Check Out

1.2K 121 90
                                    

Jika ia punya kesempatan kembali ke kampung halaman dan memasuki satu-satunya sakramen rekonsiliasi yang dibangun di sana, mungkin ia akan membutuhkan waktu lebih dari tiga jam hanya untuk menyebutkan dosa-dosanya usai pergi jauh dari rumah orang tuanya dan bertemu seorang tunasusila bernama Kim Hongjoong.

Yang lucu, dalam bayangan tersebut, ia akan menjabarkannya dengan bangga. Terlepas dari setelahnya ia akan dibakar beramai-ramai oleh warga desa seperti mereka semua sedang hidup di Babilonia, atau dipenggal dan menggantikan posisi Anna Göldi di Glarus.

Cerita panjang dipersingkat, tidak ada suatu penerawangan pun yang menunjukkan bahwa Park Seonghwa bisa kembali ke kehidupannya yang sebelum ini.

Kesampingkan berita baik bahwa mungkin akhirnya ia memahami orientasi seksualnya sendiri setelah beberapa puluh tahun berjalan dengan ide nol besar di muka bumi.

Character development atau bukan, pekerjaannya—yang notabene penyebab utama mengapa ia bisa berada di sini—sekarang bukan menjadi kekhawatiran utama. Seperti bagaimana ia berhasil melalui rangkaian evaluasi hari ini dengan kepala kosong. Not in a bad way though, intelegensi masih jadi faktor penentu partisipasinya dalam masa probasi, maksudnya adalah ia tidak menaruh terlalu banyak tekanan pada dirinya sendiri sepanjang proses penilaian.

Karena ada hal lain yang harus menjadi perhatian.

Ia kembali tidak menyimak obrolan meskipun ia tahu di depannya Yunho sudah merangkum seisi telenovela, sedangkan San tidak tahu di mana rimbanya. Kalau dihubung-hubungkan itu artinya ada keterkaitan antara menghilangnya San di kafetaria siang ini dengan mengapa Yunho terlihat seperti orang senewen selama beberapa jam terakhir.

"Kamu dengar, kan? Aku harus bagaimana? Hei?" Yunho terdengar seperti habis kehilangan kucingnya. "San mulai homesick, dan kita baru saja evaluasi pertama! Homesick! Dan sekarang satu-satunya orang yang bisa aku tanyai tidak mau memberikan solusi!"

Mungkin itu maksudnya dia.

"Semalam dia menelpon Mama sambil menangis-nangis—"

"Mama itu maksudnya Mama dia atau Mama kamu?"

"Ya jelas Mama dia—tolong jangan menitikberatkan pada poin itu sebelum kita beralih pada permasalahan yang lain lagi, membuat aku bercerita panjang lagi, berakhir dengan kamu tidak mendengarkan sama sekali—"

"Permasalahan itu bukannya kamu yang membuat-buat?" Tukas Seonghwa dingin. "Maksudnya kamu dan San kan sudah—"

Tidak ada yang bisa mendeskripsikan mengenai betapa irinya Seonghwa pada Yunho dan San. Bukan, bukan pada frekuensi casual sex yang bisa mereka lakukan sebagai pelepas stres kapan saja dan di mana saja, melainkan mereka punya satu sama lain di tempat antah berantah ini saja sudah cukup untuk membuatnya dengki.

Yunho mencintai San dan sebaliknya. Keduanya tahu soal itu. Terus masalahnya di mana? Bukannya yang jadi masalah itu kalau orang yang mungkin kamu cintai setengah mati bahkan tidak sadar bahwa kamu rela terjun dari lantai lima rusun bobrok kalian hanya untuk membuktikan hal tersebut?

Seonghwa tidak tahu siapa yang ia pikirkan ketika membuat analogi tersebut.

"Tidak semudah itu." Yunho menopang dagu. "Sepertinya San tidak siap kalau setelah ini—"

"Setelah ini kamu melamar dia? Secara tidak langsung kamu mengakui kalau kalian berdua hanya menjadikan satu sama lain comfort selama berada di pengasingan ini?"

"Jangan sembarangan! Aku sayang San lebih jauh dari itu!"

"Lalu kenapa?"

"Itu ... selama dia rindu rumah, dia mulai menjauhi aku. Padahal selama ini kukira aku rumah dia juga ..."

Room 501 | SeongJoong  🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang