gedung Mall. Dentuman musik pop dari mesin Dance Dance Revolution, dan suara-suara khas arena permainan menyambut mereka. Shani mengeluarkan debit card-nya sambil membaca daftar saldo yang ditempel di akrilik tent bagian kasir.

“Saldo yang ini Mba,” Shani menyerahkan debit card, menunjuk saldo yang paling bawah.

Gracia terbelalak, “Ngapain banyak banget?!” saldo yang ditunjuk Shani adalah saldo maksimum suatu kartu permainan, “saldo yang atasnya aja, Mba.”

“Ih kenapa? Kan bisa dipake lagi besoknya.”

“Emang siapa yang mau main lagi besok?”
Shani mengendikkan bahu, “Siapa tau kamu besok mau main lagi.”

“Saldo yang atasnya aja Mba,” ulang Gracia kepada petugas kasir yang tertawa karena perdebatan mereka.

Tidak sampai lima menit, kasir mengembalikkan debit card Shani lengkap dengan satu kartu permainan, “Selamat bermain,” ucap kasir tersebut, menangkupkan kedua tangan di depan dada, tersenyum tulus pada dua pelanggannya.

“Makasih, Mba,” jawab Shani dan Gracia kompak lalu berjalan meninggalkan area kasir dengan dua lengan saling terkait.
-----
Permainan pertama yang mereka pilih adalah Street Basketball. Shani menggesekkan kartu permainan di dua swiper berbeda, menyuruh Gracia untuk bermain di mesin basket di sebelahnya, “Kita lomba ya,” ucapnya sebelum menekan tombol start berwarna kuning, “yang kalah nanti malem harus tidur di sofa,” lanjutnya lalu menekan tombol start.

Gracia ikut menekan tombol start di hadapan, membuat lima bola basket yang tadinya terhalang papan penghalang, meluncur begitu saja.

Mereka saling bersaing skor dalam lima puluh detik ronde pertama, berusaha memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke dalam ring, “IH KAMU MAH CURANG NGAJAK TANDINGNYA BASKET!” teriak Gracia, berusaha bersaing dengan suara keriuhan arena bermain, padahal tanpa berteriak Shani pasti akan mendengar.

“Curang kenapa?” Shani masih sibuk melempar bola.

“KAMU TINGGI, TANGAN KAMU PANJANG, JADI GAMPANG MASUKIN BOLANYA!”

Gelat tawa Shani langsung pecah. Bola yang sudah dia pegang dan siap dia lempar, dia lepas karena teriakan Gracia.

Gracia ikut tertawa, “Kamu sengaja kan ngajak tanding ini biar aku tidur di sofa?!” tangannya tidak berhenti melempar bola yang lebih banyak tidak masuknya ke dalam ring.

Shani mengambil satu bola yang tadi dia letakkan kembali, bergeser ke samping Gracia lalu melempar bola tersebut, “Nih aku bantuin.”

Gracia menggeser Shani menggunakan lengannya, “Ga usah, aku bisa sendiri.” Shani tertawa, dia tetap mengambil bola-bola basket dari mesinnya dan melempar ke ring Gracia.

“KAMU MAH SENGAJA GA MASUKIN BOLANYA!” teriak Gracia saat menyadari Shani tidak memasukkan lebih banyak bola seperti ketika bermain di mesin sendiri.

“KATANYA KAMU BISA SENDIRI?” Shani balas teriak di sela tawa.

Lima puluh detik selesai. Mereka berdua sama-sama tidak berhasil melaju ke ronde kedua karena skor yang tidak mencapai batas ketentuan yang ada.

“Ntar kalo kamu mau bawa selimut ke sofa gapapa kok,” ucap Shani. Skornya tetap lebih tinggi daripada Gracia karena usahanya membantu Gracia tidak memberikan efek-efek apa-apa akibat tawa yang tidak hilang selama dia bermain.

“Aku yakin kamu ga tega,” Gracia memeluk lengan Shani, membawa sosok jangkung itu ke mesin permainan yang terdapat tembak-tembakan diatasnya.

“Kali ini aku tega.”

ELEGI SANDYAKALA (By PERDANA X ERDAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang