Cahaya remang-remang memenuhi ruangan yang hanya dihuni seorang gadis. Ia adalah Na Ji Hyun yang baru saja tersentak dari tidur singkatnya. Tangannya masih mencengkram erat selimut abu-abu yang tak berhasil menepis udara dingin di sekelilingnya. Namun, akibat mimpi buruk, tubuh Ji Hyun penuh dengan keringat yang bahkan sukses membuat rambut panjang bergelombangnya basah. Kini, mata sipit gadis bermarga Na itu menatap ke arah jendela yang tidak ia tutup dengan gorden. Salju masih melayang-layang seolah menyadarkannya jika musim dingin belum juga usai. Ia benci musim ini. Perasaan itu telah menyiksanya bertahun-tahun. Dan kini, ia memilih untuk menunduk dan memeluk lututnya. Tanpa suara, gadis bertubuh kurus itu menumpahkan air matanya.
***
Gemerlap dunia hiburan tak pernah redup. Semua pengisi acara di atas panggung itu terus menyanyi dan menari mengikuti musik yang mengalun. Tampak canda dan tawa yang terus disorot oleh banyak kamera. Riuh teriakan penonton membuat gedung konser akhir tahun itu semakin semarak disertai kerlip lampu warna-warni di tangan mereka.
"Hei, kau lihat artis bergaun merah itu?" Seorang pria berambut ungu membisiki pria berambut merah di sampingnya.
Refleks saja si pria berambut merah itu langsung mengikuti arah telunjuk rekan satu grupnya. Ia kemudian berbisik, "Kenapa, Hyung?"
"Dia tadi meminta nomormu," balas pria yang terkenal paling tampan di grup mereka.
"Benarkah?" Pria yang terkenal sebagai salah satu penari terbaik itu hanya tersenyum miring dan menunjukkan ketidakminatannya. Merasa sorot kamera akan membidik mereka, langsung saja pria berjari mungil itu menutup bibir yang kini didekatkan ke sisi telinga member tertua di grupnya itu. "Jin hyung tidak memberikannya, kan?"
"Tentu saja tidak."
Keduanya pun saling beradu pandang dan tersenyum. Lalu, mereka kembali menatap panggung dan menyanyi mengikuti lagu penyanyi solo wanita yang disukai member termuda di grup mereka. Namun, ada perubahan ekspresi yang drastis dari member yang terkenal lembut itu. Tak ada seorang pun yang menyadarinya. Grup yang terkenal akan kegaduhannya itu pun secara garis besar terlihat sama sampai acara berakhir.
Pria berbadan tinggi mendekati grup yang namanya kini terus merangkak naik itu dengan langkah cepat. Keringat telah membuat pakaiannya basah, tetapi tak membuatnya mengendurkan pengawasan. Ia kemudian menepuk pria berambut hitam yang berdiri membelakanginya.
"Joon, agensi memberi kalian libur satu hari. Kau akan tetap di apartemen atau kembali ke rumah orang tua?"
"Aku akan ke rumah orang tua. Bagaimana dengan yang lain?" Pandangan ketua tim yang tegas itu menatap satu per satu anggota grupnya dari yang tertua.
"Aku akan pulang ke apartemenku."
"Aku juga." Pria yang memiliki kulit paling putih itu menjawab dengan malas.
Tiga member lain menjawab secara kompak dengan kata, "Aku ke rumah orang tuaku."
Kini semua pasang mata memandang member yang sejak beberapa hari ini terlihat lebih murung dari biasanya. Pria yang sebelumnya dipanggil Joon itu memberi kode pada Taehyung untuk mendekati satu-satunya member yang belum memberikan jawaban. Hal itu disanggupi dengan kedipan mata.
"Kau mau ke mana besok?" Taehyung baru saja menepuk pundak sahabatnya. "Mau liburan bersamaku?"
Bibir penuh pria yang memiliki nama panggung J itu tertarik membentuk senyuman. "Aku ingin menghabiskan waktu sendiri saja. Tubuhku rasanya lelah beberapa hari ini. Tidak ada tenaga."
"Kau tidak diet lagi, kan, Hyung?" tanya anggota termuda.
"Tidak, tenang saja." Pria yang terkenal dengan senyum manisnya itu menepuk punggung Jungkook. "Aku hanya ingin tidur panjang saja."
Semua anggota saling melempar pandang dan beberapa kompak berkata, "Baiklah kalau begitu." Kemudian, dikarenakan pilihan libur mereka yang berbeda, semua member memilih untuk berpisah karena mereka tak lagi tinggal satu asrama.
***
Na Ji Hyun berjalan pulang sembari membawa sekantung plastik buah jeruk sembari memegang payung. Suasana di sekitarnya masih sama, putih penuh salju. Hujan salju semakin deras dan apartemennya masih jauh, membuatnya beberapa kali menghela napas panjang. Namun, ada kejanggalan kali ini. Beberapa orang tampak berlarian, ada juga yang fokus dengan ponsel mereka, dan tak sedikit orang mulai menangis di jalan khusus pejalan kaki. Namun, gadis berkulit putih susu itu enggan bertanya-tanya atau sekadar ingin tahu hal yang tengah terjadi.
"Ini tidak mungkin, kan?"
Ji Hyun menoleh saat gadis yang hampir berpapasan dengannya, tiba-tiba menjatuhkan diri di trotoar sambil menangis dan terus mengucapkan kalimat berulang. Keningnya mulai mengerut. Pasti ada hal serius. Tidak mungkin hal pribadi.
"J tidak mungkin meninggalkan DNA."
"Ini pasti hoax, kan? Pasti J dan DNA tengah mengerjai kita, kan?"
Langkah Ji Hyun terhenti. Ia hendak mengapit payung menggunakan leher agar tangannya dapat merogoh ponsel. Namun, seseorang yang berjalan dari belakang tak sengaja menyenggol payung Ji Hyun.
"Maaf," ucap keduanya secara refleks.
Mata Ji Hyun tiba-tiba melebar saat melihat layar ponsel milik wanita yang baru saja menjalin insiden dengannya. Ia mengerjap sekali, tetapi kalimat itu tak berubah sama sekali. Setelah wanita tadi mengambil ponselnya dan berjalan pergi, Ji Hyun berjalan cepat, nyaris berlari.
Semakin mendekati rumah atap yang ia sewa sejak beberapa tahun belakangan, kaki Ji Hyun semakin terasa lemas. Ia kembali bertemu dengan pejalan kaki yang menangis histeris. Dari arah kejauhan, ia melihat seorang pria berlari dengan begitu cepat. Tak lama, Ji Hyun melihat pria itu memeluk wanita yang tengah menangis tak jauh dari posisinya.
"Oppa, J masih hidup, kan? Dia terselamatkan, kan?"
Ji Hyun yang sejatinya bukan fans berat grup DNA hanya mampu memejamkan mata. Ia juga berharap yang sama dengan wanita itu.
"Kau bisa buka berita terbaru," suara pria itu terdengar begitu hati-hati.
Tangan gemetar Ji Hyun akhirnya tergerak untuk mengambil ponselnya. Walaupun ia memiliki keyakinan kuat akan kondisi salah satu anggota DNA jika baik-baik saja, tetapi ketakutan itu perlahan menyusup. Namun, berita terbaru mengkhianati keyakinannya. Wajahnya mendadak pucat.
"DNA J DIKONFIRMASI MENINGGAL DUNIA"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
Fanfiction'Tangan yang selalu ingin kugenggam, wajah yang ingin kusentuh, mata yang ingin kutatap, dan tubuh yang selalu ingin kurengkuh... telah tiada. Bukan, yang benar adalah dia yang tak pernah ada.' Kematian J merupakan kehilangan besar. Bukan hanya kelu...