Seorang pria yang dibalut jas hitam berdiri di samping mobil. Saat melihat Ji Hyun berjalan mendekat, pria itu membungkuk. Tak lama, orang itu membukakan pintu dan seorang pria di usia sekitar 60 tahunan hendak keluar. Namun, gadis yang kini mengenakan seragam kerja itu memilih untuk maju satu langkah.
"Tidak perlu keluar. Aku yang masuk mobil," ucap Ji Hyun sangat datar. "Waktuku tidak banyak."
Pria itu tersenyum lebar dan bergeser, memberi sisi kosong untuk Ji Hyun duduki. Mata yang dikelilingi kerutan itu nyatanya tidak dapat menutup kerinduan yang dipendam. Bahkan, senyuman ia berikan untuk menyambut gadis berbibir tipis yang telah duduk tegap di sampingnya.
"Apa yang membuat Appa repot-repot menemuiku?" Pandangan datar mengiringi kalimat yang dilontarkan.
"Karena aku tidak bisa menghubungi putriku. Seratus kali pun tak ada jawaban ketika aku menelepon."
Ji Hyun tersenyum kecut dan melempar pandang ke arah luar. "Aku tidak menerima notifikasi sebanyak itu. Lagi pula, Tuan Na yang aku kenal bukan orang yang mau serepot itu untuk menghubungi orang lain."
"Pengecualian untuk dirimu dan ibumu."
Suasana di dalam mobil seketika sunyi. Mata Ji Hyun berkaca-kaca. Ia masih enggan menatap ayah biologisnya yang tidak bisa dimungkiri menurunkan gen untuknya. Bibir tipis dan mata sipit itu begitu mirip. Namun, sepanjang hidupnya, gadis itu tak ingin memiliki sifat sang ayah. Ia hanya ingin serupa dengan sang ibu.
"Jangan membawa sosok ibu di sini."
"Tapi ini juga menyangkut ibumu."
Pria yang seluruh rambutnya dipenuhi uban itu segera mengulurkan map yang sejak tadi ia pegang. Ji Hyun mulai menatap ayahnya, kemudian tatapannya berpindah ke tangan sang ayah yang gemetar saat memegang map cokelat. Merasa kasihan, Ji Hyun kemudian menghela napas panjang dan menerima sesuatu yang sedikit membuatnya berspekulasi.
"Bukalah."
Ji Hyun perlahan membuka pengait map dan mengeluarkan semua isinya. Ia mulai membaca lembar paling atas. Keningnya mengernyit. Matanya menatap tiap kata dengan fokus. Hal itu sukses membuat sang ayah tersenyum bangga.
"Kau terlihat sangat mirip denganku."
Pandangan Ji Hyun berpindah ke arah ayahnya yang tengah mengulurkan satu tangan mendekati kepalanya. Namun, sang ayah tetap melanjutkan gerakannya. Kulit tangan yang telah berkeriput itu bersentuhan dengan anak rambut Ji Hyun yang sejak awal bertemu sangat ingin ia rapikan.
"Jika seperti ini, kau begitu mirip ibumu. Cepat sekali berubah-ubah ekspresi. Selalu cantik."
Senyuman tulus seorang ayah terpahat di wajah rentanya. Tangannya tidak berhenti di situ saja, Na Ho Min segera mengusap kepala putrinya dengan lembut sebelum mendapat penolakan. Dan benar saja, Ji Hyun sedikit bergeser sembari mengangkat kertas di tangannya.
"Itu milik ibumu. Untukmu."
"Eomma tidak sekaya ini. Properti di Gangnam? Apartemen di Hannam The Hill? Mustahil sekali." Ji Hyun kembali menghela napas panjang, lalu menunduk untuk membaca kembali berkas itu. Tak lama, ia melebarkan mata dan menyentuh keningnya. "Appa, kau sedang merayu atau menipuku?"
"Itu hadiah dariku untuk ibumu sejak lama. Kau bisa membaca surat wasiatnya. Semua atas namamu, tapi memang masih aku yang bertanggung jawab."
Kening Ji Hyun berkerut dalam. Ia pun segera memasukkan berkas-berkas itu ke dalam mapnya. Segera Ji Hyun ulurkan kembali kepada sang ayah. "Aku tidak sanggup membayar pajaknya. Lebih baik untuk Appa atau keluarga kalian. Aku tidak layak mendapatkan semua ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
Fanfiction'Tangan yang selalu ingin kugenggam, wajah yang ingin kusentuh, mata yang ingin kutatap, dan tubuh yang selalu ingin kurengkuh... telah tiada. Bukan, yang benar adalah dia yang tak pernah ada.' Kematian J merupakan kehilangan besar. Bukan hanya kelu...