Mata Ji Hyun langsung terbuka lebar. Alunan napas seolah seirama dengan detak jantunya yang tak keruan. Tanpa sadar, tangannya meremas sprei yang tak lagi rapi. Saat ia memutuskan untuk duduk dan mengambil segelas air putih, Ji Hyun menoleh ke arah cermin yang ia sandarkan di dinding. Pantulan dirinya begitu mengenaskan, mirip seperti sosok dirinya di dalam mimpi yang hampir sebulan ini menghantuinya. Setiap hari. Kelam dan diguyur keringat. Ia menutup sebagian wajahnya menggunakan satu tangan, kemudian menghela napas panjang.
"Mimpi bodoh."
Ponsel di sisi bantal bergetar. Awalnya, Ji Hyun hanya menoleh dan terdiam cukup lama saat membaca nama ayahnya di layar yang menyala. Pukul sebelas. Perlahan gadis yang masih mengenakan pakaian formal itu mengambil ponselnya.
"Ada apa?"
"Kau ingin menuntut pria yang menabrakmu beberapa minggu lalu?" Suara di balik panggilan terdengar begitu serius.
"Untuk apa? Dia sudah meminta maaf. Itu bukan hal serius."
"Kalau tidak salah ingat, kamu mengenali pria itu dan menyukai temannya." Terdengar ayahnya batuk ringan. "Park Jimin? Cukup menarik."
Bola mata Ji Hyun bergerak ke kanan dan kiri beberapa kali.
"Appa mulai lagi. Jangan pernah mencampuri urusan dan mencari informasi apa pun tentangku. Aku tidak mengenal Kim Taehyung dan Park Jimin secara pribadi, sama halnya dengan penggemar."
"Aku akan membuatmu menjadi penggemar yang beruntung." Suara Ho Min begitu yakin, sama seperti ketika ia tengah memimpin rapat dan membuat keputusan.
"Beruntung? Aku tidak mengenal kata itu sepanjang hidupku." Ji Hyun menghela napas dan mulai beranjak dari ranjang menuju jendela tanpa gorden. "Bukankah Appa yang menginventasi segala kesialan di hidupku selama 27 tahun ini?"
Tak ada jawaban. Walaupun rasa bersalah selalu muncul setelah melontarkan kalimat tuduhan dan tidak sopan ke arah ayahnya, tapi Ji Hyun tak pernah jera. Ia selalu ingin membuat pria itu terluka secara batin.
"Aku akan menukar hubungan kerjasama kita dan menempatkan dirimu menjadi pemilik segala keberuntungan."
"Sudahlah...."
"Segeralah pindah ke apartemenmu. Di sana, kau bisa tinggal bersebelahan dengan pria itu. Dapatkan dia. Jika mengalami kesulitan, langsung hubungi aku."
Lampu yang sebelumnya menyala, kini telah dimatikan oleh Ji Hyun. Gadis itu juga segera kembali ke ranjangnya, merebahkan diri dan menarik selimut.
"Aku tidak mengincar Kim Taehyung."
Ketika Ji Hyun hendak memutus sambungan, ia mendengar ayahnya berdeham. "Aku tahu. Menurutlah denganku sesekali. Lihatlah siapa yang akan kau temui di sana. Jangan terlalu naif. Dunia hiburan sama seperti dunia bisnis yang penuh dengan intrik."
Kali ini Na Ho Min mengambil langkah lebih dulu. Ia mengakhiri panggilan dan meninggalkan putrinya yang masih terhanyut dalam ketidakpercayaan. Ji Hyun bahkan beberapa kali menatap layar ponsel. Apakah dirinya tengah bermimpi? Seperti itulah isi kepalanya.
"Aku harus memastikannya sekarang."
Ji Hyun beranjak dan langsung memakai jaket tebalnya. Tak lupa tas, kaus tangan, syal, topi, dan sepatu. Ia hanya memasukkan ponsel ke dalam tas yang hari ini dipakai. Segera saja ia berlari keluar dan menuruni anak tangga. Saat berada di sekitar jalan raya, ia menghentikan taksi dan duduk dengan napas tersengal.
Apa Appa menipuku?
Sekali lagi Ji Hyun membuka pencarian dan mencari berita tentang J. Hasilnya sama. Jimin atau akrab dipanggil J itu dinyatakan meninggal dunia karena bunuh diri. Tapi Ji Hyun juga yakin ayahnya tidak akan membuat lelucon remeh hanya untuk memancingnya untuk segera pindah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sunshine
Fanfiction'Tangan yang selalu ingin kugenggam, wajah yang ingin kusentuh, mata yang ingin kutatap, dan tubuh yang selalu ingin kurengkuh... telah tiada. Bukan, yang benar adalah dia yang tak pernah ada.' Kematian J merupakan kehilangan besar. Bukan hanya kelu...