Kantung plastik di tangan Ji Hyun terjatuh dan jeruk di dalamnya menggelinding, berserakan di jalan. Kepalanya terus menggeleng. Namun, di tengah kesadarannya yang menipis, Ji Hyun segera menyimpan ponsel dan memungut buah yang ia beli itu. Sekuat tenaga ia menahan tangis. Sekali lagi, dirinya menampar kesadaran agar dapat segera masuk ke rumah.
***
Suasana di salah satu rumah sakit sangat kacau. Bodyguard dan polisi sampai diturunkan untuk mengamankan lokasi di mana jenazah salah satu anggota boyband kenamaan Korea Selatan yang tengah naik daun itu disemayamkan. Semua anggota DNA bahkan sudah berada di rumah sakit bahkan sebelum berita bunuh diri J dikeluarkan. Mereka terlihat terpukul dan menangis keras. Taehyung bahkan sampai pingsan setelah mendengar kondisi J yang sangat tragis.
"Seharusnya aku mendengarkan sarannya minggu lalu agar kita berkumpul di apartemen Jin hyung." Namjoon selaku ketua grup bergumam lemah setelah Jin menepuk pundaknya.
"Jangan menyalahkan diri. Dia pasti sudah membuat keputusan ini jauh-jauh hari. Kita harus semangat dan bersatu untuk mendukung pilihannya. Biarkan dia tenang."
Namjoon langsung menatap anggota tertua itu dengan mata berkaca-kaca. Member tertua kedua berjalan mendekat dan ikut menepuk pundak ketua grup yang meskipun lebih muda dari mereka, tetapi memiliki jiwa kepimpinan yang baik.
"Ini pukulan untuk DNA dan RNA, semuanya pasti merasa hancur. Tapi kau harus ingat pesan dia, kita harus bangkit dan berjalan bertujuh dengan dirinya di hati kita semua." Pria bernama Yoongi itu kemudian memberikan surat bernoda darah ke Namjoon.
Jungkook menutup wajahnya dan terus menangis. Hoseok terus menunduk dan duduk di lantai. Keluarga J pun hanya bisa menangis mencoba menerima kenyataan. Manager dan orang dalam agensi sibuk mengonfirmasi atau mengurus perubahan jadwal DNA. Tidak ada yang baik-baik saja di sini.
"Seperti yang dia minta, kita sebagai pihak keluarga akan merahasikan makamnya." Ayah J menghapus air matanya, kemudian membungkuk beberapa kali ke arah anggota DNA. "Terima kasih telah merawat dan menerima anak kami dengan baik. Mohon maaf dan terima kasih banyak, karena kalian semua mau berbesar hati menerima segala keputusan besarnya."
Semua orang mengangguk dan Namjoon langsung beranjak lalu memeluk ayah J yang mencoba tegar.
***
Jemari Ji Hyun masih bergerak di atas layar ponsel. Ia terus menerus membaca berita tentang J yang masih belum bisa ia percaya. Air matanya menetes dan kini ia membuka buku catatan bersampul hitam dengan hiasan tali rami. Kemudian, tangan kirinya memegang pena dan memulai dengan menuliskan hari, bulan, tanggal, dan tahun dengan runtut. Bahkan, jam saat ini pun ia tulis dengan hati-hati.
'Aku pikir, kepercayaanku terhadap dunia berakhir di sini. Ternyata, yang kupercaya saat ini hanyalah ilusi, kebohongan, atau mungkin imajinasi. Bodoh atau tololkah aku selama ini? Tangan yang selalu ingin kugenggam, wajah yang ingin kusentuh, mata yang ingin kutatap, dan tubuh yang selalu ingin kurengkuh... telah tiada. Bukan, yang benar adalah dia yang tak pernah ada.'
Mata berkaca-kaca Ji Hyun telah berubah menjadi tatapan datar. Kemudian, ia menutup dan mengikat bukunya. Tangannya tergerak untuk mengambil jeruk dan mengupas dengan gerakan lambat. Setidaknya, aroma kulit jeruk yang ia kupas itu mulai membawa setitik ketenangan di tengah kekalutan hatinya.
***
Prosesi penghormatan J diliput dengan sangat intens. Seolah industri hiburan lumpuh. Setiap acara, nama J selalu disebut. Tak ada satu pun artis dan penyanyi atau grup yang tidak menyebut kebaikan J semasa hidupnya. Semakin disebut, semakin banyak air mata yang tumpah. Bahkan, rekan dari industri hiburan silih berganti memberikan penghormatan terakhir. Semua anggota grup DNA juga terus berada di sekitar ruang penghormatan J yang dipenuhi bunga. Mata mereka semua bengkak, kurang tidur, dan sangat lemas. Satu per satu saling bergantian memberikan penguatan. RNA sebagai fans juga berada di sekitaran rumah sakit tempat penghormatan J. Agensi memberikan tempat yang sangat luas untuk mereka memberikan penghormatan terakhir.
Namjoon didekati manager dan ditunjukkan sesuatu dari ponselnya. Jin yang berada di dekatnya, menepuk dan langsung memeluk leader grup yang tetap bertanggung jawab memantau kondisi rekan-rekannya.
"Semuanya akan baik-baik saja," bisik Jin. Ia yang paling terlihat tegar dan selalu sembunyi-sembunyi saat menangis. Sengaja ia menutup matanya menggunakan poni yang sudah panjang.
"Hyung, aku titip anggota lain."
Jin hanya mengangguk dan melihat Namjoon berjalan menjauh. Langkah Namjoon terhenti di depan Taehyung. Mereka berbicara sebentar, kemudian berjalan keluar dengan Taehyung yang dirangkul oleh manager dan Namjoon.
Jungkook terlihat mendekati Jin, lalu member tertua itu memeluknya. Jin berbisik, "Pasti akan baik-baik saja. Semua akan baik-baik saja. J tetap di hati kita."
"Apa kita bisa bangkit tanpa dia?"
"Dia selalu bersama kita, hanya dari tempat yang berbeda." Jin menepuk-nepuk punggung Jungkook.
"Aku harap dia saat ini benar-benar tenang dengan keputusan ini," ucap Hoseok sambil menatap foto J yang dikelilingi rangkaian bunga. Tatapannya begitu jauh.
Yoongi menyusul Hoseok yang sudah berada di samping kedua rekannya yang lain. Mereka saling merangkul. Namun, tangan Yoongi lebih diarahkan ke Jin. Ia menepuk pundak anggota tertua itu sambil mengangguk, menguatkan.
"Semoga Taehyung segera menerima kenyataan ini. Dia masih linglung."
"Perlahan-lahan." Jin membalas gumaman Yoongi.
Sebuah grup wanita yang terkenal dekat dengan DNA memasuki ruang persemayaman J sambil menangis tersedu-sedu. Mereka menggunakan pakaian serba hitam, tanpa riasan tebal. Dan salah satu dari mereka tampak bersimpuh menatap foto J dengan tatapan penuh kerinduan dan penyesalan.
***
Rekan kerja Ji Hyun menangis tersedu-sedu sembari menatap layar ponsel yang menyiarkan prosesi pengangkatan peti jenazah J dari grup DNA. Bahkan, ketika ada pembeli, Ji Hyun lah yang akhirnya melayani dari pemesanan, pembayaran, menyiapkan, hingga menyajikan minuman ke pembeli. Sembari memberikan senyuman tipis, gadis itu mundur dan kembali ke tempatnya. Seharusnya, ia tidak berada di kasir. Ji Hyun harus meninggalkan kursi nyamannya untuk memastikan kedai kopi tempatnya bekerja itu tetap melayani pembeli dnegan baik.
"Kau bisa pulang jika suasana hatimu seperti ini." Senyuman tipis tak lupa Ji Hyun sematkan. Ia iba pada gadis 18 tahun yang biasanya penuh semangat, tetapi hari ini hancur karena idolanya pergi untuk selamanya. "Aku tahu itu sangat berat."
"Eonni, aku tahu kau yang terbaik mengurus pekerjaan. Tapi bagaimana bisa aku pulang sambil menangis sepanjang perjalanan? Aku juga tidak bisa melepas kepergian J." Sesekali gadis yang mewarnai rambutnya menjadi merah mirip idolanya itu mengusap air mata.
"Kau mau bagaimana? Pada kenyataannya memang dia sudah pergi tanpa menunggumu melepasnya."
Tangis remaja itu semakin menjadi. Ia memeluk Ji Hyun begitu erat. "Bagaimana Eonni bisa bicara setenang itu? Bukankah Eonni juga terpikat dengan J? Dingin sekali."
"Bagiku, yang sudah pergi untuk selamanya memang harus dilepaskan. Hanya rasa sakit yang akan kita miliki jika terus mengais-ngais ingatan yang tersisa." Jemari Ji Hyun dengan telaten mengusap air mata gadis bernama Song Bitna itu. "Jangan menjebak dirimu dalam kehancuran yang sia-sia."
"Eonni...."
"Aku tahu. Menangislah."
Mereka saling memeluk dan tampak beberapa kali Ji Hyun menghela napas panjang. Jika membahas kehilangan, ia cukup kenyang dengan kata itu sepanjang hidupnya. Bahkan, ia mulai menggunakan kata 'terbiasa' untuk menangani serangan rasa sakit di hatinya.
"Permisi. Na Ji Hyun-ssi, bisa kita bicara di luar?"
Sosok berjas yang baru saja muncul itu membuat Ji Hyun melebarkan mata dan memasang ekspresi tegang sekaligus tidak suka. Sekali lagi ia memperhatikan pria di hadapannya, hingga akhirnya memutuskan untuk mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
Fanfiction'Tangan yang selalu ingin kugenggam, wajah yang ingin kusentuh, mata yang ingin kutatap, dan tubuh yang selalu ingin kurengkuh... telah tiada. Bukan, yang benar adalah dia yang tak pernah ada.' Kematian J merupakan kehilangan besar. Bukan hanya kelu...