Bab 5

13 7 3
                                    

Cengkeraman di lengan Ji Hyun terasa semakin kuat, tetapi gadis itu tetap mempertahankan senyuman saat mampu menangkap tatapan tajam dan panik yang ditunjukkan oleh pria di hadapannya. Kini, pria yang sangat ia hafal wajahnya itu semakin menghapus jarak di antara mereka.

"Siapa kau dan apa maumu?" bisik pria itu yang semakin geram.

Hidung keduanya nyaris bersentuhan saking dekatnya. Dan kini, senyuman Ji Hyun semakin menghilang. Ia membalas tatapan tajam itu disertai tatapan dingin. Jantungnya berdegup sangat kencang, tetapi ia meyakinkan diri untuk tidak akan mundur.

"Na Ji Hyun," balasnya dengan nada datar.

"Bukan namamu yang aku tanyakan."

Tiba-tiba Ji Hyun tersenyum lebar dan langsung menjauhkan wajahnya. Ia berusaha untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu. Namun, gagal. Sikapnya juga malah membuat lawan bicaranya semakin emosi dan kebingungan.

"Sebelumnya, Anda tanya siapa saya. Itu nama saya." Senyuman Ji Hyun langsung mengilang. Ia kembali memasang ekspresi andalannya, datar disertai tatapan dingin. "Tenang saja, saya tidak akan menceritakan keberadaan Anda kepada siapa pun, Jimin-ssi."

"Bagaimana kau membuktikan ucapanmu itu?"

"Untuk apa saya mengusik kehidupan orang lain? Anda memilih membunuh diri Anda sendiri dari dunia hiburan. Jika saya membuka ke publik tentang kenyataan kematian itu palsu, apa untungnya untuk saya?"

Kini pria yang selalu Ji Hyun panggil sebagai Jimin itu, tersenyum remeh. Ia begitu tidak percaya dengan sosok asing di hadapannya. Gadis yang tampak kurus dan berwajah pucat itu begitu mencurigakan.

"Hitam di atas putih," ucap Jimin masih dengan nada datar.

"Perjanjian?"

Jimin mengangguk, kemudian Ji Hyun menyusul melempar anggukan. Lalu, tatapan gadis itu diarahkan ke lengannya yang masih dicengkeram oleh jemari mungil milik pria di hadapannya. Bukannya melepas, Jimin malah langsung menarik tangan Ji Hyun meninggalkan atap.

"Berhenti," bisik Ji Hyun yang tiba-tiba berhenti dan menarik Jimin untuk menghadap ke arahnya. Ia menarik paksa tangannya. Tepat saat dua orang berjalan keluar dari lift. Tangannya segera menarik retsleting jaket Jimin agar mampu menutup sebagian wajahnya. "Tanganmu sangat dingin, begini lebih hangat, kan?"

Keduanya beradu pandang dan Ji Hyun memberi kode karena merasa wanita dan seorang petugas keamanan masih berada di sekitar mereka. Gadis itu juga dengan cekatan menarik lengan jaket pria di hadapannya, untuk membuat jemarinya tak terlihat. Jimin pun mengangguk saat sekilas menangkap tatapan curiga dari dua orang itu.

"Ayo." Ji Hyun yang mulai menarik lembut lengan Jimin.

Ketika hendak melewati dua orang itu, Ji Hyun terlihat memeluk lengan Jimin dan sesekali merapikan poninya agar menutup mata sembari menunggu pintu lift terbuka. Jantung keduanya berdetak kencang. Ini kali pertama Jimin berada begitu dekat dengan orang asing setelah pindah ke apartemen ini.

"Remaja zaman sekarang, tidak pernah malu mengumbar kemesraan," gumam wanita paruh baya yang membawa tas besar.

Ketika pintu lift terbuka, petugas keamanan yang sejak tadi mengawasi Ji Hyun dan Jimin langsung ikut masuk. Tatapannya begitu menelisik ke arah Ji Hyun, membuat gadis itu meremas lengan jaket pria di sampingnya. Jimin pun menyadari kegelisahan itu. Namun, ia enggan bersuara.

"Nona Na?"

"Ya?"

"Oh benar." Petugas keamanan itu akhirnya tersenyum lebar. "Apa Anda mengalami masalah? Tuan Na menelepon dan meminta kami memeriksa kondisi Anda di atap."

Bola mata Ji Hyun bergeser ke sisi kanan. Ia tak tahu mengapa ayahnya bertidak begitu. Sebuah sinyal bantuan kah? Setelah terdiam cukup lama, ia pun mengangguk pelan. "Tapi sudah terselesaikan. Terima kasih."

"Baik, Nona Na." Petugas keamanan itu masih menunjukkan senyumnya.

Pintu lift terbuka, Ji Hyun dan Jimin keluar. Dan saat itu keduanya mendengar petugas bertubuh atletis itu bergumam, "Ternyata masalah pasangan kekasih." Suara itu pun hilang saat lift tertutup.

Ji Hyun segera membuat jarak dengan Jimin. Keduanya sempat beradu pandang, tetapi gadis itu memilih untuk berjalan lebih dahulu ke arah apartemennya. Ia tak perlu menoleh karena yakin jika pria itu pasti akan mengikutinya. Kemudian, Ji Hyun memasukkan kata sandi dan pintunya terbuka.

"Silakan masuk," ucap Ji Hyun saat melihat Jimin masih berdiri di depan pintu. Anehnya, pria itu masih diam di tempat. Ji Hyun tersenyum tipis. "Tidak jadi membuat perjanjian? Percaya dengan saya?"

Barulah Jimin memasuki apartemen Ji Hyun setelah menoleh ke arah pintu apartemennya. Langkahnya terhenti saat gadis itu mendorong sendal berwarna hitam di depan kakinya. Kemudian, Ji Hyun duduk di sofa sembari mengambil ponsel di tas. Jimin masih berdiri sembari mengedarkan pandangan.

"Silakan duduk."

"Suratnya harus ditulis tangan dan aku akan memvideo saat kau menulisnya," ucap Jimin sembari mengeluarkan ponsel dari saku jaketnya.

Ji Hyun terdiam sesaat, kemudian mengangguk. "Tapi saya tidak memiliki kertas yang layak. Hanya buku. Boleh sobekan dari buku?"

"Luar biasa!"

Jimin beranjak dan berjalan menuju pintu, kemudian keluar. Ia kembali ke apartemennya dan mengambil kertas yang biasa digunakan untuk menulis ide-ide lagu. Saat hendak keluar, ia berhenti dan berbalik. Sebuah pena akhirnya dibawa. Jimin pun akhirnya kembali memasuki apartemen gadis asing tadi yang pintunya tidak ditutup. Dari pandangan Jimin, gadis itu masih duduk dengan pose yang sama seperti saat dirinya keluar. Ia pun menyudorkan kertas dan pena.

"Terima kasih."

Ji Hyun mulai menulis bagian pembuka dan juga namanya. Jimin juga sudah merekam tentang segala pergerakan Ji Hyun. Sesekali gadis berambut panjang itu berhenti menulis dan menatap Jimin sampai akhirnya ia menuliskan inti dari perjanjian itu.

"Apa konsekuensi jika saya melanggar?"

Jimin menyebutkan denda secara rinci. Pun, Ji Hyun menuliskan dengan patuh. Ia juga menawarkan nominal yang lebih tinggi dari yang Jimin sebutkan. Kemudian, gadis itu menandatangani perjanjian atas namanya. Ia juga mengeluarkan stempel yang beberapa waktu lalu diberikan oleh ayahnya. Lalu, ia menyerahkan pena dan kertas ke Jimin.

"Seperti saran saya, Anda harus mengubah gaya rambut, fesyen, dan mungkin sedikit menaikkan berat badan." Ji Hyun kemudian mengulurkan tangan.

Jimin membalas uluran itu untuk mengesahkan perjanjian keduanya.

"Dan jangan tunjukkan jari Anda. Fans Anda akan segera menyadari itu," lanjut Ji Hyun selepas jabat tangan keduanya.

Tanpa bicara lagi, Jimin langsung berjalan keluar. Melihat hal itu, Ji Hyun hanya meringis. Ia pun mengambil buku catatannya dan juga pena di dalam buku itu. Sambil duduk di lantai, gadis itu menuliskan kejadian hari ini. Hal itu merupakan rutinitas sejak kecil yang diajarkan oleh mendiang ibunya. Di akhir catatan, ia menuliskan, 'Bagaimana pun, aku bersyukur dia masih hidup. Kematian yang palsu. Skenario yang mengerikan. Perlahan, takdir itu kembali kupercaya.'

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang